Lima

346 39 4
                                    

Lisa melambaikan tangannya ketika Bian mulai menjalankan motornya keluar dari pekarangan rumah miliknya. Lisa menepuk pelan dahinya. Gadis itu teringat, jika  dirinya tadi membolos dari sekolah.
"Sial!  Ini semua gara - gara buku itu. Aku jadi harus bertemu dengan pria urakan tadi dan berakhir pulang bersama Bian." Lirihnya.

Lisa berjalan menuju kedalam rumahnya. Baru saja ia membuka pintu kayu berwarna coklat itu, seseorang yang tak asing baginya muncul begitu saja.
"Jennie!  Lo emang penyelamat gue! " Ucap Lisa antusias.
"Biasa aja kali kak. Lebay lo! " Timpal seseorang yang keluar dari dapur dengan membawa nampan berisi minuman.

Lisa melirik orang tersebut dengan tatapan bengisnya, "sirik aja lo! "
Samuel sang adik hanya mendengus, "baik sama cewek doang. Sama cowok aja jutek banget. Kapan lo punya pacar! " Cibir sang adik yang tidak jauh berbeda usia dengan Lisa. Hanya selisih tiga tahun.

"Segera! "
Tak memperdulikan ucapan adiknya lagi, ia segera mengambil tempat disamping Jennie.
"Lo kesini cuma mau bawain tas gue?" Tanya Lisa.
Jennie memutar bola matanya, "menurut anda! "
Senyum sumringah langsung terpapang jelas diwajah Lisa. Ia memeluk sahabatnya itu erat. Tapi langsung dilepaskan oleh Jennie.

"Mungkin adik lo bener Lis. Jangan - jangan lo jadi lesbi gara - gara trauma sama cowok, " ucap Jennie sok dramatis. Bahkan gadis itu menyilangkan tangannya didepan dada. Seperti seorang remaja yang hendak diperkosa oleh om pedofil.
Lisa menoyor kepala sahabatnta itu, "gila lo! "
Si pemilik kepala hanya cengengesan,"kali aja kan Lis. "

Lisa memasang wajah datarnya lagi, ia menarik tangan Jennie untuk berdiri dan mendorongnya untuk keluar dari rumahnya.
"Pulang lo udah sore. "
"Dih.. Ngusir. Tadi lo pulang bareng Bian kan?  Udah berhasil move on dari dia Lis? "

Lisa bungkam. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu. Ia bahkan tidak mengerti dengan perasaannya sendiri. Yang ia tau, mendengar namanya saja membuat dadanya menjadi sesak.
"Jangan bahas dia. Udah sekarang lo pulang! "

***

Orang bilang, cinta pertama itu memang tidak pernah berhasil. Selalu gagal. Itulah keajaiban dari cinta. Ketika kita menyukai orang untuk pertama kalinya. Yang pertama itulah yang membuat kita sulit untuk melupakan kenangannya. Kenangan yang bahkan lebih banyak pahitnya dari pada manisnya.

Entah mengapa cinta pertama selalu memiliki ruang tersendiri dihati. Entah itu cuma beberapa persen saja. Tapi ruang yang tercipta itu sulit untuk digantikan, ditutup, atau bahkan dimusnahkan.

Lisa termenung menatap keluar jendela. Pikirannya bercabang kemana - mana. Seperti pohon jambu yang berada didepan rumahnya itu. Satu cabang terdapat nama Bian diujungnya. Satu cabang terdapat nama dia yang tidak boleh disebutkan namanya. Masa lalu memang pahit, tapi mengingat masa lalu itu lebih pahit.

Flashback on

Lisa mengenggam tangannya yang mulai berkeringat. Ia menyembunyikan tangannya dibelakang punggungnya. Sebuah origami berbentuk burung bangau itu ia sembunyikan dibelakang punggungnya. Ia meyakinkan diri untuk memasuki ruang OSIS itu. Menemui sosok yang membuat hari - harinya berbunga - bunga.

Gadis itu menarik napasnya dalam - dalam dan menghembuskannya. Tangannya yang berkeringat dingin bersentuhan dengan gagang pintu berbahan aluminium itu. Membukanya secara perlahan. Tapi belum sempat ia masuk kedalam ruangan tersebut, langkahnya tertahan.

Mata Lisa membulat, tak percaya dengan apa yang ia lihat. Matanya yang membulat, perlahan mulai memanas. Ia hanya melihat seorang pria yang ingin ia temui, memeluk seorang gadis dengan eratnya. Tangan pria itu mengusap rambut panjang gadis itu.

REFLECTION [ Selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang