Paginya setelah malam panjang penuh perjuangan yang dilalui Marisa dua minggu lalu, Sandi mengantarnya pulang. Seluruh teman DPMF keberatan dengan pulangnya Marisa, karena mereka tidak akan lagi menyantap masakan super mantap buatan Marisa.
Dan saat itulah terakhir kalinya Marisa bertemu dengan Sandi, Kayla, dan yang lain. Sebab kini ia telah memutuskan untuk menyingkir. Dari kehidupan teman-temannya. Dari keluarganya. Dan bahkan dari hidupnya sendiri. Karena tiga hari setelah peristiwa di bumi perkemahan itu, dirinya dinyatakan positif hamil oleh tiga buah testpack.
Marisa bersyukur karena telah memanfaatkan waktu luangnya untuk sesuatu yang berguna. Dengan tabungan hasil kerjanya di toko kue Tante Hani selama 13 bulan, ditambah dengan uang saku dari Papa yang terus mengalir walau telah Marisa tolak, ia membeli sepetak tanah yang di atasnya berdiri sebuah bangunan rumah minimalis berlantai satu di pinggiran Bandung. Sebuah tempat yang akan menjadi perlindungan utama baginya dan si kecil.
Tentu saja Marisa tidak mau ambil risiko. Ia memilih cuti kuliah dan mempertaruhkan beasiswanya. Ia memilih menghindar ke tempat di mana tidak ada satu pun orang yang mengenalnya dan mengetahui asal-usul serta latar belakangnya.
Satu-satunya hal yang tidak mudah dilakukan adalah meyakinkan Kayla dan Tante Hani. Marisa memang menghindari Kayla, tapi ia juga memohon dan memaksa Kayla untuk menyampaikan pada Tantr Hani bahwa ia baik-baik saja dan sedang sibuk dengan kegiatan magangnya di salah satu perusahaan di Bandung, sehingga tidak bisa pulang pada libur semester ini. Hal serupa ia katakan pada orangtuanya. Kebetulan, kesibukan mereka juga membuat mereka tidak bisa menemui Marisa dalam waktu dekat.
Tentunya Kayla marah-marah karena Marisa tidak mau jujur padanya. Juga Sandi. Kayla bilang ia hampir tiap hari diteror cowok berlesung pipi itu.
***
Marisa terduduk pasrah di satu-satunya sofa di ruang tv sambil mengempaskan tasnya di meja. Satu hal yang membuat ia yakin untuk membeli rumah ini selain karena dijual murah meriah oleh pemilik sebelumnya yang hendak pindah ke luar provinsi, adalah karena letak rumah sakit tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh selama tiga puluh menit menggunakan kendaraan pribadi, dan empat puluh menit (bisa lebih) menggunakan kendaraan umum.
Perjalanan hampir satu jam dari rumah sakit, membuat tubuh Marisa cukup lelah. Ya, ia jadi gampang lelah. Ia benci merasa rapuh seperti ini. Tapi ia sama sekali tidak bisa membenci alasannya untuk menjadi rapuh.
Dirabanya perut yang sudah mulai membuncit. Baru saja Dokter Anna memberi tahukan usianya. Sudah masuk minggu ke-dua belas.
Dalam hati ia bersyukur sisa tabungannya masih cukup untuk menghidupinya dengan si kecil setidaknya sampai sepuluh bulan ke depan, ditambah lagi dengan jatah uang bulanan dari papanya yang masih tetap mengalir ke rekeningnya.#

KAMU SEDANG MEMBACA
Pernikahan Mendadak [Terbit]
Romance[Hanya beberapa part yang di publish ulang. Happy reading dan met nostalgia❣] Apa yang kalian pikirkan tentang sebuah kecelakaan di satu malam? Di dalam kamar hotel? Di atas ranjang? Marisa dan Victor sama-sama tidak pernah berspekulasi tentang itu...