Part 68•~°~•Bom Kehancuran

6.5K 264 4
                                    

Mata indah Ghiffa kini mulai terfokus kesebuah video yang diperlihatkan Michell kepadanya. Awalnya dia ingin berkomentar dengan mengalihkan tatapannya kearah Michell, namun karena Michell memberi isyarat lewat tatapannya untuk tetap menonton video tersebut, akhirnya Ghiffa hanya menurut saja.

Kebingungan Ghiffa semakin bertambah ketika kedua sosok di video tersebut masih saling diam dengan salah satunya menatap tajam kearah seorang yang lainnya.

"Ini pemanasan, jangan tegang."

Ghiffa tak menggubris sama sekali ucapan Michell tersebut, dirinya terus saja melihat kedua sosok lelaki yang sangat dikenalinya. Mereka itu adalah Leon dan Levin yang tengah berada di rooftop sekolah sedang saling diam saja. Melihat video ini bisa Ghiffa simpulkan jika video ini diambil secara diam-diam oleh Michell, hal tersebut terlihat sangat jelas ketika ada sebuah papan yang dikirakan oleh Ghiffa adalah pintu rooftop.

Sebuah suara mulai terdengar dari ponsel milik Michell membuat kesunyian yang sejak tadi terjadi di koridor ini hilang seketika.

"Sebenarnya ada apa, Le?"

Leon nampak membuang wajahnya dari hadapan Levin dengan tangan yang menyisir rambutnya kebelakang sekilas. "Sebenarnya banyak pertanyaan di otak gue."

Levin terdiam, dia memilih menunggu kelanjutan dari ucapan Leon yang sampai sekarang belum mau menatap Levin sama sekali. Levin tidak tau apa yang akan ditanyakan oleh Leon, tapi dirinya yakin jika apapun itu pasti menyangkut Ghiffa.

Leon melipat kedua tangannya didepan dada dengan mata yang menatap sinis kearah Levin. "Lo pernah mikir gak sih akan semua sikap lo ke Vanessa selama ini?"

"Kenapa, apa ada yang salah sama sikap gue ke dia?"

Leon berdecak dengan memalingkan wajahnya kembali. "Lo gak nyadar, sebelum lo jalin hubungan sama Ghiffa hal itu udah nyakitin Ghiffa apalagi sekarang yang pada nyatanya lo udah punya Ghiffa?" Leon berucap kembali dengan nada yang dia tekan dan mata yang menatap lurus kearah Levin.

"Puncaknya di malam itu, saat lo biarin Ghiffa tenggelam gitu aja dan lebih milih Vanessa yang lo selametin." Lanjut Leon yang kini wajahnya terlihat memerah menahan amarah.

Levin menghela napasnya dengan matanya yang terpejam untuk sesaat. "Kalopun gue tau Ghiffa gak bisa berenang, gue akan milih nyelametin Ghiffa. Tapi saat itu yang gue tau Vanessa yang gak bisa berenang dan posisinya juga lebih deket dari tepi kolam daripada Ghiffa."

Bibir Leon melengkung, seolah mengejek jawaban Levin tersebut. "Itu kesalahan lo yang lebih tahu semua hal tentang sahabat lo daripada pacar lo sendiri. Gue jadi merasa lo ini bukan pacarnya Ghiffa tapi pacarnya Vanessa."

"Sekarang gue tanya ke elo. Lo cinta enggak sama Ghiffa atau lo cintanya sama Vanesaa? Kalo lo gak mencintai Ghiffa lepas dia biar dia gak ngrasain kecewa lagi gara-gara lo!"

Levin menundukan kepalanya, kedua tangannya juga nampak mengepal sangat kuat seolah pikiran dan hatinya tengah saling beradu pendapat.

Bahu Levin yang menegang nampak kembali ke keadaan biasa. Dia terlihat menghela napasnya yang beradu dengan suara angin yang berhembus disana. "Gue akan jujur."

Tak berucap apapun, Ghiffa segera mengambil alih ponsel ditangan Michell membuat Michell tersenyum miring. Ghiffa tak memperdulikan hal tersebut, yang diperdulikannya kini adalah kelanjutan dari ucapan Levin. Bagaimanapun dirinya sangat penasaran dengan hal itu.

"Dulu, gue mencintai Vanessa." Mata Levin nampak terpejam disaat kedua tangan kekar Leon menarik kerah bajunya dengan rahang yang mulai mengeras.

Ghiffanya Levin [ SELESAI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang