Kondisi Papi yang berangsur membaik seiring berjalannya waktu, membuat keluarga besar itu kerap berkumpul lengkap. Dari si sulung Victor yang biasanya lebih sering tinggal di rumahnya sendiri di Cirebon; Bella yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang putri; Senna yang tengah sibuk dengan kuliahnya di Jogja; dan si bungsu Dion yang lagi menikmati masa-masa pubernya.
Dan sepanjang minggu ini kelengkapan keluarga besar itu bukan hanya soal kesehatan Papi, tapi juga merayakan momen ulang tahun Senna yang ke sembilan belas pada 2 Agustus hari ini.
Meja makan pagi ini penuh. Lengkap dengan Tante Desi, adik Papi, dan Yoga, putra tunggal Tante Desi. Juga Bibi Iyah dan Mang Tata serta Mbak Tika, babbysitter Dinda.
Ada banyak sekali menu yang tersaji. Hasil kreasi Mami, Bibi Iyah dan Bella. Senna sengaja tidak diikut sertakan pada acara memasak sarapan. Victor yang juga jago masak ternyata terlambat datang karena memang tidak bermalam di sini.
Suasana tampak akrab dan hangat. Papi bercerita banyak hal dengan semangat. Senna kelabakan karena jadi objek utama kejailan Dion. Bella dan Mami asyik menimpali seperlunya. Andi-suami Bella-larut dalam cerita Papi. Semuanya happy. Memeriahkan pagi ini.
Tapi lain dengan Victor. Dia hadir dengan jiwa tak utuh. Pikirannya berkecamuk. Mimpi semalam sangat mengusiknya. Membuat batinnya terluka lantaran sayatan itu kembali bernanah.
Pria macam apa dirinya ini yang begitu tega menelantarkan anak gadis orang yang telah dengan lancang ia nistai? Victor sungguh malu pada dirinya sendiri.
Dan senggolan mendadak membuyarkan pikirannya ketika ia semakin jauh berangan. Victor mengerjap. Langsung menyadari kesalahannya yang telah mengacaukan acara sarapan pagi ini.
Semua mendadak senyap. Dan Victor tahu apa artinya ini. Mereka semua pasti mulai mengasihani dirinya. Mengira ia belum bisa sepenuhnya move on dari Sherin.
Sekarang Dinda menjatuhkan sendoknya ke lantai. Membuat Victor bisa bernapas lega dan merasa berterima kasih pada keponakan semata wayangnya itu lantaran telah diselamatkan dari hujan beberapa pasang mata.
"Dinda lapar sekali, ya?" Mami bertanya gemas.
"Mam-mamm!" sahut Dinda bersemangat. Tangannya menepuk-nepuk pinggiran meja.
"Sampai di mana, tadi?" tanya Papi, entah pada siapa. "O ya, Victor. Bagaimana DeliRest Cirebon? Sudah mulai stabil?"
Victor meraih gelas susu putihnya dan meneguk setengah gelas sebelum menjawab. "Di tahun kedua ini cukup stabil, Pi."
"Dan mengenai rencana pembukaan cabang Bandung, sudah dikonsep ulang?" Tante Desi bertanya serius.
"Soal itu," Victor gamang menjawabnya. Ia juga mendadak jadi gugup setelah kata Bandung terucap di meja makan ini. "Belum. Mungkin Yoga mau mengambil alih? Atau Tante sendiri?" lanjutnya yang langsung disambut dengan lambaian tangan Yoga.
"Aku belum tertarik soal begituan." sembur Yoga.
Papi tergelak. "Yoga, Yoga. Kamu kan sudah lama tinggal di Bandung. Apa susahnya mengorganisir sebuah restoran yang baru launching?"
"No! Apa kata clientku kalau aku beralih profesi?" Yoga mendesis lebay sampai Dinda yang diam-diam memperhatikannya jadi tertawa.
Tante Desi dan Yoga memang turut andil pada DeliCorp sebagai pemilik saham terbesar setelah Papi. DeliCorp memang sejak awal dibangun oleh Papi bersama sang adik pada tahun pertama pernikahannya dengan Mami. Almarhum Om Septiyan, papa Yoga, adalah sahabat karib Papi semasa SMA.
Dan fokus Tante Desi adalah pada DeliPro, yang sudah memiliki tiga cabang di kota-kota besar di Pulau Jawa. Perusahaan properti yang cukup besar di bawah naungan DeliCorp.
Sedangkan Yoga, sesuai hobinya, secara tidak langsung mendukung usaha sang ibu. Sedikit banyak juga menyukseskan perusahaan pusat dan DeliRest. Semua hasil potretnya selalu mengagumkan.
***
Victor keluar dari dapur dengan sekaleng rootbeer. Pikiran kacaunya sedikit teralihkan melihat layar laptop di hadapan Yoga di gazebo. Penasaran, ia mendekat.
Mengagumkan!
Victor tidak pernah bosan memuji sepupunya itu. Angel yang diambil selalu menarik. Juga konsep yang selalu istimewa.
Potret di layar laptop itu menampilkan seorang wanita muda dengan kostum yang-menurutnya-cukup vulgar kalau tidak mau dianggap setengah telanjang. Wanita itu hanya punya selembar kain tipis yang tergerai bebas menutupi sebagian tubuhnya. Dalam potret, kain itu tampak tersapu kipas angin di studio.
Dan lebih dari itu, fakta lain dari si wanita adalah perutnya yang tidak rata. Posenya yang berdiri dengan menyilangkan kaki, sementara satu tangan dilipat depan dada dengan tujuan mempertahankan kain putih agar tidak "melorot". Tangan yang lain menyanggah perut besarnya, dan ekspresi wajah yang sulit di duga. Si wanita seperti merasakan-
"H-HEY!!! Sejak kapan kau berdiri di situ?" Yoga kelabakan mengamankan privasi clientnya.
Victor terbahak sampai terbatuk-batuk. Ditepuk-tepuknya pundak Yoga yang masih kalap dengan keyboard laptopnya. Kini, tampilan layar laptop telah berganti jadi walpaper biasa.
"Kebiasaan!" gerutu Yoga.
Victor ikut duduk. "Lagian, salah siapa bekerja di tempat terbuka seperti ini?" semburnya geli. "By the way, siapa wanita itu? Cantik juga!"
Yoga mendelik. "Sejak kapan kamu jadi suka naksir bini orang?"
Tawa Victor pun kembali pecah.#
_______________
Kasih komentar yang banyak yaa❗
Kisshugs,
FaniaAlva
KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Mendadak [Terbit]
Romans[Hanya beberapa part yang di publish ulang. Happy reading dan met nostalgia❣] Apa yang kalian pikirkan tentang sebuah kecelakaan di satu malam? Di dalam kamar hotel? Di atas ranjang? Marisa dan Victor sama-sama tidak pernah berspekulasi tentang itu...