Matahari menggantung di langit seperti berlian yang menyala, memantulkan cahaya ke gedung-gedung kaca yang menjulang tinggi di jantung kota. Awan-awan tipis melayang seperti sutra yang terurai, menari mengikuti ritme angin yang sesekali berhembus lembut. Jalanan berdenyut dengan kehidupan—orang-orang bergegas dalam pakaian rapi, mobil-mobil meluncur dengan kecepatan terukur, dan suara-suara kota mengalun seperti orkestra tanpa konduktor.
Namun, di dalam sebuah rumah mewah, keindahan siang itu tak berarti apa-apa. Waktu seolah terhenti di ruangan sempit yang dipenuhi bayangan, tirai-tirai jendela ditutup rapat, menghalangi cahaya siang agar tak menembus ke dalam. Keheningan menebal, hanya dipecahkan oleh detik jam yang berdetak pelan—ritme mekanis yang terdengar semakin menegangkan.
Di dalam kamar mandi kecil dengan ubin putih yang dingin, seorang perempuan berdiri terpaku. Jemarinya gemetar saat menggenggam sebuah benda kecil yang lebih berat dari segalanya. Test pack di tangannya menyuarakan sebuah kepastian yang tak bisa dibantah—dua garis merah yang tampak begitu jelas, sejelas cahaya siang yang menyinari kota di luar sana.
Dunia di sekelilingnya serasa runtuh dalam keheningan yang menusuk. Darahnya berdesir deras, tetapi tubuhnya terasa membeku. Nafasnya tersengal-sengal, seolah paru-parunya lupa caranya bekerja. Ia ingin menolak kenyataan, ingin berpikir bahwa ini hanyalah kesalahan, sebuah ilusi yang dipermainkan oleh pikirannya. Tapi bagaimana bisa ia menyangkal sesuatu yang ada di depan matanya?
Hatinya berdesir, bukan dengan kebahagiaan, bukan dengan rasa haru, tetapi dengan rasa takut yang mencengkeram erat. Ini bukan sesuatu yang ia harapkan, ini bukan sesuatu yang ia inginkan.
Karena ia bukan perempuan yang dicintai.
Tangannya yang berkeringat menggenggam tepi wastafel, mencoba mencari pegangan di dunia yang tiba-tiba terasa oleng. Matanya yang kosong menatap refleksi di cermin—seorang perempuan dengan wajah pucat, mata membelalak seperti seseorang yang baru saja ditarik dari mimpi buruk. Tidak, ini bukan mimpi. Ini adalah kenyataan yang akan menelannya hidup-hidup.
Siapa yang akan menyambutnya dengan senyuman? Siapa yang akan berkata bahwa segalanya akan baik-baik saja? Tidak ada. Ia sendirian. Selalu sendirian.
Ia mengingat malam itu, malam di mana semuanya berubah. Perasaan dingin merayapi tengkuknya, menghantui seperti hantu masa lalu. Ia tak ingin mengingatnya, tak ingin kembali ke momen ketika ia menyerahkan hatinya kepada seseorang yang bahkan tidak pernah benar-benar melihatnya. Ia bukanlah rumah bagi cinta. Ia hanyalah pelarian, seseorang yang diingat hanya ketika kesepian melanda.
Dan kini, sesuatu di dalam dirinya tumbuh, menuntut pengakuan, menuntut kehadiran.
Air matanya jatuh, satu per satu, menyelinap melewati sudut bibirnya yang bergetar. Ia ingin marah, ingin menjerit, ingin melawan takdir yang seolah tak pernah memihaknya. Tapi kepada siapa ia harus berteriak? Kepada dinding-dinding sunyi yang tak pernah bisa membalas?
Di luar sana, kota terus berdenyut, tak peduli bahwa di dalam ruangan kecil ini, seorang perempuan sedang terhuyung menghadapi kenyataan yang lebih besar dari dirinya.
Matanya beralih kembali ke test pack di tangannya. Dua garis itu tidak memudar, tidak menghilang, tidak berubah menjadi ilusi yang bisa ia abaikan. Itu adalah kebenaran yang dingin dan mutlak.
Dan kini, ia hanya bisa bertanya pada dirinya sendiri—bagaimana ia bisa menghadapi ini, sendirian?
Erza masih terpaku di tempat, jari-jarinya mencengkeram erat alat kecil yang kini terasa begitu berat di tangannya. Dua garis merah itu menatapnya kembali, seperti sepasang mata tak kasatmata yang membawa kabar yang tak ia harapkan. Sesuatu di dalam dirinya bergemuruh, campuran antara ketakutan, kebingungan, dan kepedihan yang tak terucapkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/154223024-288-k163520.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Broken Lady [Completed]
Romance21++ Dedek polos dilarang mendekat! ____ Erza Luciana Lowe, perempuan penyuka musik dan seni. Dia baik hati dan sedikit cengeng. Takdir membawanya pada pijakan berduri setelah ayahnya mengembuskan napas terakhir dan meninggalkan pesan kepada seoran...