Selimut (A)

136 9 0
                                    

HAMPIR saya menyerah pada negeri ini. Semenjak Indonesia merdeka beberapa tahun silam, nampaknya banyak manusia berotak picik berusaha menggerogoti kekayaan bumi pertiwi demi nafsu yang tiada henti.

Dari kaum atas hingga tatanan masyarakat bawah, selalu saja ada manusia tamak yang berusaha mengumpulkan harta benda yang didapat dari hasil kotor.

Kaum atas tentu saja menjelma menjadi sosok baik hati yang pandai menebar senyum terbaiknya menutupi perangai busuk dalam wujud pamflet atau baliho besar yang terpampang di denyut jantung ruas jalan beberapa kota.

Mereka menguasai sebagian besar proyek pembangunan dipenjuru negeri, alih-alih membangun bangsa, katanya. Padahal perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan juga masih satu keluarga nenek moyang. Ck, meraup keuntungan bergelimang demi masuk dalam jajaran kaum sosialita.

Tidak hanya proyek pembangunan bersekala besar, mereka juga menggerogoti dari sektor pangan. Persediaan beras, jagung, bawang merah, bawang putih, cabai, dan segala macam bumbu rempah serta bahan pokok itu juga masih ada dalam daftar permainan petinggi. Ya, ini membicarakan ranah kaum atas (diluar tokoh-tokoh pamflet-- importir, pengusaha yang memiliki modal besar, dsb) maupun penguasa yang terlibat kongkalikong dengan pihak yang disebut tadi. Nasib kita di tangan penguasa itu ada benarnya juga.

Paling mengerikan yang dikuasai mereka adalah Media Massa. Kita - - - kaum bawah di sudut kota tanpa sadar sering menjadi korban atas berita yang disampaikan. Menggiring kita untuk berpihak pada golongan mana. Hal ini mengakibatkan adu mulut yang tidak jarang menimbulkan pertikaian. Hubungan rasa kasih sayang yang harusnya bisa menguatkan kita musnah begitu saja demi mendukung mereka yang punya kepentingan nafsu duniawi.

Sementara kaum yang menguasai kepemilikan Media Massa tentu saja tertawa gembira karena banyak yang terfokus pada saluran mereka, sehingga menaikan rating acara, dan dengan begitu semakin banyak produsen yang ingin memasarkan produknya pada acara tersebut lewat siaran iklan.

Bergerak menuju strata bawah, ada beberapa manusia yang dengan otot kuat tapi otak kosong mencoba mencari peruntungan dengan meminta imbalan-- alasan; Uang Keamanan/ Jatah Wilayah Kekuasaan-- helloooo? Emang ini tanah milik nenek moyang lo, iya?

Manusia jenis ini seringkali kita temui di beberapa lahan yang ramai orang berniaga, tahu kan? Mereka memanfaatkan kebaikan dari pihak pembuka usaha untuk mendapatkan gaji buta.

Saat kamu tertidur pulas diatas kasur kapukmu yang begitu nyaman, ada beberapa orang yang sedang menikmati hasil dari pekerjaan kotor di mall atau cafe atau meja judi sambil tertawa lepas tanpa mempertimbangkan ribuan atau bahkan jutaan orang terjaga di malam hari dalam keadaan perut kosong dan mempertanyakan; Apa masih ada hari esok untuk saya?

Duh, banyak sekali masalah sosial di negeri tercinta ini, ya? Apa sudah cukup membuatmu ingin angkat kaki dari negeri ini?

Atau...

Mulai sadar memperbaiki kualitas diri serta berusaha membangun keadilan di bumi pertiwi ?

Jangan biarkan selimut menghangatkan mu sampai membuat lupa bahwa keadilan sosial adalah tanggung jawab kita semua.





DI BAWAH SELIMUT KEDAMAIAN PALSU
Karya: Wiji Thukul

Apa guna punya ilmu kalau hanya untuk mengibuli?

Apa gunanya banyak baca buku kalau mulut kau bungkam melulu?

Di mana-mana moncong senjata berdiri gagah kongkalikong dengan kaum cukong di desa-desa
rakyat dipaksa menjual tanah

tapi, tapi, tapi, tapi dengan harga murah

Apa guna banyak baca buku kalau mulut kau bungkam melulu?

3 Juni 2018.

INTERPRETASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang