Putri kembali masuk ke dalam kamar setelah ke kamar mandi, dia mengalami mual parah seperti biasa.
Putri menatap ke arah cermin, dia melihat dirinya yang terlihat kurus dan menyedihkan
"Kenapa gue harus sakit?"
"...."
"Kenapa gue harus terima Tiyan lagi di kehidupan gue? Padahal gue udah janji nggak akan mau kembali sama dia"
"..."
"Kenapa gue harus kayak gini, KENAPA!"
PYAR!
Dan tiba tiba saja Putri membanting gelas yang berada di dekatnya, bahkan dia juga menepis barang barang yang ada di meja rias hingga berantakan.
Putri menjatuhkan diri, dan dengan tiba tiba dia menjambak rambutnya sembari berteriak.
Putri memang sangat lelah akhir akhir ini, baik fisik maupun batinnya. Tugas kuliah yang mulai menumpuk, ditambah dia harus bekerja dan ikut mengurus pernikahannya bersama Tiyan. Ditambah lagk Putri sering lupa untuk meminum obatnya.
"Putri bodoh!"
Putri memaki sembari memukul kepalanya sendiri, sepertinya kali ini depresi Putri benar benar kambuh
Putri masih menjambak hingga memukul dirinya sendiri sembari berteriak.
Brak!
Dan tiba tiba pintu terbuka dengan keras, tentu saja itu Tiyan yang baru datang.
Tiyan yang terkejut mendengar suara teriakan dari Putri segera mendobrak paksa pintu kamar yang terkunci.
Tiyan berlari mendekat dan dengan segera memeluk sang kekasih agar berhenti melukai dirinya sendiri.
Putri mencoba memberontak, namun tenaga Tiyan lebih kuat, badannya pun juga lebih besar dari Putri
Tiyan yang masih memeluk Putri dengan erat mengambil ponselnya
"Kenapa sayangnya oma?"
"Oma, Putri tiba tiba nggak bisa kendalikan diri, Tiyan harus apa?"
Sepertinya Tiyan menghubungi sang nenek, yang memang seorang psikiater terkenal di Singapura
"Kenapa Putri bisa seperti itu?"
"Tiyan nggak tahu pasti, Tiyan baru pulang dari rumah tiba tiba udah kayak gini, bantu Tiyan oma."
"Kamu buka laci yang ada di meja rias, di situ ada obat penenang, kamu bisa kan pakai alat suntik?"
Tiyan segera membuka laci sembari mengeratkan pelukannya agar Putri tidak berontak lebih keras.
"Lakukan dengan baik dan benar, oma tutup dulu telfonnya, kamu harus menenangkan Putri"
"Iya Oma"
Bip!
Tiyan meletakkan ponselnya sembarangan, lalu dengan segera memberikan obat penenang yang telah dianjurkan sang nenek dengan hati hati.
Obat itu tidak mengandung bius, Putri hanya merasakan lemas di sekujur badannya.
"Udah ya sayang? Marah marah terus nggak capek hm?" Tiyan berucap sembari merapikan rambut Putri yang berantakan
"Aku capek.."
"Iya capek, istirahat dulu ya?"
"Aku mau mati aja..."
Tiyan yang mendengar itu, semakin sakit hatinya, segera Dia mengangkat badan Putri untuk ditidurkan kembali di ranjang. Tiyan menaikkan selimut agar Putri tidak kedinginan
KAMU SEDANG MEMBACA
PRATAMA
RandomPepatah yang mengatakan "Cinta itu Buta" memang benar adanya. OC [21+ Area]