Tiga Puluh Tiga

243 32 1
                                    

Cinta bukan sebuah permainan rasa.

###

LISA POV

satu hal yang menjadi alasan keberadaanku sekarang. Seorang pria bodoh yang terakhir kali memberiku setangkai bunga itu. Gila! Singkirkan kata terakhir pada kalimat sebelumnya. Ini bukan terakhir. Mungkin ini akan menjadi awal yang baru.

Telapak tanganku bahkan sudah berkeringat sejak aku memasuki pesawat. Kertas yang aku pegang tadi terasa sedikit dingin karena keringat ditangan. Dalam hati aku terus merapalkan doa. Berdoa jika tidak akan ada kata terakhir setelah ini.

Aku menutup mataku. Ingatan sembilan tahun lalu kembali berputar diotakku. Bukan karena hal sepele itu. Tapi ini tentang malam perpisahan dulu. Jujur saja aku tidak ingin mengingat itu kembali. Sejujurnya ini hanya aku, dia dan Tuhan yang tau. Bahkan seorang Bryan pun tidak tau akan hal ini.

Sembilan tahun lalu,
Bian hanya menatap punggung Lisa yang mulai menjauhinya.
"Aku sayang kamu, Lis. Sangat menyayangimu. " Lirihnya.

Bian memejamkan matanya sekilas. Tiupan angin membelai wajahnya. Seakan menyadarkannya dari apa yang terjadi. Hatinya terketuk untuk mengejar Lisa. Menarik gadis itu kedalam pelukannya. Ingin! Tapi raganya seakan tertahan untuk melakukan itu.

Bian memutuskan pilihannya. Ia mengejar Lisa yang tidak jauh didepannya. Menarik gadis itu kedalam pelukannya. Ia terus merapalkan kata maaf.
"Maaf, aku sayang kamu. " Bisiknya.

Lisa cukup terkejut dengan pelukan itu. Hingga ia tersadar oleh suara milik Bian. Dia adalah orang yang memeluknya. Air mata itu perlahan mulai meluncur dibalik lipatan mata Lisa. Ia semakin mengeratkann pelukannya. Menumpahkan segala kerinduan yang ada selama ini.

Lisa melepaskan pelukannya. Menatap manik mata Bian yang indah itu. Tangannya terulur untuk membelai wajah Bian.
"Aku sayang sama kamu, " lirihnya.

Bian menarik senyumnya ketika mendengat kejujuran orang tersayangnya itu. Ia kembali menarik Lisa kedalam pelukannya. Mengecup pucuk kepala Lisa lama.

Masih teringat jelas dipikiranku saat itu. Ketika kami mulai bersama kembali. Melanjutkan komitmen yang awalnya sudah hampir hancur karena keegoisan sepihak. Waktu berlalu bergitu saja. Hingga terselesailah ujian nasional kami. Hingga saat malam itu datang. Malam terburuk dalam sejarah hidupku.

"Kamu tau apa yang membuat aku bahagia? " Tanya Bian dengan menyingkirkan anak rambut Lisa.
Lisa menggeleng, ia kembali mengikuti alunan musik dansa. Tangannya ia letakkan pada pinggang Bian. Tangan pria itu juga ia letakkan pada pinggang Lisa. Membuat jarak antara mereka sangat intim.

Telunjuk Bian menyentuh ujung hidung Lisa.
"Kamu adalah satu kebahagiaan yang Tuhan kirim buat aku. "
Lisa menarik senyumannya ketika mendengar penuturan prianya itu.

Bian kembali menyingkirkan anak rambut Lisa yang tertiup oleh angin karena mereka berada diatap. Sebuah tempat yang sangat pas untuk mereka yang tengah memadu kasih. Samar - samar musik mengiringi dansa mereka.

Ponsel Bian berbunyi. Ia terpaksa melepaskan kaitan tangannya pada pinggang Lisa. Merogoh sakunya, mengambil benda pipih itu.

"Aku angkat telfon dulu ya, " pamitnya. Lisa mengangguk. Ia menatap Bian yang mulai menjauh darinya. Bahkan pria itu menghilang dibalik pintu penghubung.

"Gue sayang sama dia. Taruhan kita udah kelar saat itu juga! "
Samar - samar Lisa mendengar suara teriakan Bian meskipun pria itu berada dibalik pintu, tapi masih dapat didengarnya dengan cukup keras.

Lisa mendekat kearah pintu itu. Ia ingin membuka pintu tersebut tapi tertahan oleh perkataan Bian selanjutnya.
"Taruhan konyol yang buat gue terjebak sama cewek itu. Dan sekarang jangan ingetin gue tentang taruhan itu lagi. Gue mabuk saat itu!  Lo tau Han!"

Mata Lisa membelalak ketika mendenngar ucapan Bian tadi. Taruhan apa yang Bian maksud?  Mabuk? Cewek?  Apa mungkin saat Bian pernah menabraknya dulu?  Ia tau persis jika saat itu Bian dalam keadaan mabuk.

Pelan - pelan ia buka pintu itu. Membuat Bian sedikit terkejut hingga reflek langsung menutup telfon.
"Maksudnya apa Bi? " Tanya Lisa memastikan.

"Itu gak seperti yang kamu dengar Lis," elaknya. Ia mencoba untuk meraih tangan Lisa, tapi gadis itu menghindar.

"Jelasin karena aku udah dengar semuanya. "

Bian memarik nafasnya.
"Waktu pertemuan pertama kita dulu, sebelumnya aku taruhan sama temen aku. Aku bakal dapetin cewek yang pertama kali aku temui, " jelasnya.

"Jadi gue bahan taruhan lo?  Apa yang udah lo dapetin setelah berhasil dapetin gue? " Lisa tersenyum miris.

Bian kembali meraih tangan Lisa, tapi langsung ditepis.
"Bukan kayak gitu Lis. Aku beneran sayang sama kamu. Taruhan itu cuma permainan. "

Lisa mengangkat ujung bibirnya, "pada intinya gue cuma mainan lo! "
Ia langsung mendorong tubuh Bian dan pergi meninggalkan pria itu sendiri disana.

###

Selamat sore dan selamat membaca.

Kudus, 3 Agustus 2018

wlnd0511

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang