Dua Puluh Lima

205 32 4
                                    

Bian

Setelah aku tersadar dengan apa yang aku lakukan pada Lisa waktu itu. Jujur saja, aku tidak pernah melakukan hal itu sebelumnya. Entah kenapa aku melakukan hal itu pada Lisa. Aku seperti orang bodoh waktu itu. Setan apa yang sudah merasukiku waktu itu. Bodoh!

Aku menghempaskan tubuhku ketempat tidur milikku. Belum selesai dengan fikiranku sendiri. Pintu kamarku diketuk oleh Bryan. Pria itu memunculkan kepalanya dari balik pintu. Aku melirik sekilas tingkah anehnya itu. Sebelum akhirnya aku memilih untuk melemparnya dengan bantal.

Aku tersenyum puas ketika mendengar ia menjerit kesakitan. Bukan Bryan namanya jika ia tidak tetap masuk kekamarku. Ia mengambil duduk dikarpet bawah. Mengambil stik ps ku dan memainkannya. Ia juga melemparkan satu untukku.

Ketika mengerti ajakannya itu aku pun turun dari tempat tidur dan menanggapi ajakannya untuk bermain.
"Lo kenapa dah bang?  Lemes amat, " ucapnya.

Aku hanya meliriknya sekilas kemudian kembali memilih permainan yang akan kita mainkan. Pilihanku terpaku pada permainan tinju. Entah kenapa aku menyukai tinju baik itu berupa game atau dunia nyata. Tinju is my life.

Aku menendang tubuhnya untuk sedikit bergeser, memberiku ruang untuk duduk. Ia mendengus, sudah terdengar jelas. Mungkin diantar miliar orang dibumi ini, aku adalah orang yang paling menyebalkan bagi Bryan.

"Ehem. " Aku ingin membuka obrolan.
Lagi - lagi ia masih terfokus pada permainannya.
"Bry, " panggilku.
Ia berdehem, sama sekali tidak menoleh kearahku.

Aku mendengus, "Bry gue mau tanya."
"Apa? " Ia melirik kearahku sekilas sebelum akhirnya melanjutkan permainannya.

"Bry, lo pernah ciuman gak? " Bingo, aku akhirnya menanyakan hal itu.
Ia menghentikan permainannya sejenak, menatapku dengan tatapan tak percaya. Selanjutnya gelak tawanya mengisi ruangan ini.
"Ada yang lucu? " Tanyaku protes.

Ia menghentikan tawanya. Kembali melanjutkan permainannya.
"Lo nanya begituan ke gue bang?"
Dengan polosnya aku mengangguk.
"Salah besar lo nanya sama gue. Gue aja jarang deket sama cewek. Ya cuma sama Lisa aja gue deketnya. "

Aku sontak membulatkan mata ketika mendengar pernyataan Bryan tadi.
Jadi maksud dia ciuman sama Lisa?
"Tapi bukan berarti gue udah pernah ciuman sama dia, " lanjutnya.
Aku menghela nafas lega ketika mendengar pernyataannya tersebut.

"Jadi? "
Ia menoleh kearahku, "belum pernah sama cewek. Kecuali waktu kecil dulu sama lo. "
Dengan reflek aku memegang bibir. Tentu saja aku sudah melupakan hal menjijikkan itu. Tapi kini Bryan kembali mengingatkannya. Ia tertawa setelah melihat ekspresiku.

Ia menoleh kearahku, "jangan lupain ciuman gue waktu itu bang, " ia mengakhiri kalimatnya dengan kedipan mata sialannya itu.
Aku memukul pungunggnya, semakin membuat tawanya menjadi.
"Sialan lo!  First kiss gue sama lo! " Umpatku.

Kami memposisikan duduk kami menjadi normal kembali. Ia berteriak semangat ketika berhasil mengalahkanku di permainan.
"Lo kalah sama gue bang! " Ucapnya.
Aku memutar bola mata malas, didunia nyata lo yang bakal kalah sama gue.

Ia duduk kembali, memutar tubuhnya menghadap kearahku. Kini tatapannya menjadi serius.
"Lo udah pernah ciuman bang?  Secara lo kan udah pernah pacaran, " tanyanya.
Aku membulatkan mata, cukup terkejut dengan pertanyaannya itu. Aku memang pernah berciuman, tapi tidak dengan Cinta.

"Kepo lo kayak monyet dora! "
Ia menyipitkan matanya, mencari sebuah kebohongan yang sedang aku sembunyikan.
"Anjir bang!  Lo pake lipstik? " Ia menunjuk bibir bawahku.
Aku segera menepis tangannya dari bibirku. Tanganku terulur untuk menghapus bekas lipstik dari bibirku.

"Enak aja lo! " Tepis ku.
Bryan menyunggingkan senyumnya, "jangan bohong sama adek bang. "
Aku mendorong bahunya, "adek. Jijik tau gak! "
Ia terkekeh. Detik selanjutnya raut wajahnya berubah menjadi serius. Ia memajukan duduknya lebih dekat denganku.

"Lo gak ciuman sama Lisa kan bang?"
Mati lo! Skak mat. Kekalah seperti ada didepan mata. Aku menelan saliva dengan susah payah. Menyembunyikan kegugupan yang sedari tadi menyerangku.

Aku tertawa, tertawa palsu. Tanganku sedikit mendorong Bryan, mencoba mengalihkan perhatian pria itu. Ia semakin memandangku curiga.
"Ya gak mungkin lah! " Ucapku. Aku mengakhiri ucapanku dengan senyuman terkonyol yang aku miliki.

Matanya sempat memicing kearahku. Aku menelan salivaku dengan susah payah. Aku mengakhiri hal itu ketika ia menyeringai kearahku. Selanjutnya aku kembali mendengus ketika mendengar teriakannya.

"Mama!  Abang ciuman sama cewek! " Teriaknya menggelegar. Aku yakin jika seluruh isi rumah ini dapat mendengar teriakan Bryan yang terdengar sangat nyaring.

"Sialan!" Aku langsung menindih tubuhnya. Tawanya tidak juga berhenti. Ia juga masih meneriakkan hal itu.
"Kalau bukan kembaran. Udah gue lelepin lo! " Umpatku.

Bukannya ketakutan, pria itu malah tertawa semakin menjadi. Jika saja Bryan tidak menyandang nama belakang keluarga, sudah pasti ia akan menenggelamkan Bryan di empang depan komplek.

***

Bian membolak - balikkan tubuhnya ditempat tidur miliknya. Sekarang sudah menunjukkan pukul satu pagi. Entah tengah malam atau sudah bisa dibilang pagi. Nyatanya langit masih tampak gelap dengan suara hewan malam yang bersautan.

Ia melirik kearah ponselnya, sebuah notif dari instagram milik Lisa. Gadis itu baru mengunggah sebuah foto beberapa menit yang lalu. Hanya sebuah potongan dari foto. Nampak seorang yang tengah mengenakan jaket jeans. Foto tersebut terlihat hitam putih hingga sulit untuk Bian amati.

Llisa_

Llisa_ You're the best part of love ♥ 12570 like 0 comment

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Llisa_ You're the best part of love ♥
12570 like 0 comment

Senyuman dibibirnya mengembang, ia teringat akan satu hal. Itu adalah jaket yang ia pakai ketika menemani Lisa untuk latihan tinju.

Senyuman dibibir Bian kembali luntur ketika ingatan itu terlintas kembali. Secintanya dia dengan Lisa, ia juga akan tetap meninggalkan gadis itu. Sedekat apapun hubungan mereka, suatu saat akan ada tangis yang ia buat pada gadis itu.

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang