Part 75•~°~•Datangnya Levin

6.5K 239 2
                                    

Awan nampak menghitam membuat penghalang bagi cahaya matahari yang ingin menyinari bumi. Nampaknya hujan akan kembali turun bersamaan dengan rasa dingin yang kini mulai menusuk kulit.

Cuaca memang tengah buruk, terkadang hujan dan terkadang juga cerah, sampai panas matahari seperti membakar kulit orang yang berdiri dibawah sinarnya. Seperti kisah Ghiffa, yang kadang bahagia dan terkadang penuh dengan air mata, seperti sekarang.

Kepala Ghiffa menggeleng singkat, dia tidak mau memikirkan hal itu sepagi ini, karena biasanya jika hal itu terjadi yang ada hanyalah air mata Ghiffa yang kembali berjatuhan.

Ghiffa melirik jam tangan yang melingkar dipergelangan tangan kirinya. Waktu sudah menunjukan pukul enam lebih lima puluh menit jadi wajar saja jika koridor kini nampak ramai.

Ghiffa menghela napasnya merasa sedikit lelah dan mengantuk secara bersamaan. Semalam, dia susah tidur setelah kedatangan Leon yang katanya untuk melihat keadaan Ghiffa dan juga karena ingin berbicara kepadanya walaupun pada akhirnya Ghiffa masih tidak mau berbicara dengan Leon. Entah kenapa, Ghiffa merasa jika perilakunya sudah berlebihan kepada Leon, namun egonya memilih untuk tetap bersikap sedemikian rupa.

Paginya, Ghiffa juga harus bangun dan berangkat pagi-pagi mengingat jarak rumah neneknya dengan sekolahannya yang tidak bisa dikatakan dekat.

Ditengah-tengah memikirkan hal tersebut, tiba-tiba mata Ghiffa terbelalak kaget saat matanya tidak sengaja bertatapan dengan siluit mata hijau didepannya. Pemilik siluit mata tersebut tengah berjalan berlawanan arah dengannya, sepertinya dia baru saja dari parkiran sekolah.

"Mampus." Ghiffa bergumam dengan membalikan tubuhnya dan berjalan berlawanan arah dengan arah kelasnya.

Burghhh

"Ah, sial."

"Kalo jalan hati-ha_eh Ghiffa."

Ghiffa tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh teman sekelasnya yang bernama Dewi. Terserah jika Dewi akan mengumpat kesal kepadanya atau apapun itu, karena yang terpenting dia harus menjauh dari Levin.

Langkah kaki Ghiffa membawanya berbelok dipersimpangan koridor. Punggungnya dia sandarkan pada tembok dibelakangnya dengan deru napasnya naik turun tidak beraturan karena Ghiffa sempat setengah berlari untuk menghindari Levin.

Mata Ghiffa terpejam rapat merasakan debaran sekaligus rasa sakit yang hadir didalam dirinya hanya karena dia sempat bertukar pandang dengan Levin. "Ah, ini gila. Kalo gini caranya, sampai kapan gue harus terus menghindar?" Tanya Ghiffa kepada dirinya sendiri.      

Mata Ghiffa terbuka dan dia berusaha menengok kearah kanannya dengan tembok sebagai penutup sebagian tubuhnya. Ghiffa dapat bernapas lega saat dilihatnya koridor tersebut yang tidak ada lagi siluit mata hijau milik Levin.

Bughh

Mata Ghiffa terbelalak kaget saat ada sebuah tangan kekar yang menariknya sampai pipinya menghantam sebuah dada bidang. Ghiffa seperti mengenal wangi maskulin dari pemilik dada bidang ini?

Ghiffa ingin memberontak, namun apa daya suaranya seperti tertahan ditenggorokannya. Kini Ghiffa merasa takut saat dia merasakan dua tangan kekar merayap untuk melingkar dikedua pinggangnya.

"Belum cukup kamu hindarin aku selama ini, Ghiff?" 

Ghiffa merasa lemas seketika disaat rasa takutnya menjadi kenyataan. Ternyata dia tidak salah mengenal jika wangi maskulin ini memanglah wangi tubuh Levin yang sudah Ghiffa hapal diluar kepala.

"Aku kangen sama kamu. Jangan pergi lagi, Ghiff!"

Mata Ghiffa terpejam rapat mendengar nada tercekat dan lemah dari Levin. Kini dia berusaha terlihat baik-baik saja meskipun didalam sana masih sama hancurnya dengan yang kemarin.    

Ghiffanya Levin [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang