Akhirnya aku pulang dengan Pian, bukan dengan Dony karena aku lebih takut pulang dengan Dony daripada Pian, laki-laki tidak kenal waktu untuk melakukan hal yang menyebalkan.
"Rin, kita mampir ke suatu tempat dulu ya."
"Iya."
Dia melajukan motornya dengan kencang, lalu kami berhenti di sebuah pemakaman. Kemudian Pian menggandeng tanganku, mengajakku untuk masuk ke pemakaman itu.
Sampai kami di sebuah makam yang bertuliskan nama yang kelihatannya adalah papa Pian.
"Pa, Pian datang bawa seseorang nih."
Aku menatap Pian yang kini tampak begitu bahagia datang ke makam papanya meski ada sedikit lebam di wajahnya karena berkelahi tadi. Untuk ini, aku baru mengetahuinya.
"Kenalin pa, ini Erin."
"Hai, Om."
Aku tersenyum ketika Pian melihatku. Sepertinya duka yang Pian rasakan belum sepenuhnya hilang, ya memang kehilangan seseorang yang kita sayangi itu sangat menyakitkan.
Pian menunjukkan tangannya yang sedang menggenggam tanganku kepada papanya itu dan ini membuatku sedikit malu. Meski papanya tidak ada di sini tapi aku merasakan papanya sedang melihat kami.
"Lihat pa, Pian udah nemuin seseorang yang selama ini Pian cari."
Ia menurunkan tangannya.
"Omong-omong di rumah mama lagi kangen sama papa, mama bilang mau kesini besok, jangan lupa dandan yang cakep ya pa."
Aku menatap Pian dengan sendu, laki-laki itu pasti masih bersedih. Aku berdoa agar suatu hari bisa menghilangkan kesedihannya, walau itu hanya sedikit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Boyfriend [END]
Historia Corta"Jomblo dan gak punya teman adalah perpaduan rasa yang pas." - Erinda Copyright2018 by renata sayidatul