Sepuluh

347 39 4
                                    

Sebenarnya author mau updatenya nanti pas malam takbiran. Tapi dikarenakan satu hal, jadi updatenya sekarang aja ya. Jangan lupa vote + commentnya ya.

Selamat hari Raya idul Fitri 🎉
Author mengucapkan mohon maaf lahir dan batin.

———

Lisa meregangkan otot - ototnya ketika mereka sudah sampai dipantai tujuan. Mereka sampai disana saat matahari sudah hampir tenggelam. Dan saat seperti inilah waktu yang disukai oleh Lisa. Melihat matahari sebesar itu hilang lenyap ditelan oleh bumi. Pancaran sinarnya yang terang sudah hilang bergantikan gelapnya malam.

Lisa mengambil duduk disamping Bryan. Ia menaruh kepalanya pada bahu Bryan. Pria itu tidak diam, tangannya mengusap kepala Lisa dengan lembut. Hingga membuat gadis itu nyaman dan memejamkan matanya.

"Lis," Panggil Bryan.
"Hmm. "
"Gue mau lo janji satu hal sama gue."
Lisa mengangkat kepalanya dari bahu Bryan. Memutar pandangan kearah pria itu. Ia dapat melihat, tatapan pria itu berubah menjadi serius.
"Gue mau lo janji ke gue kalau lo gak bakal ninggalin gue, " lanjut Bryan.
Lisa mengangguk.

"Lo janji ke gue, kalau apapun masalah lo. Lo harus cerita ke gue. "
Lisa kembali mengangguk.
"Lo bisa janji itu ke gue? " Tanya Bryan memastikan.
Lagi - lagi Lisa hanya mengangguk. Bryan menarik kepala gadis itu untuk kembali bersandar pada pundaknya.

"Tapi apa alasannya? " Kini Lisa mulai membuka suara.
"Karena gue sayang sama lo. "
Lisa menarik kepalanya dari bahu Bryan kembali.
"Gue juga sayang sama lo kok. Karena lo itu sahabat terbaik gue. "

Bryan menegang ditempat. Apa yang ia takutkan selama ini menjadi nyata. Gadis yang ia cintai bahkan hanya menganggapnya seorang sahabat semata.
Tapi gue sayang lo itu lebih, Lis. Bukan cuma sebagai sahabat. Tapi seperti layaknya sayang seorang pria pada wanitanya.

***

Lisa melambaikan tangan ketika Bryan kembali melajukan motornya meninggalkan rumahnya. Gadis itu merapikan rambutnya yang sempat berantakan karena tertiup angin. Ia menatap sebuah motor yang tak asing baginya terparkir didepan rumahnya. Dengan rasa penasaran, Lisa memasuki rumahnya.

Benar bukan. Jika motor itu tidak asing baginya. Karena ia sudah beberapa kali menaiki motor itu. Motor milik Bian. Pria itu tengah terduduk disofa rumahnya ditemani sang adik.

"Bang! Ayo serbu kedepan. Bentar lagi menang ini! " Teriak Samuel dengan antusias.
Lisa mengacuhkan kedua laki - laki itu. Ia berjalan masuk menuju kamarnya.
"Lis, buatin minum dong. Haus nih! " Teriak Bian.

Lisa mendengus, "lo pikir ini hotel! "
"Kak, buatin napa. Gue sekalian ya! " Timpal Samuel.
Lisa menggenggam tangannya disamping tubuhnya. Ia menahan amarahnya. Jika saja moodnya tidak baik hari ini, mungkin ia sudah melempar panci kearah dua pria itu.

"Bang itu musuh kita curang banget! Gue dikepung! " Ucap Samuel. Ia menghentakkan tubuhnya kesofa.
"Lo aja yang bego mainnya! " Balas Bian cuek.
Samuel hanya melirik pria disampingnya. Hingga akhirnya terdengar suara rintihan dari Bian. Karena pria itu menginjak kaki teman kakaknya itu.
"Sialan! " Umpat Bian.

"Lo ngomong apa sama adik gue tadi?! " Ucap Lisa yang keluar dari dalam rumah dengan membawa nampan berisikan minuman dan cemilan. Gadis itu juga sudah berganti baju.

Tidak ada balasan dari Bian. Pria itu malah mencomot cemilan yang dibawa Lisa. Sebelum akhirnya berteriak bersamaan dengan Samuel adiknya.
"Yey.. Menang! "
Lisa mendengus, ia memakan cemilan yang ia bawa tadi sembari menonton acara tv.

Bian menoleh kearah gadis disamping Samuel itu. Gadis itu dengan santainya merebahkan diri diatas sofa. Dengan kaki ia sandarkan pada bantalan sofa. Dan kepalanya diletakkan pada paha adiknya.

"Kak. Minggir deh. Gue mau kekamar mandi, " ucap Samuel. Ia mencoba menggeser kepala kakaknya yang ada dipahanya. Tidak ada respon dari Lisa.
"Pantes! Udah ngorok dianya, " lanjut Samuel setelah mengetahui keadaan Lisa yang matanya tertutup.

Sudut bibir Bian terangkat. Ia menatap wajah gadis itu yang terlihat tenang ketika tidur.
"Sial! Gue udah kebelet lagi. " Samuel hendak berdiri, tapi tertahan oleh Bian. Pria itu menopang kepala Lisa dengan hati - hati. Takut membangunkan gadis itu.

"Pelan - pelan. Jangan bikin dia bangun, " lirih Bian.
Samuel mengangguk. Ia menggeser tubuhnya pelan. Hingga akhirnya ia berhasil menyingkirkan kepala kakakya dari pahanya tanpa membangunkan kakaknya.

Bian menggantikan posisi Samuel tadi. Ia membiarkan pahanya itu sebagai tumpuan kepala Lisa. Ia memperhatikan wajah Lisa yang ada dibawahnya. Terlihat tenang. Senyumannya kembali terangkat. Kali ini lebih lebar.

"Lo kalau tidur kayak gini. Gak kelihatan galaknya, " lirihnya. Ucapannya itu membuat dirinya tersenyum sendiri.

"Bang, lo suka ya sama kakak gue? " Tanya Samuel yang tiba - tiba sudah kembali ketempat duduknya.

Bian menoleh, "anak kecil ikut - ikut aja lo! " Ucap Bian sinis.
"Nenek lo kapan baliknya?  Gak enak gue kalau beliau tau posisi gue sama Lisa sekarang. "
Samuel melirik jam diatasnya, "dua puluh menitan lagi kayaknya. "

Bian menyingkirkan kepala Lisa dari pahanya. Gadis itu sedikit menggeliat sebelum akhirnya kembali tertidur.
"Biar gue gendong dia kekamar. "

Samuel langsung menatap Bian dengan tajam.
"Gak usah mikir macam - macam. Kalau lo gak percaya sama gue. Lo boleh ikutin gue, " ucap Bian.

"Didalam nanti belok kekanan. Yang pintunya tulisannya 'Lisa's Area'," jelas Samuel.
Bian mengangguk. Ia bersiap untuk menggendong Lisa menuju kamar gadis itu.
"Kecil - kecil gini, lo lumayan berat juga. " Lirih Bian.

Bian meletakkan tubuh Lisa dengan hati - hati. Takut jika akan membangunkan gadis itu. Setelah meletakkan Lisa dikamarnya, Bian kembali kedepan. Menemui Samuel.
"Muel, gue balik ya. Udah malem. Nanti kalau nenek lo pulang. Titipin salam gue buat dia ya. " Pamit Bian.
Dan diwajab anggukan oleh Samuel.

***

Lisa menatap pria yang tengah menyalin tulisan dipapan tulis dengan teliti. Dalam otaknya masih ada banyak pertanyaan yang ingin ia lontarkan pada pria itu. Bagaimana cara dirinya berada dikamarnya selamam. Terakhir, ia ingat jika dirinya tertidur disofa depan. Tapi kenapa ketika ia membuka matanya dipagi hari, ia mendapatkan dirinya tertidur diranjang miliknya. Mungkinkah Bian melakukan itu?

Lisa menggeleng, menepis semua kemungkinan yang bersaranf diotaknya.
Mungkin aja Samuel yang mindahin gue, batin Lisa mantap.

Tanpa ia sadari, pria yang sedari ia pandangi menoleh kearahnya.
"Kenapa?  Lo bingung kenapa tiba - tiba lo ada dikamar? "
Ucapan Bian yang tiba - tiba tadi berhasil membuat Lisa menoleh dengan mata melotot.

Bagaimana dia bisa tau?
"Jangan lo pikir adik lo yang mindahin. Karena memang enggak, " lanjut Bian.
"Dan itu gue. "
Mendengar perkataan Bian tadi, membuat ia menegang ditempat.

Mungkin cuma dia ngerasa kasihan lihat gue tidur disofa selamam, batin Lisa meyakinkan.
Gak mungkin kan kalau dia suka sama gue, lanjut Lisa membatin.

Bian masih menatap kearah Lisa. Ia tau jika gadis itu tengah berdebat dengan batinnya.
"Ya! Lo benar!  Karena gue suka sama lo. Gak salah kan? "
Lisa menoleh dengan tatapan tajamnya kembali kearah Bian.

"Jangan suka sama gue! Jangan berharap sama gue!  Karena gue yakin, gue gak bisa bales perasaan lo!"
Bian tersenyum menanggapi ucapan Lisa tadi. Ia mendekat kearah Lisa. Mendekat ketelinga gadis itu.
"Entah kenapa gue yakin kalau lo bakal bales perasaan gue, " Bian menarik kembali badannya menjauhi Lisa.

"Meskipun gue gak yakin itu kapan, " lanjutnya.

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang