BAB 25

21.7K 1.4K 293
                                    

Maaf lama update:( Thank you buat yang masih sabar nunggu, bahkan yg udah bava versi awal. Key tunggu star+comment-nya yaps.

"Kau belum tidur?" Pangeran Silas memasuki kamarnya, menemukan Putri Harmony masih terjaga di atas ranjangnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau belum tidur?" Pangeran Silas memasuki kamarnya, menemukan Putri Harmony masih terjaga di atas ranjangnya. Meskipun perempuan itu memunggunginya, Pangeran Silas bisa mengetahuinya karena lampu kamar yang belum mati juga gerakan kaki perempuan itu yang sempat tertangkap oleh Pangeran Silas.

"Tidur, Harmony. Jangan menyusahkanku. Aku sudah cukup lelah dengan semuanya." Pangeran Silas mengusap wajahnya frustasi, melepas dua kancing kemeja dan menarik kasar dasi yang menyesakkan lehernya.

"Kenapa dengan Magnus?" sambar Putri Harmony, seketika beranjak dari tidurannya.

Pangeran Silas mengerutkan dahi melihat perbedaan di wajah Putri Harmony. Perempuan itu memang tampak segar, mungkin Gail sudah membantunya membersihkan diri. Ia beraroma stroberi yang masih dapat tercium dalam satu ruangan, gaunnya sudah berganti dengan piyama tidur dan wajahnya polos tanpa make up.

"Kau menangis?" Pangeran Silas secepat kilat menghampiri Putri Harmony, menyentuh dagu perempuan itu untuk membuat wajahnya mendongak menatap dirinya.

Dan benar saja, ia bisa melihat mata sembab istrinya dari jarak dekat begini.

"Apa yang kau tangisi?" tanya Pangeran Silas mendesak. "Apakah itu Magnus?"

Putri Harmony memberanikan diri untuk mempertahankan mata hijaunya bertatapan dengan mata cokelat Pangeran Silas selama ia memilih untuk tetap mengunci mulutnya.

Pangeran Silas tiba-tiba tertawa, melepaskan sentuhannya dan berbalik memunggungi Putri Harmony. Sementara satu tangannya ditempelkan di pinggang, tangan lainnya ia gunakan untuk meremas rambutnya kasar.

"Hari ini aku melihat dua orang menangis." Pangeran Silas menggelengkan kepala tak percaya. "Dan semuanya karena Magnus?" Ia memijat dahinya lelah. "Betapa beruntungnya dia."

"Aku tidak percaya dia bisa meninggalkan semua hal yang dia punya." Pangeran Silas menjatuhkan bokongnya ke atas kursi meja rias. "Apa yang ada dalam pikiran Magnus sebenarnya?"

"Magnus tidak meninggalkan apapun," bantah Putri Harmony. "Carlos mengatakan dia diculik. Seseorang pasti menculiknya. Dia tidak mungkin tega meninggalkanku di atas altar. Dia mencintaiku," belanya, tidak menyadari bahwa kini Pangeran Silas menatapnya tanpa ekspresi dan tidak memotong ucapannya seperti biasa.

"Apa yang dikatakan Carlos?" tanya Putri Harmony.

Pangeran Silas menghela napas panjang, mengangkat bahu dan membuang wajahnya untuk tidak menatap istrinya sebelum kemudian menjawab datar, "Ada kemungkinan Magnus diculik."

"Siapa yang menculiknya?" tanya Putri Harmony lagi.

"Aku tidak tahu." Pangeran Silas bersikedap. "Itu hanya kemungkinan, Harmony. Magnus bisa saja memang melarikan diri."

"Tidak." Putri Harmony membantah lagi.

"Apa yang dikatakan Magnus padamu malam itu?" tanya Pangeran Silas.

"Magnus bilang...." Putri Harmony tidak melanjutkan kalimatnya, ia baru menyadari jika yang bertanya padanya saat ini adalah Pangeran Silas. Tentu ia mengerutkan dahinya, tidak biasanya pangeran ini bersikap empati pada Pangeran Magnus. "Kenapa kau bertanya?" lanjutnya heran.

Pangeran Silas mengusap-usap wajah kasar, meremas rambutnya frustasi. Entah sudah ke berapa kali pangeran itu meremas rambutnya hingga rambut cokelat yang tadinya tertata rapi oleh gel kini tampak berantakan.

Ekspresi pria itu pun kelihatan kacau dan Putri Harmony bisa menangkap kekalutan Pangeran Silas yang kini menundukkan kepala.

"Aku melihat ayahku menangis hari ini." Pangeran Silas bergumam ironi. Dirinya sendiri tidak percaya jika malam ini, raja besar paling berkuasa di Negara Lorechester itu menangis terisak dalam pelukannya—seorang pangeran yang hanya berkandidat sebagai calon raja urutan kedua.

"Ini...." Pangeran Silas kelihatan tak sanggup untuk mengutarakan maksudnya. "God...." Pangeran Silas mendongakkan wajahnya ke atas sebelum melanjutkan, "Ini gila, Harmony," ucapnya, memijat keningnya.

"Kau tahu...." Pangeran Silas melipat bibirnya sebelum berbicara lagi, "Aku tidak pernah melihat ayahku menangis, tidak selama dua puluh delapan tahun hidupku. Saat kematian Ratu Gricella, Dad berdiri di pinggir peti dan ia tidak meneteskan air mata setitik pun. Aku tahu dia sangat terpukul dengan kematian istrinya, tapi dia dengan kuat menunjukkan pada diriku dan Magnus kalau kami harus mengikhlaskan kepergian ratu."

"Dad tidak menangis saat kematian istrinya. Dia tidak menangis saat aku menyakitinya dengan kata-kataku. Dia tidak menangis saat aku berbuat ulah dan membuatnya pusing, tapi malam ini, karena Magnus...." Pangeran Silas menundukkan kepalanya sebelum mengangkat wajahnya lagi untuk menatap Putri Harmony. "Dia menangis, Harmony. Suaranya menyedihkan dan aku tidak sanggup untuk menenangkannya."

Pada awalnya, Putri Harmony hanya menjadi pendengar yang baik, membiarkan Pangeran Silas mengeluarkan apa yang ada dalam pikirannya, apalagi melihat kekalutan di wajah pangeran itu. Akan tetapi sekarang, setelah Pangeran Silas menyelesaikan ucapannya, Putri Harmony membeku, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini....

Pangeran Silas menangis.

Mata pria itu memerah dan air mata menggenang di pelupuk matanya. Pangeran Silas tidak menunjukkan sikap dinginnya seperti biasa. Malam ini, Putri Harmony justru melihat sisi rapuh Pangeran Silas yang tidak pernah dilihat sebelumnya.

"Silas." Putri Harmony mendekati Pangeran Silas, berlutut di bawah kaki pria itu. Hati-hati, ia mengangkat wajah Pangeran Silas dengan menempelkan  tangannya di rahangnya. "Raja Maranello pasti punya alasan mengapa beliau menangis," katanya, berusaha menenangkan.

"Ya dan alasannya adalah Magnus." Pangeran Silas tersenyum ironi. "Harmony, kau tahu...." Pangeran Silas menyentuh pergelangan tangan istrinya, memejamkan mata untuk membiarkan air matanya jatuh. "Jika memang aku harus melihat tangis Raja Maranello hanya karena Magnus, aku akan berusaha untuk mendapatkan keberadaan Magnus, aku akan mencari dan membawanya pulang," ucapnya penuh tekad.

"Kau masih mencintainya, bukan?" seru Pangeran Silas.

Putri Harmony menelan ludahnya. Dia tidak tahu. Dia tidak pernah memikirkan perasaan cintanya lagi pada Magnus semenjak kekecewaan, kesakitan dan kehancuran hatinya dengan semua hal yang dia alami belakangan ini. Selama ini, yang ada dalam pikirannya hanyalah pertanyaan mengapa Magnus meninggalkan pernikahan mereka, mengapa dia bisa berakhir menjadi bagian dari Keluarga Wealthbridge dengan menjadi istri Pangeran Silas dan mengapa Keluarga Wealthbridge memiliki banyak teka-teki yang tidak mampu dipecahkannya.

"Magnus memang beruntung. Dia memiliki hati Dad. Dia memiliki hatimu dan dia memiliki hati seluruh rakyat. Apa yang dia tidak punya?" Pangeran Silas menggelengkan kepalanya. "Tidak ada. Dia punya segalanya tapi dia meninggalkan segalanya. Ini konyol." Pangeran Silas mengusap kedua matanya yang basah. "Seandainya aku berada di posisi Magnus," gumamnya miris.

Pangeran Silas melepaskan sentuhan tangan Putri Harmony pada rahangnya, beranjak dari duduknya dan menolak fakta jika ia sendiri baru saja menangis.

"Tidurlah." Pangeran Silas mengusap-usap kepala Putri Harmony yang masih berlutut. "Jangan sampai sakit, ayahku sudah sakit," katanya lembut sebelum beranjak dari sana.

"Silas." Putri Harmony bangkit dari berlututnya, mencegah Pangeran Silas yang akan melangkah keluar kamar. "Kau mau kemana?"

Pangeran Silas mengangkat bahunya. "Mungkin istirahat."

"Istirahat dimana?" tanya Putri Harmony polos. "Tidur di sini saja," bisiknya, menundukkan kepala tidak berani menatap langsung wajah Pangeran Silas.

Beruntung, Pangeran Silas memiliki kemampuan pendengaran yang baik sehingga ia masih bisa mendengar apa yang diucapkan Putri Harmony.

"Aku akan tidur di ruang kerjaku. Kau tidak akan nyaman tidur bersamaku, Harmony," kata Pangeran Silas, mengingat pengalaman-pengalaman sebelumnya.

Sang Putri tidak pernah tenggelam dalam alam mimpinya ketika ia berada di sampingnya. Di malam-malam selesai mereka bercinta, Putri Harmony selalu terjaga ketika Pangeran Silas mencoba untuk mengistirahatkan dirinya di samping perempuan itu. Pada akhirnya, ia lebih memilih untuk bangkit memungut pakaiannya dan pergi ke ruangan manapun yang bisa menenangkan dirinya.

Selama ini pula, selama mereka tinggal di pulau, Pangeran Silas selalu tidur di ruang kerjanya, mengetahui mereka tidak akan tidur jika berada di atas ranjang yang sama.

"Eh... Kita hanya tidur, kan?"

"Kau mau melakukan hal yang lain bersamaku?" tawar Pangeran Silas dengan nada penuh arti.

Putri Harmony cepat-cepat menggeleng.

"Kalau begitu biarkan aku tidur di ruang kerjaku," ucap Pangeran Silas final.

"Tidurlah. Jangan memikirkan apapun lagi. Kalau keselamatan Magnus lah yang menjadi beban pikiranmu. Aku yakinkan padamu dia akan baik-baik saja. Aku sudah berjanji mengenai hal ini pada ayahku dan sekarang aku akan mengatakannya lagi padamu. Aku akan mencari Magnus. Aku akan menemukannya. Untuk kalian," kata Pangeran Silas tegas, maju beberapa langkah untuk kemudian mencium kening Putri Harmony.

"Selamat malam," katanya sebelum meninggalkan Putri Harmony yang terpaku di tempat.

The Secrets of Prince Silas (WealthBridge Kingdom Series #1) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang