"Apa kabarnya Tante Hani? Tokonya jadi bubar? Kenapa masih susah dihubungi?" Marisa bertanya sambil mengaduk-aduk sup ayamnya yang mengepul masak di atas tungku.
"Baik. Tapi kondisi ayah mertuanya jauh dari baik. Kematian ibu mertuanya tentu menjadi pukulan berat bagi sang ayah. Kabarnya dia terserang stroke ringan. Toko belum bubar. Tapi Tante Hani masih belum bisa melanjutkan. Ayah mertuanya lebih ia prioritaskan. Dan Tante Hani untuk sementara ganti nomor ponsel, soalnya ponsel yang lama hilang di bandara."
"Wah, kasian ya. Pantas tokonya sudah lama tutup." ucap Sisil simpatik sambil terus mengupas ubi rebus.
"Jadi dalam waktu singkat belum bisa balik ke sini?" Marisa mengangkat panci supnya dan meletakkannya di dekat api unggun.
Kayla yang sedang menyiapkan peralatan makan menyahut, "Iya."
Udara malam ini terasa begitu dingin. Sejak sore hujan belum turun. Suatu momen yang bagus untuk makan malam di area perkemahan para mahasiswa itu. Sebenarnya acara ini bukan acara formal. Hanya sekedar acara rutinan dari dulu yang memang selalu diadakan dengan anggota seadanya. Tujuannya jelas untuk mempererat tali silaturahim antar sesama teman fakultas dari berbagai angkatan.
Dan tahun ini hanya dihadiri oleh sebelas orang dari angkatan Marisa, delapan orang dari dua tingkat sebelum Marisa, dan tiga orang dari angkatan Sandi yang enam tingkat sebelum angkatan Marisa.
"Sudah siap?" tanya Dea, antusias. Senior satu itu sudah tahu bagaimana sepak terjang Marisa di dapur.
Lima menit kemudian semua sudah berkumpul duduk melingkari api unggun sambil menyantap menu makan malam spesial di dua malam akhir tahun ini.
"Lo enggak ikut makan, Ris?" Tio, teman seangkatan Marisa, bertanya di sela-sela makan.
"Iya nih, entar sakit lagi lho. Kamu kan baru sehat, Marry."
"MARRY!?"
Marisa dan Sandi sama-sama gelagapan mendengar kor teman-teman.
"Khem. Cie... ada yang baru dapat panggilan sayang tuh."
Mau tidak mau Marisa menunduk menyembunyikan wajah tersipunya.
Kayla menyenggol bahu Marisa pelan sambil berbisik kegirangan, "Kamu sudah jadian ya sama Kak Sandi? Kok nggak bilang-bilang sih?"
"Wah, senangnya. Akhirnya Bang Sandi berhasil juga dapatin Risa." Sisil menyeletuk jail.
Tio menambahkan, "Lo sama Sandi? Mending sama gue aja. Udah pasti coolnya hahaha."
"Wah, hati-hati, Ris. Sandi itu orangnya overprotective, lho." Dea ikut-ikutan, makin membuat Marisa Blushing nggak keruan.
"Traktir kita makan dong, Kak!" seru Sisil.
"Iya, harus makan-makan lagi nih." Marvel berseru menyetujui.
"Kalian itu ya, terlalu cepat menyimpulkan, tahu nggak?" Nah, ini baru suara Sandi. "Lagian siapa juga yang baru jadian? Yang ada juga tuh, si Marvel ngelamar Kayla. Lebih hot news, kan?"
"Sialan lo, Ndi!" Marvel melempari Sandi yang duduk di depannya dengan kulit kacang. "Jangan buka kartu dong!"
Nah, sekarang gantian Kayla yang blushing setengah mati.
Sisil berseru, "Berarti kita bakal dapat dobel, teman-teman!"
***
Marisa terjaga. Diliriknya arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. Pukul 1:18 AM. Ia mengeluh dalam hati. Belakangan ini ia sering terbangun tengah malam, dan setelah itu pasti tidak bisa tidur lagi sampai pagi. Kini, perutnya sudah melilit menahan hajat.
"Kay, bangun dong! Antarkan aku ke toilet, yuk. Sudah kebelet nih." Marisa menjawil hidung dan menepuk-nepuk pipi Kayla. Dalam hati ia merutuki sahabatnya itu. Tahu usahanya akan sia-sia, karena Kayla adalah tipe cewek yang sulit dibangunkan alias kebo. Alhasil, tubuh Sisil yang terlelap di samping kiri Kayla jadi sasaran tendang cantiknya.
Marisa sendiri bukan tipe cewek penakut dan manja. Sebenarnya ia berani ke toilet sendirian, yang letaknya 200 meter dari area perkemahan ini. Tapi ia merasa badannya agak demam jadi merasa perlu ditemani.
Akhirnya dengan desakan di bawah perut pertanda kandung kemih yang telah penuh, ditambah gejolak mual yang mendadak, Marisa keluar dari tenda dan langsung ngibrit ke arah toilet. Jalan menuju toilet yang menurun, sangat membantu.
Ternyata tidak sesepi yang Marisa kira. Di sana ada dua orang siswi SMA yang mungkin anggota perkemahan di dekat toilet ini, serta ada beberapa orang petugas jaga yang keliling di sekitar lokasi.
Setelah menuntaskan panggilan alamnya, Marisa kembali ke tenda. Kenapa aku jadi beser gini, ya? Padahal sejak tadi nggak banyak minum. Pikir Marisa dalam hati.
Jalan menuju tempat perkemahannya yang menanjak, membuat Marisa cukup lelah. Ia berpapasan dengan seorang pria berusia sekitar 40 tahunan yang berpakaian training dengan senter di tangan. Mereka saling tukar sapa, mangingat pernah bertemu di warung bawah sana. Dan saat itulah indera penciuman Marisa menangkap aroma memabukkan yang membuat perutnya bereaksi keras. Marisa enggan balik ke toilet yang sudah tertinggal jauh di belakangnya. Maka ia langsung berjongkok di sisi jalan setapak dan memuntahkan seluruh isi perutnya, sementata pria tadi sudah berjalan menjauh. Marisa berjuang menuntaskan rasa mualnya.
"Keluarkan semuanya, Mar!"
Mendadak suara sandi terdengar dan tengkuknya terasa ada yang memijat.
Ini rekor baru buat Marisa. Muntah selama tiga menit non stop bukanlah sesuatu yang baik. Kondisi tubuhnya menurun drastis. Lelah dan lemas. Kemudian ia membiarkan dirinya dipapah Sandi kembali ke perkemahan, lalu mendudukkannya di dekat api unggun yang menyala redup.
Sandi menyerahkan secangkir teh tawar yang masih mengepulkan uap kepada Marisa. "Hati-hati, masih panas."
Marisa menggenggam cangkir itu erat-erat. Udara dingin malam di pegunungan dengan angin yang berembus keras, membuatnya nyaris menggigil. Kehangatan dari cangkir merambat ke kedua tangannya. Memberikan efek tenang.
Ditatapnya Sandi yang sedang berusaha menyalakan lagi api unggun. Kejadian tadi benar-benar tidak dimengerti oleh otaknya. Mengingat kembali aroma parfum pria itu yang menyengat, membuat perutnya kembali bereaksi. Reaksi spontan Marisa bangun dan beranjak ke tepi perkemahan, lalu muntah di dekat pohon pinus. Lagi-lagi... Sandi menolongnya. Memijat tengkuknya. Menyalurkan efek tenang.#
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Mendadak [Terbit]
Romance[Hanya beberapa part yang di publish ulang. Happy reading dan met nostalgia❣] Apa yang kalian pikirkan tentang sebuah kecelakaan di satu malam? Di dalam kamar hotel? Di atas ranjang? Marisa dan Victor sama-sama tidak pernah berspekulasi tentang itu...