— 0.4
Jev, nggak apa-apa. Kan elo punya gue,Bandara Soekarno-Hatta,
Sabtu, 10.50 pagi.Memberikan atensi penuh pada hal yang paling menyedihkan sekaligus membahagiakan itu membuat Jevan menghela napas pelan. Masih, Jevan melihat ke arah depannya. Pelukan itu terpisah. Satu per satu meninggalkan. Pelukan itu bertemu. Satu per satu menghapus rindu. Terdapat banyak senyum yang terlampau sendu, tapi juga dapat menghilangkan apa-apa yang tadinya semu. Menjeru. Lalu, beradu.
Jevan mulai menyesap kopi yang esnya sudah mencair. Lanskap yang sudah berulang-ulang—atau yang selalu Jevan tangkap, membuat dadanya bergemuruh. Jevan takut apa yang ia percayai sejak lama itu menjadi mimpi buruknya. Kemudian, matanya mengerjap. Benarkah?
Distorsi dari bentuk alur yang Jevan telah lama inginkan harusnya Jevan dapatkan dari kemarin-kemarin. Alur yang sudah lama tertanam dalam kepalanya. Tetapi, ke mana? Di mana?
"Jevan itu... mm, bentar-bentar gue mikir dulu."
"Ra, cepetan."
"Jevan itu banyak bisanya tapi juga banyak takutnya."
"Jevan itu anak mami banget haha."
"Jevan kalo marah suka diem di pojokan. Gak mau ngapa-ngapain sampe marahnya ilang. Sori ya, gue selalu ngebuat lo marah."
"Jevan dulu itu kalo ada studytour dari SMAnya atau jalan-jalan ke tempat-tempat yang belum pernah gue kunjungin di Jakarta kayak museum di Jakarta Pusat deket Monas, terus di mana lagi tuh, Jev? Ah iya, Planetarium, Taman mini pasti ngajakin gue langsung deh ke sana. Ngoceh juga apa-apa yang dikasih tau gurunya ke gue biar gue ikut tau apa yang dia tau."
"Jevan itu suka telor ceplok. Jevan sayang Lala. Jevan suka strawberry smoothie. Jevan suka berantem. Jevan jelek kalo suka berantem. Jevan suka buat gue khawatir. Jevan ganteng. Jevan keren. Jevan pinter banget, lo tanya apa aja pasti bisa dijawab sama dia. Jevan... udah ah capek gue."
"Haha bisa juga lo muji gue begitu."
"Eh satu lagi. Jevan suka banget ke bandara walaupun cuma mau ngopi doang. Gak mau ditemenin. Padahal gue mau ikut. Tapi, gue tau kok orang emang ada saatnya pengen sendirian. Pengen berdua aja sama dirinya sendiri."
"Berdua apa sendiri jadinya?"
"Ya.. lo tau lah apa yang gue maksud."
Bandara memang sudah menjadi tempat menyendiri Jevan jika dirasanya ada hal yang secara konstan bisa membuat Jevan jatuh lagi. Di atas kepalanya banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang harus ia jawab atau ia harus temukan jawabannya. Benang merah yang menyambungkan pertanyaan satu dengan yang lainnya itu makin terikat kuat. Lama-lama kelamaan akan melukat. Agar tidak sakit, Jevan mesti mengendurkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
4.1 | star
Romantik「 follow dulu sebelum baca 」 ▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀▀ ❝You are the shooting star that I always d r e a m of.❞ Bagaimana jika aku menceritakannya begini; Kita, sepasang bayang yang tak pernah berjauhan. Lalu terhapus oleh gelapnya kabut yang data...