Sembilanbelas

213 38 5
                                    

Sudah hampir seminggu Lisa mendiami Bian. Ia bahkan langsung pergi keluar kelas ketika mendengar bel. Sebisa mungkin ia tidak bertemu dengan pria itu. Hal itu akan semakin cepat pula ia kehilangan perasaan yang sudah ia ketahui beberapa hari lalu. Setidaknya perasaan itu harus lenyap.

Lisa meninggalkan kelasnya, tidak memperdulikan Bian yang memanggilnya. Ia terpaksa menghentikan langkahnya ketika pria itu menahan lengannya.
"Kayaknya kita perlu bicara, Lis. " Ucap Bian.

Lisa menghela nafasnya. "Gak ada lagi yang perlu dibicarain Bi, "balasnya tanpa menoleh sedikitpun kearah Bian.
"Lis, gue mohon. Itu cuma salah paham. "

Lisa menghirup udara dalam - dalam, kemudian menghembuskannya. Ia melepaskan tangan Bian dari lengannya dengan perlahan.
"Kalau lo mau deketin gue, setidaknya lo itu gak lagi punya komitmen sama cewek lain. "
Ia berlalu meninggalkan pria itu sendiri. Bian meremas rambutnya frustasi.

"Dia mantan gue, Lis. Gue gak ada hubungan apa - apa lagi sama dia. Gue juga gak punya perasaan lagi sama dia. Apa lagi punya komitmen sama dia. Karena gue sekarang itu sayang sama lo. Itu yang mau gue omongin ke lo, Lis! " lirihnya menatap punggung gadis itu yang mulai menjauh.

Sebuah tepukan pada pundaknya, ia menoleh sedikit.
"Sabar, Bi. " Ucap Doni menyemangati temannya itu.
Bian mengangguk.
"Karena lo kurang berjuangnya, Bi. Jangan jadi pengecut. Kejar dia, kalau gak sahabatnya Lisa yang ada di kelas sebelah bakal ambil tindakan, " timpal Jennie yang berada disamping Doni.

Alis Bian menaut, "maksud lo? "
Jennie tersenyum, "lihat aja nanti. Kalau lo sampai bikin Lisa sedih lagi. Bryan pasti bakal maju paling depan buat lindungi si Lisa.."
Bian masih belum paham dengan apa yang Jennie katakan tadi.
"Bryan?" Ulangnya.
Jennie berlalu begitu saja bersama Doni, gadis berambut panjang itu berhenti sejenak disamping bahu Bian. Menepuknya pelan, "semangat, Bi. "

Bian belum mengubah posisinya, ia berfikir sejenak dengan apa yang Jennie ucapkan padanya tadi.
"Bryan? "
"Woi.. Sob! " Teriak seseorang yang tiba - tiba sudah berada disampingnya.

Bian menatap pria itu dengan malas, "lo lagi. Mau apa lagi sih?! "
Pria itu tertawa sejenak, "gue lihat - lihat sekarang Lisa lagi ngejauhin lo ya? Bagus deh kalau kayak gitu. Jadi gue bisa deketin Lisa lagi. " Ia mengakhiri ucapannya dengan seringaian.

Bian maju beberapa langkah, membisikkan sesuatu pada telinga pria bernama Nathan itu.
"Dia gak bakal masuk pada lubang yang sama kalau dia udah tau gimana nanti akhirnya. " Ia menyeringai pada akhir kalimat tersebut. Bian meninggalkan pria itu sendiri.

"Selamat nangis - nangis sob! " Teriak Bian.
Nathan mengepalkan tangannya disamping tubuhnya. Jika bukan karena ini disekolah, mungkin pria itu sudah memukul Bian ditempat.
"Brengsek lo! " Umpatnya.

***

"Lo dari mana aja sih Bry? " Tanya Lisa ketika melihat Bryan yang baru memasuki kantin. Sudah beberapa menit yanh lalu ia menunggu pria itu dikantin sendirian.
Bryan mengusap rambut Lisa pelan, "maaf. Tadi disuruh sama gue buat ngumpulin tugas di kantor. Udah pesen? "
Lisa menggeleng. Bryan segera bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja penjual untuk memesan beberapa makanan untuk Lisa.

Gadis itu menatap punggung tegap Bryan yang berjalan menjauhinya.
"Kalau aja gue bisa buka hati gue buat lo Bry, " lirihnya.

"Lis, " panggil seseorang.
Lisa menoleh kearah sumber suara. Matanya menajam. Tapi ia segera memutuskan tatapannya itu.
Setidaknya dia pernah bikin gue bahagia meskipun akhirnya menyakiti.

"Boleh gue duduk disini? " Tanya Bian.
Lisa mengangguk.
"Gue mau jelasin semuanya Lis, " lirih Bian. Ia tidak berani untuk menatap mata gadis itu.
"Jelasin. "
Bian mengangkat kepalanya, ia menatap tak percaya pada Lisa. Tangannya terulur untuk menggenggam tangan gadis itu.

"Maaf, waktu itu gue nyuekin lo. Bahkan gue gak tau kalau lo pergi dari tempat lo, " Bian menarik nafasnya.
"Namanya Cinta. Dia mantan gue satu tahun lalu. Dia pindah dari ke Australia buat tunangan sama orang yang bakal nyelametin perusahaan papanya. Gue udah gak punya hubungan apa - apa sama dia Lis. Percaya sama gue. Karena gue itu sayang sama lo Lis. Gue serius soal itu. " Ucap Bian meyakinkan.

Lisa mengangguk, "gue maafin. "
Mata Bian berbinar - binar mendengarkan kata - kata Lisa. Tangannya menggenggam tangan kecil milik Lisa.
"Gue sayang sama lo Lis, " lirihnya kembali.
"Jijik! "

***

Bryan kembali kemeja tempat Lisa berada tadi. Ia meletakkan makanan itu dimeja dan memakannya tanpa bersuara.
"Lo kenapa Bry? " Tanya Lisa.
Pria itu hanya menggeleng. Ia melanjutkan makannya kembali.

Lisa menatap pria didepannya itu dengan heran. Tidak seperti biasanya Bryan bersikap seperti ini pada Lisa.
Apa gue punya salah sama dia ya? 

Ponselnya berdering, sebuah pesan ia terima dari Bian. Senyumnya mengembang, tidak terlalu lebar tapi ketara jika dilihat.

From: Bian

Pulang sekolah kita jalan yuk. I love u, Lis.

Hanya sebuah pesan singkat yang ia terima dari pria itu. Tapi berhasil membuat dirinya begitu senangnya. Lisa tersadar, ia mengalihkan pandangannya pada Bryan didepannya.
"Udah masuk. Gue balik kelas dulu." Pamit pria itu.

Belum sempat Lisa menahan pria itu, ia sudah pergi begitu saja. Ia menatap sahabatnya itu dengan raut wajah heran.
"Dia kenapa? "

***

Bian membawa gadis itu kerumah kecil yang berada disebuah desa yang sangat asri. Lisa turun dari motor pria itu.
"Kita dimana? " Tanya Lisa.
"Dirumah dimana malaikat gue tinggal. "
Alis Lisa menaut, ia mengekori Bian yang berjalan didepannya.

"Nenek!! Bi datang! " Teriaknya ketika membuka pintu berwarna putih itu.
Tak lama seorang wanita paruh baya keluar dengan masih menggunakan celmek ditubuhnya. Ia langsung berhambur pada pelukan sang cucu. Meredam kerinduan dalam dadanya.

Marida, sang nenek melepaskan pelukannya. Ia memukuli cucunya dengan tangan keriput miliknya.
"Cucu nakal. Kenapa baru kesini ha! " Ucapnya disela - sela pukulan itu.

Bian menghindar sebisa mungkin.
"Ampun nek. Bian kesini mau kenalin nenek sama seseorang. "
Marida menghentikan pukulannya. Ia mengintip dibalik punggung tegap Bian. Wanita paruh baya itu menatap Lisa dengan senyuman mengembang. Ia menggeser tubuh Bian dari hadapannya untuk lebih jelas melihat Lisa.

"Nama kamu siapa cantik? " Tanya Marida dengan lembut.
"Saya Lisa nek, " balas Lisa dengan mengulurkan tangannya.
Marida menggiring Lisa untuk memasuki istana kecilnya itu. Ia menyuruh Lisa untuk duduk disofa miliknya.
"Kamu belum makan ya?  Biar nenek siapin makanannya sebentar. "

Bian mendengus mendengar ucapan neneknya itu.
"Sebenarnya cucu nenek itu Bian atau Lisa sih! " Ucap Bian tak terima.
"Tentu saja Lisa. Nenek itu cucunya sopan, gak kayak kamu yang urakan!" Balas Marida.
"Jangan dengarkan dia Lisa. Dia hanya iri. Ayo ikut nenek ke dapur," ajak Marida.
Lisa hanya mengangguk.

***

Lisa terduduk diayunan depan rumah Marida. Ia menggerak - gerakkan kakinya. Sebuah jaket jatuh dipundaknya.
"Udah mau malam loh Lis. Kita pulang kapan? " Tanya Bian.

Gadis itu menoleh, mengeratkan jaket yang Bian berikan padanya.
"Sebentar lagi. Gue masih pengen menikmati tempat ini. Sejuk gue suka. Makasih ya Bi udah ajakin gue kesini."

Bian menghentikan mendorong ayunan dari belakang. Tangannya memeluk leher Lisa dari belakang. Menyalurkan kehangatan.
"Lo tau kan kalau gue itu sayang sama lo? " Tanya Bian.
Lisa mengangguk, "lo udah bilang kayak gitu ratusan kali. "

Bain terkekeh. "Gue serius soal itu Lis."
Lisa hanya berdehem.
"Gue pernah takut buat berkomitmen lagi. Tapi sama lo gue udah gak takut buat berkomitmen. "

Lisa menengadahkan kepalanya. Menatap wajah Bian. Selalu tampan.
"Terus? " Tanya Lisa.
Bian mempererat pelukannya pada gadis itu.
"Gue mau kita berkomitmen. "

———

Ya!!!  Saya baper sendiri buatnya.. Apalagi waktu Bian meluk Lisa dari belakang itu... Jadi pengen*eh. Selamat membaca ya. Jangan lupa vote + comment. Tinggalkan jejak ya. Jangan lupa juga follow akun saya. Makasih.

Kudus, 26 Juni 2018

Wlnd0511

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang