Erza pulang bersama Eric dan putrinya. Gadis kecil itu tampak menyukai Erza sejak ia pura-pura tidak mendengar Eric yang berkata, "Tidak, Erza. Untuk apa aku mendekatimu kalau aku punya istri?"
Mendengar kalimat itu, Erza buru-buru mengalihkan perhatiannya pada Jane. Ia bersikap manis pada Jane seperti menyuapi dan memangkunya saat pulang tadi. Mungkin karena hal tersebut, gadis berambut pirang itu menyukainya.
Erza memasuki rumahnya setelah mobil Eric melaju, meninggalkan perkarangan rumahnya.
Ketika tiba di pintu utama, ia mendengar suara dari dalam dapur. Ia meyakini Lily sedang membuat camilan. Calon ibu muda itu sangat gemar memasak.
"Oh, Erza, kau sudah pulang?" tanya Lily setelah melihat kedatangan Erza. Spatula masih ada di genggamannya.
"Hai, Lily. Apa yang kaubuat?"
"Hanya cumi chrispy. Kau mau? Oh, iya, kenapa kau pulang terlambat?" Lily menyodorkan semangkuk cumi kering di meja makan, lalu menunjuk kursi di depannya, menyuruh Erza untuk duduk
"Terima kasih." Erza duduk di kursi yang ditunjuk Lily. "Tadi, Eric mengajakku ikut pulang bersamanya. Dia sekaligus menjemput putrinya, lalu mengajak makan siang bersama," jelasnya.
Lily terlihat terkejut saat Erza berkata Eric memiliki seorang putri.
"Kau serius? Dia sudah punya anak?" Kini Lily juga duduk di kursi yang berada di seberang Erza, lalu mencomot cumi kering di depannya.
Erza mengangguk sambil menelan cumi chrispy setelah mengunyahnya sebentar. "Serius. Namanya Jane Leonardo. Gadis itu mirip seperti Eric."
"Berarti dia punya istri? Padahal, kau cocok jadi istrinya."
"Berhentilah bergurau, Lily." Erza memutar bola matanya, sedikit kesal. "Tapi, dia bilang tidak punya istri. Aku sempat berpikir dia juga punya istri, tapi malah bilang ...." Erza tak yakin harus mengatakan ini pada Lily karena mulut wanita di depannya hampir seperti petasan.
"Apa yang dia bilang Erza?"
"Tidak jadi. Lupakan. Aku mau mandi." Erza beranjak dari duduk.
Lily ingin protes, tapi wanita itu terdiam saat Erza membalik badannya.
"Berikan ini padaku." Erza mengambil mangkuk berisi cumi chrispy buatan Lily yang hampir habis. Tak dapat dimungkiri, ia selalu suka dengan masakan wanita mungil itu.
"Hai, Erza! Kau membuatku penasaran. Kau gila, hah?! Apa yang Eric bilang?" Lily terlihat kesal melihat Erza menaikkan bahunya, acuh tak acuh.
"Apa kau tidak keberatan punya anak tiri, Erza? Kau tidak akan menyiksanya seprti ibu Cinderella,' kan?" tanya Lily sembari berteriak, berharap Erza bisa mendengarnya.
Erza berbalik, lalu melempar satu cumi chrispy hingga mengenai dahi Lily.
"Lain kali akan kucampurkan racun pada masakanku," umpat Lily.
✦·┈๑⋅⋯ -ˋˏ ༻❁✿❀༺ ˎˊ- ⋯⋅๑┈·✦
Sabtu pagi menjelma tanpa gembar-gembor, hanya meninggalkan sisa embun yang bergelayut di ujung dedaunan dan udara sejuk yang menguarkan aroma tanah basah. Bagi kebanyakan orang, hari ini adalah hari di mana waktu berjalan lebih lambat, memberi kesempatan untuk menenggelamkan diri lebih lama dalam pelukan ranjang. Tapi tidak bagi Erza. Ia sudah terbiasa bangun pagi, bahkan ketika dunia masih setengah sadar dan matahari baru saja menggeliat dari peraduannya.
Begitu pula dengan Lily. Semenjak kehamilannya memasuki bulan ketujuh, wanita itu mulai lebih rajin bangun pagi, seolah tubuhnya sudah menyelaraskan diri dengan keberadaan jiwa kecil yang bersemayam di dalamnya. Namun, meski perutnya semakin besar, ada hal lain yang tetap ia simpan rapat-rapat—identitas lelaki yang telah menitipkan jejak di rahimnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Broken Lady [completed]
RomanceSeorang wanita yang menganggap dunia adalah melodi yang belum selesai, terjebak dalam kehidupan yang jauh dari harmoninya. Dikenal dengan kelembutan hati dan cintanya pada seni, ia hidup dalam bayang-bayang janji yang tak pernah ditepati. Ketika tak...