Duapuluh

216 38 4
                                    

"Gue mau kita berkomitmen. "
Mata Lisa membulat, ia melepaskan tangan Bian dari lehernya.
"Maksud lo? " Tanya Lisa.
"Gue mau kita punya komitmen. Ya walaupun gue belum bisa beri lo status yang pasti. Kita cuma butuh komitmen, itu yang gue mau, " jelas Bian.

Alis Lisa menaut, ia tidak menghadap kearah pria itu. Dirinya masih bergulat dengan fikirannya.
"Apa untungnya buat gue? " Tanya Lisa kembali.
Bian sejenak berfikir, ia mengayunkan kembali ayunan itu.
"Lo akan dapet hati gue, " ucapnya.
"Itu doang?  Sekarang aja gue udah dapet hati lo. "

Bian terkekeh, "lo belum dapet hati gue sepenuhnya. Lo cuma udah punya tempat dihati gue. "
Lisa ikut terkekeh mendengar ucapan Bian tadi. Ia menengadahkan kepalanya, "setidaknya gue udah dapetin itu. "

Bian menurunkan tubuhnya, mencium pucuk kepala Lisa.
"Lisa yang gue kenal udah gak jadi jutek lagi, " lirihnya.
Saking terkejutnya dengan Bian yang tiba - tiba menciumnya itu, ia menghentikan ayunan itu dengan kakinya.
"Kenapa? " Tanya Bian.
"Lo nyium gue. "

Bian tersenyum, ia menarik pundak Lisa untuk berdiri. Membawa tubuh gadis itu kedalam pelukannya.
"Biasain ya sayang. "
Lisa terkekeh sebelum akhirnya mencubit pinggang Bian.

Sementara dua insan itu berpelukan. Hujan mengguyur dengan derasnya di Kota Bandung. Bian membawa Lisa untuk berlari memasuki rumah itu kembali. Ia menatap derasnya hujan uang turun. Kemudian beralih pada gadis disampingnya itu.
"Kayaknya kita gak bakal bisa pulang deh, " ucap Bian.

Gadis itu menoleh kearah pria disampingnya dengan alis menaut.
"Maksud lo? "
Bian mengerdikkan bahunya, "kita nginep disini ya malam ini. Hujannya deres banget. Gak memungkinkan buat pulang malam ini. "

Lisa memberi tatapan tajam kearah Bian. Bian langsung menggoyangkan tangannya didepan dadanya.
"Bukan gitu maksud gue Lis. Udah yuk. Masuk dulu, dingin. " Ajak Bian.

Mereka terduduk di sofa ruang tamu. Bian meluruskan kakinya pada sofa, memenuhi tempat hingga membuat gadis itu hanya mendapatkan sedikit tempat. Lisa mendorong kaki Bian.
"Geser Bi. Gue gak dapet tempat ini! "

Pria itu tersenyum sebelum akhirnya menggeser kakinya sedikit untuk memberi Lisa ruang. Ia bangun dari duduknya dan beranjak masuk.
"Mau kemana? " Tanya Lisa.
"Mandi. Mau ikut? " Tanya Bian dengan mengedipkan sebelah matanya.
Lisa mendengus ketika melihat sikap pria itu.

Marida menghampiri Lisa dengan membawa setelan baju untuk gadia itu. Ia mengulurkannya pada Lisa.
"Bersihkan badanmu. Ada kamar mandi didekat kamar tamu, " ucap Marida.
Lisa mengambil setelan itu dan berterimakasih pada nenek Bian.

***

Setelah makan malam, mereka berdua terduduk di depan sofa ruang tv. Sedangkan sang nenek kini sudah berada dikamarnya, ia mengatakan jika sedang tidak enak badan dan memilih tidur cepat.

Lisa terduduk disofa dengan santainya. Setidaknya ia sudah lebih bersih setelah mandi dan berganti dengan pakaian Bian yang ada disini. Meskipun terlihat kebesaran, setidaknya itu adalah pakaian yang menghangatkannya saat hujan seperti ini.

Telunjuk Bian menyentuh pipi kiri Lisa, membuat gadis itu menoleh karena terkejut.
"Baju siapa yang kamu pakai itu nona? " Tanya Bian menggoda.
Lisa menunduk, memperhatikan baju yang ia kenakan. Telunjukkan menyentuh pipi kiri Bian yang berlesung pipit.
"Tak tau. Tapi ini nyaman, " balas Lisa dengan senyumannya.

Bian tersenyum, "tentu saja kamu tau sayang. " Ia menjatuhkan kepalanya pada paha Lisa dan merebut remot tv yang digenggam gadis itu.
Lisa menegang, ia terdiam sejenak. Sebelum akhirnya ia tersadar dari keadaan. Ia mencoba menggeser tubuh Bian, tapi pria itu tidak bergerak sama sekali.

"Minggir Bi. Nanti kalau nenek lo tau, gue bakal dicap jelek nantinya. " Ucap Lisa.
Bian memutar tubuhnya untuk menatap Lisa. Tangannya terulur untuk membelai pipi Lisa yang sedikit tembem. Mencubitnya perlahan.
"Dia sudah suka sama kamu, " tiba - tiba suara Bian menjadi melembut.

"Oh iya. Kamu, bukan lo. Oke? " Lanjutnya dengan mengusap pipi gadis itu lagi. Ia bangun dari tidurnya.
"Ayo tidur. "
Lisa membulatkan matanya, "tidur? "
"Hahaha... " pria itu tertawa dengan lebarnya. Ia mengusap kepala Lisa beberapa kali. Menurunkan tingginya agar sejajar dengan gadis itu. Tangannya bertumpu pada sofa. Wajahnya sangat dekat dengan Lisa. Bahkan mereka bisa bertukar udara yang sama.

Bian tidak bisa menyembunyikan senyumannya lagi. Melihat wajah Lisa yang memerah saat ini, membuat gadis itu semakin menggemaskan dimatanya. Tangannya terulur untuk menyingkirkan anak rambut Lisa yang sedari tadi mengganggu pandangannya. Menyelipkannya dibalik telinga gadis itu.

"Apa yang kamu pikirkan sayang? " Tanyanya dengan suara yang melembut.
Bian brengsek!  Menyingkir dari hadapan gue brengsek. Ini gak baik buat kesehatan jantung gue!

Tanganya kembali membelai wajah Lisa. Dimulai dari mata, hidung hingga berakhir dibibir. Ia membelainya dengan sangat lembut. Menyalurkan sengatan listrik ketubuh Lisa. Hanya dengan ujung jarinya saja membuat gadis itu bisa membeku dibuatnya.

"Jangan mengumpat didepan ku sayang," lirih Bian.
Lisa membelalakkan matanya. Ia melakukan itu karena terkejut bahwa pria itu bisa membaca fikirannya.
"Lo bisa baca pikiran gue? " Tanya Lisa spontan.

Cup!
Bian mencium pipi kanan gadis itu. Lagi - lagi berhasil membuat sengatan yang hebat menjalar ketubuh Lisa. Tidak ada penolakan dari gadis itu. Bahkan tubuhnya menginginkan sentuhan Bian lagi pada wajahnya. Eh!

Bian menampilkan seringaiannya. Ia mengusap bibir bawah Lisa kembali.
"Kamu Lis. Jangan lo - gue. Ini hukuman. Lain kali yang ini! " Ucapnya sebelum berdiri dan memasuki kamarnya.

Lisa menghela nafasnya ketika melihat pria itu menghilang dibalik pintu berwarna coklat itu. Ia mengatur nafasnya yang memburu. Tangannya terulur untuk memegang pipi bekas ciuman pria itu.
"Bian brengsek! " Umatnya.

***

Pagi ini adalah akhir pekan. Mereka akan pulang dari rumah nenek Bian. Mereka berpamitan sebelum meninggalkan rumah itu. Masih ada kecanggungan dari dalam diri Lisa. Tapi sepertinya tidak bagi Bian. Pria itu masih dengan mudahnya mengurai senyuman pada Lisa. Sedangkan gadis yang mendapat senyuman itu tentu saja tengah berperang denan detak jantungnya. Mencoba untuk mengatur detak jantung itu supaya Bian tidak bisa mendengarnya.

"Nek, Bian pulang dulu. " Pamitnya sebelum akhirnya melajukan motornya meninggalkan rumah itu.

Tidak ada obrolan setelah ini. Lisa hanya menatap jalanan yang ramai teratur. Ia menikmati hembusan angin yang menerpa rambutnya. Hingga sebuah tangan yang menggenggamnya membuatnya terkejut.

Lisa melirik kearah tangannya. Dimana sebuah tangan yang lebih besar dari miliknya menggenggamnya. Menyalurkan kehangatan. Lisa menarik senyumnya ketika pria itu menarik tangannya untuk berada dipinggang Bian. Memeluknya dari belakang. Berjaga agar gadis itu tidak jatuh.

"Pegangan. Aku gak mau kamu terluka, " lirih Bian dibalik helmnya.
Lisa menarik senyumannya. Ia menyenderkan kepalanya pada punggung Bian.

Gue sayang lo, Bi!

———

Pada baper gak?  Pada ngarepin adegan yang lebih ya? Mau request adegan gimana ini?  Jangan lupa vote + comment.

Kudus, 27 Juni 2018

Wlnd0511

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang