13

31.1K 1.4K 246
                                    

Dua bulan berlalu, hubungan Erza dan Banner benar-benar seperti dua orang yang berteman baik, tidak dekat, tidak juga jauh. Banner selalu menjaga hatinya untuk Agnes dan selalu mencoba tetap memperlakukan Erza dengan baik, tapi tidak berlebihan. Ia akan tetap membuat Erza berhenti mencintainya, tetapi dengan cara yang lebih layak.

Kenyataannya, Erza malah semakin mencintainya. Ia tak akan bisa melupakan Banner. Namun, ia tidak memiliki cukup peluang untuk bisa membuat Banner terkesan dan memandangnya lebih dari sekadar teman.

Saat ini mereka sedang duduk di ruang makan untuk menikmati menu makan malam.

"Bagaimana?" tanya Erza, penasaran menunggu jawaban sang suami yang sedang menyantap pasta buatannya.

"Hm ... ini enak sekali," kata Banner.

"Yayyy!"

"Buatkan untukku lagi besok malam, ya."

Seperti itulah mereka sekarang. Banner sudah jarang melihat raut sedih Erza. Jujur, ia sendiri merasa lebih baik dengan keadaan saat ini. Ternyata, dekat dengan Erza tidak seburuk yang ia pikirkan dulu. Ia justru merasa hidupnya lebih teratur dan tenang.

"Siap, aku akan membuatnya lagi besok." Seulas senyum terbit di bibir Erza. Ibu hamil itu merasa pernikahannya berjalan mulus dan berharap akan selalu seperti ini. "Itu pasta yang aku buat dengan resep baru, lho. Menurut kamu, apa bedanya dengan resep sebelumnya?"

"Aku rasa, saus yang kau campurkan agak beraroma jahe. Aku suka ini, kalau yang kemarin it—"

"Banner, keluar kau!"

Erza dan Banner terkejut bukan main mendengar teriakan dari arah luar rumah. Mereka pun bergegas menuju sumber suara.

Mata Banner dan Erza seketika terbeliak melihat Alan berjalan menuju pintu utama yang terbuka sambil menyeret lengan Agnes. Kondisi wanita itu sangat berantakan. Rambut acak-acakan, pipi lebam, dan air mata yang bercucuran dari pelupuknya.

Erza membungkam mulut menggunakan dua tangan. Ia merasa sesuatu yang buruk akan terjadi.

"Kau menghamilinya, 'kan?!" teriak Alan tepat di depan wajah Banner.

Mata Banner seketika membola, terkejut bukan main. Ia menatap Agnes yang juga menatapnya sambil terisak. "Agnes, kau ... benar-benar hamil?" tanyanya dengan nada tak percaya.

"Ya! Dan itu anakmu! Jalang ini mengakuinya sendiri!" Alan terlihat murka. Ia mendorong tubuh Agnes saking emosinya.

Erza segera berlari menolong Agnes yang terpental di pinggiran sofa.

"Aku enggak nyangka kamu sangat berengsek, Banner!"

"Maaf. aku mencintai istrimu, ini salahku."

Mata Alan berkilat marah. Ia langsung menonjok wajah Banner dan memukulinya tanpa ampun.

Erza menjerit ketakutan, kemudian segera berlari menghentikan Alan.

"Dokter Alan, aku mohon berhenti. Aku mohon," pinta Erza sambil menggenggam tangan Alan dan berusaha mendorongnya menjauh dari Banner. "Kita bisa bicarakan hal ini baik-baik."

"Erza, kau ... kau tahu hubungan mereka?!"

Erza menunduk. Ia ikut menangis, tak menyangka semuanya akan menjadi serumit ini.

"Mereka telah menjahatimu, Erza. Suamimu telah berkhianat dan kau diam saja? Kau benar-benar bodoh, Erza!"

Alan kemudian berjalan melewati Erza, menghampiri Banner yang terlihat tak berdaya dengan wajah lebam. Ia menarik kerah kemeja Banner. Matanya berkilat penuh amarah. "Aku enggak nyangka kau menusukku dari belakang, Banner. Selama ini aku menganggapmu sebagai teman! Tapi, kau malah tidur dengan istriku dan mengkhianati wanita sebaik istrimu! Kau benar-benar busuk, sebusuk wanita jalang itu yang berani menyerahkan tubuhnya pada teman suaminya sendiri!" Ia melepaskan kerah kemeja Banner dengan kasar, lalu beralih menatap Agnes dengan tatapan sendu.

The Broken Lady [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang