28. Lego

3.3K 136 3
                                    

Sorot mata Marisa berbinar memandangi langkah-langkah kecil putranya. Ada rasa haru yang membuncah dalam dada seiring perkembangan si kecil yang selalu atraktif. Hari ini, tepat tiga belas bulan usianya.

"Ommh... Nda!" Mulut penuh biskuit itu berucap lucu sambil loncat-loncat menggemaskan. Telunjuknya teracung pada pintu gerbang yang dibuka dari luar.

Marisa mendapati Sandi datang dengan seulas senyum yang memaparkan satu lesung pipinya.

"Halo, Milky! Coba lihat, Oom bawa apa buat kamu." Sandi menyejajarkan tinggi badannya di depan Milky, dengan satu tangan menyerahkan sebuah bingkisan.

Selanjutnya, Marisa menonton adegan Milky dengan Oomnya yang semakin akrab. Si kecil terus mengoceh menyambut hadiah ulang tahun dari Sandi yang tertunda.

"Kapan dia mulai bisa berjalan?"

"Tepat seminggu sebelum hari ulang tahun pertamanya."

"Wow!"

Detik berikutnya Marisa masuk ke dapur demi membuatkan secangkir kopi, membiarkan putranya bermain bersama Sandi.

Sore ini, mereka duduk bersama di teras rumah Marisa. Membahas perihal masa lalu dan perasaan.

Sejak Sandi melamarnya setelah kelahiran Milky tahun lalu, Marisa telah memberi keputusan untuk tetap membesarkan Milky seorang diri. Bukannya Marisa arogan. Tapi ia hanya merasa tak pantas bersanding dengan pria sebaik Sandi. Ia kotor. Sandi bersih dan mapan. Jelas bukan pasangan yang ideal untuk dipersatukan.

Tentu saja Sandi marah. Dia merasa lebih dari cukup untuk mampu membahagiakan Marisa dan putranya. Dia sama sekali tidak keberatan dengan adanya Milky. Tapi Sandi tahu dia tidak bisa memaksakan kehendak.

Milky asyik bermain lego pemberian Sandi. Duduk tenang di atas tikar sambil mengutak-atik potongan-potongan yang bahkan belum dimengerti olehnya. Hanya saja warna yang menarik dari setiap potongan lego itu, sangat disukainya.

"Jadi, besok kau akan pulang ke rumah orangtuamu di Cirebon?" Sandi bertanya setelah beberapa saat.

Marisa mengangguk sekali. "Kayla akan mengantar saya dan membantu menjelaskan perihal keberadaan Milky."

"Apa yang akan kamu katakan pada mereka?"

"Saya..." Marisa mendesah lirih. "tetap akan memakai alasan yang sama. Terkecuali Kak Sandi punya gagasan yang lebih baik."

Sorot mata Sandi berubah sendu. "Semoga semuanya dipermudah."

"Iya, semoga."

Marisa merasakan sebuah tatapan pada dirinya yang membuat ia jengah. Kenapa Sandi masih tidak bisa move on juga darinya?

"Mar,"

Marisa menoleh. Tampak Sandi memandanginya lekat-lekat.

"jangan pernah lupakan satu hal. Bahwa saya, akan selalu menjadi rumahmu untuk bernaung. Di kala badai, hujan, atau pun terik mentari yang menyengat."

Uraian air mata tak bisa dihindari Marisa. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa Sandi bisa sedalam ini mencintainya. Ucapan Sandi itu, bagai ribuan sembilu yang menohok hatinya secara bersamaan. Perih.

Marisa sama sekali tidak memiliki ide apa pun untuk membalas kalimat Sandi. Mungkin jika kalimat itu diucapkan Sandi jauh sebelum Marisa bertemu Victor, mungkin dengan amat sukarela Marisa akan menyambutnya dengan sebuah pelukan hangat. Tapi sekarang telah berbeda. Tidak lagi sama.

Tatapan Sandi berubah intens dalam sekejap. Ada campuran antara sedih, galau dan marah sebagai perwujudan rasa ingin memiliki yang tak tersampaikan sebab tak berdaya. Sekejap, Marisa merasa dapat melihat sisi lemah dan rapuh dari sosok penyelamatnya ini.

Uraian air mata Marisa terhenti karena sentakan kaget ketika kedua tangan Sandi menangkup lembut wajah Marisa tanpa aba-aba. Hal ini tentu membuat Marisa kian merasa bersalah dan tidak pantas.

Namun lagi-lagi sorot pandang Sandi berbeda. Lebih menusuk tanpa menyingkirkan keteduhannya. Jelas itu menunjukkan si pemilik tengah sekarat berjuang atas kesakitannya sendiri yang begitu menyayat.

Marisa tidak bisa bereaksi apa pun sampai ketika akhirnya ia dapat menerjemahkan makna tatapan Sandi. Maksud pandangan itu persis seperti ketika Milky merengek sambil bertanya apakah boleh ia memakan kejunya lagi.

Sebagai jawaban Marisa mengangguk pelan sambil menahan napas dalam. Ruang lingkup wajahnya ini terbatasi kedua tangan kokoh Sandi di kedua pipi.

Yang terjadi berikutnya adalah kecupan sedalam perasaan Sandi kepada Marisa. Dengan mengabaikan kemungkinan bahwa si kecil Milky yang bisa saja mendadak mengalihkan perhatiannya dari lego dan menangkap basah bundanya tengah bercumbu mesra dengan si Oom.#

Pernikahan Mendadak [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang