[30] - Mine

6.7K 318 5
                                    

Seperti apa yang dikatakan Pian tadi, aku menunggunya di depan gang rumahku. Jalan raya tampak lebih ramai hari ini mungkin karena malam minggu.

Sampai sebuah mobil berwarna hitam berhenti di depanku. Seorang pria paruh baya keluar dari mobil yang membuatku mengerutkan dahi. Mengapa yang menjemput bukan Pian? Kemana dia pergi?

"Nona Erinda ya?"

"Iya, bapak ini siapa ya?"

"Saya supir pribadinya Den Pian, mari ikut saya."

"Ini beneran? Bapak nggak bohong kan?"

Dia tertawa kecil, menggelikan ketika aku melihatnya. Bagaimana jika ada orang yang mengaku-ngaku supir pribadinya Pian? Itu benar-benar menakutkan.

"Iya, Non. Bapak gak berani bohong, takut dosa."

Aku tersenyum lalu menganggukkan kepalaku. Entah bapak itu benar atau tidak, tapi mengapa dia mengantarkanku ke sebuah restoran yang lampunya mati semua?

"Pak, kenapa restorannya tutup? Ini nggak salah alamat kan?"

Ia tampak kebingungan lalu mengecek ponselnya.

"Bener kok, Non. Tapi bapak gak tahu kenapa lampunya gak ada yang nyala gini?"

Aku mengambil ponsel yang ada di dalam tasku lalu menelepon Pian. Tapi saat nada mulai masuk, aku mendengar suara ponsel berbunyi di sekitar sini. Lalu seluruh lampu di restoran itu menyala dan aku melihat Pian berdiri di sana dengan sebuah gitar.

Dia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Lalu ia mulai memetik gitarnya untuk menyanyikan sebuah lagu.

Rendy Pandugo - By My Side

Setelah nada terakhir berhenti, yang kulakukan hanyalah diam. Aku speechless. Aku tahu lagu itu. Dan itu lagu kesukaanku.

"Lo suka?"

Gimana gue gak suka? Astaga. Aku masih diam dan menatapnya. Pian meletakkan gitarnya lalu mengambil sebuket bunga mawar berukuran besar di sampingnya kemudian menghampiriku.

"Malam ini gue mau kasih tahu lo sesuatu."

Dia berlutut di depanku dan supirnya tadi menghilang, aku tahu bapak itu pergi sesaat setelah lampu menyala dan menyisakan aku dan Pian saja. Apakah ia akan melakukannya sekarang? Benarkah? Ah jangan bergura. Tapi naluriku berkata ini serius.

"Would you be mine?"

Katakan ini hanya mimpi. Hanya saja bagaimana seorang Pian yang notabenenya anak basket terkenal dan keren itu bisa berlutut di depanku seperti ini? Ah mustahil.

Tiba-tiba sekelebat bayangan wajah mama dan ucapannya saat itu terlintas di benakku. Aku hanya berdoa semoga ini yang terbaik.

"Yes."

Emergency Boyfriend [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang