Karena Papa baru saja mendapat kesuksesan besar di kantor, kedua orang tuaku itu merencanakan untuk makan malam bersama di luar. Berbicara tentang papaku, dia adalah seorang yang gigih dan pekerja keras. Maka dari itu ia bisa sukses seperti sekarang. Tidak sepertiku.
"Erin, gimana sekolah kamu?" tanyanya padaku. Aku tersenyum ke arah papaku itu.
"Baik, masih sepuluh besar kok."
Dibalik sifatnya yang gigih itu, papa adalah orang yang disiplin. Meski aku terlihat seperti seorang siswi SMA yang cupu dan pendiam, tapi aku masih masuk ranking sepuluh besar di kelas. Hanya itu kelebihanku.
"Bagus bagus, kalau teman-teman kamu bagaimana?" kali ini papa menatapku. Entah apa yang harus aku katakan.
"Ya gitu."
"Ya gitu gimana? Jangan bilang kamu masih belum punya teman, iya ma?"
Tidak, mengapa papa harus tanya mama? Aku harap mama tidak berbicara masalah pacar dengan papa. Itu bisa membuatku semakin pusing. Karena aku mengerti betul sifat mama yang sangat suka bercanda.
"Nggak kok pa, Erin punya banyak temen kok cuma ya gitu."
"Mama sama anak kok ya sama aja."
"Ya gitu," ucapku bersamaan dengan mama. Lalu kami pun tertawa. Omong-omong aku merindukan waktu-waktu seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Emergency Boyfriend [END]
القصة القصيرة"Jomblo dan gak punya teman adalah perpaduan rasa yang pas." - Erinda Copyright2018 by renata sayidatul