Ghiffa dengan hati-hati membuka pintu kamar tamu yang semalam ditempati oleh Levin. Tadi kata Leon, Levin sudah bangun saat Leon baru melihat keadaan sahabatnya itu.
Pintu kamar terbuka dan terlihatlah seorang lelaki tengah duduk di tepi kasur dengan pandangan terfokus kearah lantai, lelaki itu tengah melamun.
Ghiffa terus mendekat tapi Levin tidak menyadarinya sampai-sampai Ghiffa sudah duduk disampingnya, lelaki itupun tidak juga menyadari kedatangannya.
"Levin."
Tidak ada jawaban. Levin terus saja melamun sampai tidak mendengar panggilan Ghiffa.
Tangan Ghiffa terulur menyentuh pipi dingin Levin, mencoba menyadarkan lelaki itu. "Lev." Panggilnya lagi.
Berhasil, sekarang Levin sudah menatap Ghiffa dengan terkejut. "Sejak kapan kamu disini?" Tanya Levin.
"Dari tadi, tapi kamunya sibuk ngelamun."
Levin diam untuk beberapa detik, entahlah perasaan Levin sangat tidak menentu hari ini. "Maaf untuk itu, dan maaf soal kemarin malam." Kepala Levin menunduk saat dia mengucapkan kalimat terakhirnya.
"Kamu mau berbagi sama aku?" Ghiffa bertanya sangat lembut dengan tangannya menggenggam tangan Levin yang terkepal.
Pandangan Levin menaik, ditatapnya mata Ghiffa yang entah sejak kapan menjadi penenangnya.
"Mereka resmi bercerai."
Beberapa detik Ghiffa hanya terdiam mencermati ucapan Levin, tapi setelah dia tersadar, Ghiffa segera menggenggam erat tangan Levin.
"Mereka melakukan itu tanpa persetujuan ku Ghiff. Kamu tau aku merasa tidak diananggap kali ini, kenapa mereka memutuskan bercerai tanpa persetujuan aku padahal mereka tau aku juga yang akan kena imbasnya."
Ghiffa dapat merasakan apa yang dirasakan oleh Levin saat ini, kesedihan itu terlihat jelas dari sorot mata Levin.
"Semua ada sebab akibatnya Lev."
Pandangan Levin mengarah ke Ghiffa karena dia tidak mengerti apa yang diucapkan Ghiffa.
"Akibatnya mungkin kamu bakalan rasain, rapi sebabnya apa kamu rasain juga?" Imbuh Ghiffa memperjelas.
Levin diam saja, nyatanya lelaki itu memang tidak tau. "Mungkin ada sepenggal kisah masa laku mereka yang tidak kamu tau sampai sekarang. Alasan mengapa mereka bercerai mungkin karena mereka tidak cocok, dan kamu tau jika tidak cocok pasti akan terus menimbulkan perdebatan sepanjang hari kan?"
"Aku gak mau bahas mereka lagi Ghiff." Ucap Levin dengan datar.
Ghiffa hanya menghembuskan napasnya kasar, menasehati sesuatu memanglah sulit. "Ya udah kamu istirahat aja gak usah kesekolah." Ucap Ghiffa akhirnya.
Ghiffa bangkit berdiri dari kasur, baru saja dia akan melangkah tapi Levin terlebih dahulu mencekal tangannya. "Orang tua kamu Ghiff?"
Ghiffa menatap Levin, dia paham apa yang ingin ditanyakan oleh kekasihnya ini. "Mereka ngertiin keadaan kamu kok Lev, tapi aku harap malam itu jadi malam terakhir kamu minum minuman itu dan menginjakan kaki ke tempat seperti itu."
Levin bernapas lega, dia juga sempat berpikir bagaimana pandangan orang tua Ghiffa melihatnya semalam. Levin takut mereka akan tidak menyukainya dan berimbas pada hubungannya dengan Ghiffa.
Levin berdiri membuat posisi mereka saling berhadap-hadapan membuat detak jantung Ghiffa tidak terkendalikan. "Masalah itu aku tidak bisa menjanjikannya Ghiff, tapi aku akan berusaha."
Ghiffa mendekat kearah Levin, dengan sedikit berjinjit dia mengusap pipi Levin dengan sebelah tangannya membuat Levin memejamkan matanya, mencoba merasakan setiap usapan lembut itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghiffanya Levin [ SELESAI ]
Teen FictionJudul lama : "CINTA dalam PERSEGI" [ BELUM PERNAH REVISI ] Aku tidak menyukai posisi ini, dimana aku mencintai kamu sedangkan kamu mencintai dia, dan dia justru mencintainya. Disini aku merasa menjadi orang bodoh •~°~•Ghiffanya Laurin Genova Kesalah...