3.

55.3K 1.6K 23
                                    

Semenjak Banner pergi bersama Agnes malam itu, Banner tidak pernah pulang ke rumah selama tiga hari, padahal Erza selalu uring-uringan. Kadang, ia menjadi aneh dan menangis karena merindukan lelaki itu. Mungkin karena hormon ibu hamil. Akan tetapi, kalaupun Banner ada saat ini, paling juga ia akan diabaikan oleh suaminya itu.

Sekarang Erza ada di dalam kamar dengan sebuah kanvas di depannya dan kuas lukis di tangan kanan. Ia sedang melukis wajah tampan suaminya yang arogan dan kejam itu, yang kerjanya cuma mengomeli dirinya. Namun, anehnya Erza tetap sayang sebab setiap mata dingin itu menatapnya tajam, ia selalu ingat bagaimana tatapan sendu Banner kala sang ayah meninggal dulu. Begitu pun saat kalimat-kalimat tajam yang diutarakan Banner selalu mengingatkan Erza bahwa lelaki itu pernah bertutur lembut padanya.

"I promeised your father, i'd take care of you. Let's get married." Begitu katanya.

Erza mengelus perutnya yang masih rata sambil bersenandung kecil. Sesekali, ia mengajak berbicara janin yang ada di dalam rahimnya. "Hai anak Maika."

Erza seketika terharu mendengar kalimatnya sendiri. Membayangkan anaknya nanti akan memanggilnya 'Maika' membuatnya tak kuasa menahan air mata. Sejak dulu, Erza ingin sekali memiliki anak yang akan memanggilnya dengan sebutan 'Maika' yang berarti ibu dalam bahasa Bulgarian.

"Wah, sekarang Maika punya teman bicara. Hihi, Maika senang sekali." Mata Erza kembali mengamati lukisan wajah suaminya. "Maika jadi penasaran, kamu laki-laki atau perempuan. Tapi, mau laki-laki atau perempuan, kamu akan menjadi hadiah terbaik di dalam hidupku. Terus sehat di sana, ya. Kamu satu-satunya alasanku hidup, karena setelah ini hanya ada kau dan Maika." Air matanya perlahan tumpah.

"Maika tidak bisa memiliki orang yang Maika cintai, tapi orang itu memberikan sebagian dari dirinya untukku dan itu adalah kau," Erza perlahan menghapus air matanya dan kembali mengelus perut.

"Kita akan buat rumah sederhana nantinya. Maika juga akan memasang ayunan di belakang rumah. Di sana kita akan bermain berdua dan setiap hari Minggu kita akan ke gereja bersama." Tangannya tergerak menyentuh lukisan. "Maika akan selalu membuatmu bahagia karena aku tak pernah bisa membuat orang yang kucintai tersenyum. Maika hanya selalu menyusahkan, menjadi benalu dalam hidupnya hanya karena amanah terakhir yang diberikan kakekmu.

"Jika sekarang aku tidak bisa menjadi wanita yang pantas dilihat ayahmu, tidak akan pernah dicintai ayahmu, tidak pernah menerima senyuman dan uluran tangan darinya, maka Maika berharap kaulah orang yang akan memberikan pandangan paling hangat dan meneduhkan. Kau akan menjadi orang pertama yang selalu mencintai Maika."

Tanpa Erza tahu, seseorang dari balik pintu mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Hati orang itu terasa tercubit mendengar kata-kata Erza.

Tampaknya, Banner merasa semakin berdosa pada Erza. Pandangan lelaki itu kosong, kembali memikirkan sikapnya yang tak pernah baik pada Erza hanya karena kesalahan yang tak pernah dilakukan sang istri.

Perlahan-lahan, pintu terbuka, menampakkan sosok wanita cantik dengan mata sembap dan tangan yang dipenuhi cat. Meskipun Erza tampak kacau karena dipenuhi cat di sana-sini, ia tetap terlihat cantik.

"Oh, kamu sudah pulang?" Erza memundurkan langkah, sedikit terkejut mendapati Banner sedang berdiri di depan pintunya. "Apa dia mendengar perkataanku tadi? Oh, mungkin kali ini dia akan menganggapku gila, Jesus," batinnya.

"Ak-aku ... aku sudah memasak. Kau bisa langsung ke meja makan," kata Erza sambil tersenyum manis. Ia mencoba menetralkan ekspresinya yang terlihat tegang.

"Hahaha. Untuk apa juga dia menguping, mendengar suaraku saja dia terusik, mungkin dia hanya lewat," batin Erza.

The Broken Lady [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang