Hari ini nampak begitu cerah. Dari arah timur sana, matahari sudah menampakan dirinya tanpa malu-malu, dan juga sudah mulai menyinari seluruh permukaan bumi dengan sinar hangatnya. Bukankah ini awal yang baik?
Ghiffa dan Leon kini masih berada didalam mobil Leon yang tengah melaju membelah jalan ibu kota. Kali ini Leon ternyata lebih memilih mengendarai mobilnya daripada motor kesayangannya.
Ghiffa yang duduk disamping Leon nampak diam dengan pandangan yang mengarah kearah luar sana, sementara itu Leon nampak fokus menyetir dengan sesekali bernyanyi mengikuti suara musik yang terdengar didalam mobil ini. Sesekali Leon juga melirik kearah Ghiffa yang sejak tadi diam, dan hal itulah yang membuat Leon bertanya-tanya dalam hatinya.
"Iffa."
Ghiffa tersentak setelah merasakan sebuah usapan lembut yang mendarat di puncak kepalanya. Gadis itu menatap Leon yang belum juga menurunkan tangannya dari puncak kepala Ghiffa. "Ada apa?" Tanyanya.
Leon melirik kearah Ghiffa kembali. "Lo yang ada apa, kenapa sejak tadi ngelamun?" Tanya Leon dengan menurunkan tangannya kebagian pipi Ghiffa dan didetik berikutnya Leon mencubit kecil pipi tersebut.
Ghiffa meringis pelan mendapat perlakuan tersebut, dan dengan cepat Ghiffa memukul tangan Leon kasar sambil mendengus. Bukannya ikut kesal atau apa, Leon justru tertawa melihat tingkah Ghiffa. "Adek gue gemesin banget, sih." Katanya dengan berusaha menarik hidung mancung Ghiffa.
"Lo fokus nyetir aja kenapa, sih!" Kesal Ghiffa dengan mendorong tangan Leon secara paksa.
Leon tertawa dengan melirik kearah Ghiffa sekilas. "Iya, iya. Udah nurut, nih." Kata Leon dengan memosisikan kedua tangannya memegang setir mobil.
Ghiffa mendengus dan memilih menatap keluar jendela kembali.
"Jangan ngelamun lagi!"
Ghiffa melirik kearah Leon yang sedang terfokus kearah jalan raya. Gadis berambut panjang itu sempat memutar kedua bola matanya malas tanpa ingin menjawab ucapan Leon.
Ghiffa sejak tadi memang melamun, dia tidak akan menyangkal hal itu. Akhir-akhir ini memang tidak ada hal yang menguras pikirannya, kecuali satu hal yang akan terus menjadi bahan pemikiran untuk Ghiffa.
Ghiffa tidak tahu apakah keputusannya benar atau salah. Yang dia tahu hanyalah, itu adalah sesuatu yang dia inginkan sejak dulu, dan sesuatu yang ingin dia lakukan sejak dulu. Sejak sebelum Ghiffa mengenal Levin.
•~°~•∆∆∆•~°~•
Langkah kaki Ghiffa membawa gadis itu menuju kesebuah bangku paling belakang di kelasnya. Ghiffa berjalan dengan dahi berkerut melihat para sahabatnya sudah berkumpul di satu meja yang sama. Sepertinya mereka tengah terfokus kepada sesuatu yang ada dimeja tersebut, karena mereka ada yang duduk dan ada yang berdiri mengelilingi meja tersebut.
"Ngapain?"
"Anjir."
"Ghiffa, lo mah bikin kaget aja sih."
Ghiffa hanya tersenyum kecil mendengar gerutuan yang terlontar oleh Darwin dan Marsya secara bergantian. Dua orang itu memang tengah berdiri membelakangi Ghiffa.
"Kalian lagi ngapain, tumben ngumpul gini?" Tanya Ghiffa penasaran dan mencoba melirik kesebuah layar laptop yang ada dimeja tersebut.
"AARRGGHH."
Para sahabat Ghiffa tertawa kencang mendengar teriakan Ghiffa yang melengking dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Sementara teman-teman sekelas yang lainnya nampak menatap bingung kearah Ghiffa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ghiffanya Levin [ SELESAI ]
Teen FictionJudul lama : "CINTA dalam PERSEGI" [ BELUM PERNAH REVISI ] Aku tidak menyukai posisi ini, dimana aku mencintai kamu sedangkan kamu mencintai dia, dan dia justru mencintainya. Disini aku merasa menjadi orang bodoh •~°~•Ghiffanya Laurin Genova Kesalah...