"Jangan tinggalkan aku sayang".Bisik Levin lirih di telinga Ghiffa.
Levin mengatakannya dengan sungguh-sungguh,Levin benar-benar tidak menginginkan Ghiffa-nya pergi meninggalkannya.
Ghiffa mengangguk."Aku akan selalu ada buat kamu seperti kamu yang selalu ada buat aku,sayang".
Untuk beberapa menit Levin dan Ghiffa berada dalam posisi seperti ini.Levin diam begitupun dengan Ghiffa,mereka sama-sama menikmati posisi seperti ini.
Untuk saat ini Levin merasa nyaman dan tenang,amarah yang tadinya terus memuncak kini mulai mereda setelah kedatangan Ghiffa.
Ghiffa tersadar dari kenyamanannya karena mengingat tangan Levin yang terluka.Sesegera mungkin Ghiffa ingin melepas pelukan mereka.
Seberapapun Ghiffa mencoba,namun Levin semakin mengeratkan pelukannya." Levin,lepas".
"Gak akan Ghiffa". Balas Levin lirih.
"Kita harus obatin luka kamu Lev".
"Aku gak papa".
"Lev".Dengan terpaksa Levin melepaskan pelukan mereka.
Levin diam melihat Ghiffa tersenyum,setelahnya dirinya ikut tersenyum meskipun itu sangatlah tipis.
Ghiffa berdiri dan mengulurkan tangannya kearah Levin.Dengan senang hati Levin membalas uluran tangan itu."Jangan tangan yang terluka Lev".
Dengan cepat,Levin mengulurkan tangan kirinya yang tidak terluka kemudian Levin berdiri dihadapan Ghiffa.
"Aku obatin dibawah yah,biar kamar kamu bibi yang beresin".Levin hanya mengangguk dan mengikuti Ghiffa untuk turun kelantai bawah.
Levin menatap keseluruh lantai bawah ketika dirinya dan Ghiffa sedang menuruni anak tangga untuk memastikan dua orang itu tak ada disini.
Levin duduk di sofa ruang tamu,punggungnya dibiarkan bersandar pada sandaran sofa.Sedangkan Ghiffa sedang mengambil air untuk membersihkan darah yang mulai mengering serta kotak P3K.
Sesampainya Ghiffa diruang tamu,diletakannya kompresan dan kotak P3K pada meja kemudian dirinya duduk menghadap kearah Levin.
Dengan hati-hati,Ghiffa membersihkan darah pada tangan kanan Levin.Dirinya sendiri sampai meringis melihat darah kering itu.
Mata Ghiffa menatap Levin."Jangan kaya gini lagi Lev".
Levin hanya diam,dirinya sibuk melihat wajah serius Ghiffa yang sedang mengobatinya.Sampai Ghiffa memberikan alkohol pada lukanya saja Levin tak meringis kesakitan.
"Aku sayang kamu Ghiff". Batin Levin.
Ghiffa telah selesai memperban tangan kanan Levin,setelahnya dia usap lembut tangan itu dengan mata yang menatap Levin.
Sejak tadi banyak pertanyaan yang ingin dia sampaikan,tapi sepertinya waktunya tidak tepat Ghiffa sendiri tidak mau membuat Levin memikirkan masalah tadi jika Ghiffa bertanya.
Levin yang sepertinya sadar atas tatapan Ghiffa segera menggenggam tangan Ghiffa erat."Mereka akan bercerai".
Ghiffa mengerutkan dahinya bingung."Mereka?".
Kini Levin sudah memalingkan pandangannya menatap kearah lain."Mereka yang mengaku orang tua aku".
"Wanita yang melahirkan aku,lelaki yang menghidupi aku,mereka akan bercerai".
Levin tersenyum miring jika mengingat itu,kepala Levin menunduk menahan amarah yang siap keluar kapan saja.
"Bahkan aku malas mengaku mereka sebagai orang tua aku,disaat mereka hanya memikirkan dirinya sendiri,buta akan pekerjaan dan hanya ribut jika ada dirumah sampai aku merasa sendiri sejak kecil.Dan semua sandiwara mereka sejak dulu akan segera berakhir".
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghiffanya Levin [ SELESAI ]
Teen FictionJudul lama : "CINTA dalam PERSEGI" [ BELUM PERNAH REVISI ] Aku tidak menyukai posisi ini, dimana aku mencintai kamu sedangkan kamu mencintai dia, dan dia justru mencintainya. Disini aku merasa menjadi orang bodoh •~°~•Ghiffanya Laurin Genova Kesalah...