Entah mengapa Ghiffa merasa tak enak dan rasanya dadanya sesak jika harus mengingat ucapan Levin waktu itu.
"Lo bener,gue sayang sama dia lebih dari seorang sahabat".
Kata-kata itu seperti kaset rusak yang berputar di otak Ghiffa,gadis itu selalu mengingat perkataan Levin sewaktu di UKS beberapa hari yang lalu.
Jika boleh memilih,Ghiffa ingin sekali tak mengingat kata itu tapi bagaimana bisa jika otaknya tak mau diajak berkompromi dengannya.
"Ayo dong,lupain itu yah".Gerutu Ghiffa di sepanjang koridor.
Saat ini koridor terlihat sepi bagaimana tidak jika sekarang adalah waktu pembelajaran dilakukan.
Jangan tanya kenapa Ghiffa bisa berkeliaran diluar kelas sekarang,karena jawabannya terlalu mudah.Ghiffa hanya izin ke toilet kepada guru sedangkan di otaknya dia sudah berniat tak akan masuk ke kelas sampai pikirannya tenang.
Ghiffa terus menelusuri koridor yang sepi dan matanya menangkap siswa yang tengah bermain basket dengan tak beraturan.Mungkin guru olahraganya sedang ada kepentingan,pikir Ghiffa.
Sampai Ghiffa menangkap sosok kakaknya yang sedang melatih siswi,yang Ghiffa sendiri tidak tau dia siapa.
"Ternyata kelas kak Leon yang lagi olahraga,berarti Levin juga ada dong".Ucap Ghiffa dalam hati.
Ghiffa terus menelusuri lapangan basket dengan kedua matanya,namun tetap tak menemukan sosok Levin.
Ghiffa mengedipkan bahunya acuh,lagian untuk apa dia mencari Levin jika yang di cari tak pernah memandangnya.
Ghiffa memilih melanjutkan jalannya menuju rooftop,yah dia memilih kesana karena hanya tempat itu yang membuat Ghiffa tenang dan tempat itu juga...Ah lupakan saja.
Sesampainya di rooftop Ghiffa menemukan sosok yang sebenarnya ingin dihindari terlebih dahulu.
Yah,disana Ghiffa melihat Levin yang sedang memunggunginya.Levin tengah menopang badannya di tembok pembatas rooftop dengan kedua tangannya.Pandangan Levin menatap kebawah dan itu membuat Ghiffa sedikit lega karena pasti Levin tak merasakan kehadirannya disini.
Sebelum Levin menyadari kedatangannya,Ghiffa memilih membalikan badannya ingin pergi dari tempat itu,namun baru beberapa langkah sudah ada suara berat yang menahannya.
"Kenapa mau pergi lagi Ghiff?".
Shit...
Ghiffa menggigit bibir bawahnya bingung antara lebih baik kabur dan seolah tak mendengar pertanyaan itu atau lebih baik menatap Levin.
Akhirnya Ghiffa memilih membalikan badannya menghadap Levin.
Ghiffa sempat menatap bingung Levin,bagaimana dia tahu bahwa yang datang itu adalah Ghiffa sedangkan Levin sendiri tidak menghadap kearahnya.
Levin memutar tubuhnya sempurna kearah Ghiffa karena tak mendapat sahutan dari gadis itu."Kenapa diem?Sini!".Perintah Levin.
Persetan dengan perasaan,kenapa rasanya senang sekaligus menyakitkan ketika berada dihadapan Levin seperti ini.
Otak Ghiffa yang memerintahkan untuk tidak mendekati Levin,kalah dengan kata hatinya untuk mendekati Levin sehingga Ghiffa berjalan mendekati Levin.
Sesampainya dihadapan Levin,Ghiffa tak berani menatap Levin,dia hanya menatap kelapangan yang sedang dipenuhi oleh siswa yang berolahraga.
"Emma,bukannya sekarang kelas lo olahraga yah?".Tanya Ghiffa setelah berdehem untuk mencairkan suasana terlebih dahulu.
"Lagi males gue".Levin menatap Ghiffa yang ternyata Ghiffa juga tengah menatapnya sehingga Ghiffa memilih memalingkan wajahnya untuk menatap kelainan arah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghiffanya Levin [ SELESAI ]
Ficção AdolescenteJudul lama : "CINTA dalam PERSEGI" [ BELUM PERNAH REVISI ] Aku tidak menyukai posisi ini, dimana aku mencintai kamu sedangkan kamu mencintai dia, dan dia justru mencintainya. Disini aku merasa menjadi orang bodoh •~°~•Ghiffanya Laurin Genova Kesalah...