The Guardians - #26

220 45 0
                                    

Aku menyaksikan kepergian Jonas beserta keluarga dan kerabatnya yang lain.

Hatiku serasa diremas, dan emosiku seakan diuji. Aku lelah merasakan gelombang amarah serta kesedihan mendalam. Aku lelah merasa bodoh dan pengecut. Aku lelah harus meninggalkan orang-orang yang kusayang satu demi satu. Dan di atas itu semua, aku lelah merasakan sakit hati karena tahu aku sudah tidak memiliki apa pun.

Dan Venetia masih menempelkan tubuh moleknya padaku.

"Aku mendengar percakapanmu dengan Jonas," celetuknya ketika aku bersiap untuk pergi juga.

"Oh, ya?" Balasku dingin. "Bagus. Karena aku tidak harus pergi bersamamu, dan terima kasih untuk Jonas! Hore!"

Ketika di belakangku Venetia tidak merespon akan kalimat sarkastikku, aku memutuskan untuk berbalik menghadapnya. Dan seketika tangannya menamparku lagi.

"Jangan berani-berani, sayang," gumamnya mengancam. "Kita akan tetap datang."

"Kau gila, ya?" Aku mengangkat sebelah alisku ke arahnya. "Aku tidak ingin malu karena ditendang keluar dari sana."

"Tidak ingin malu atau tidak ingin menyakiti gadis kecilmu?" Tantangnya.

Caranya menyebut sosok Abigail membuatku kembali marah. Aku praktis terlihat seperti perempuan yang sedang datang bulan. Aku benar-benar tidak bisa mengontrol suasana hatiku.

"Bisakah kau mengabulkan satu permintaanku?" Tanyaku tiba-tiba. Venetia menatapku curiga, namun kepalanya mengangguk perlahan. "Setelah semua yang kulakukan, bisakah kau meninggalkanku sendiri? Apakah tidak cukup bagimu melihatku sengsara karena meninggalkan orang-orang yang kusayang? Apakah tidak ada secercah rasa kasihan dan bersalah di dalam hatimu untukku? Setelah semua ini, Ven?"

Aku tidak menyangka mampu mengucapkan itu dengan nada serta tatapan datar ke arah Venetia. Namun wanita tersebut tidak terkesan dengan pidato kecilku, malahan ia sibuk memainkan rambut berkilaunya.

"Kau tidak berubah, huh?" Responnya seraya mengeluarkan ekspresi berang. "Sama seperti dulu. Tidak tahu terima kasih, tidak tahu cara bersyukur. Kau akan tahu apa yang bisa kulakukan untuk hidupmu, Sebastian. Dan kau akan berterima kasih kepadaku."

Ekspresi datar masih kupertahankan. "Dan bagaimana dengan Valerie, putrimu? Apakah dia tahu tentang masa lalu ibunya? Apakah dia tahu betapa brengsek ibunya?"

Senyum mencemooh terukir di bibir penuh Venetia. "Valerie adalah wanita muda dewasa yang punya kehidupannya sendiri. Percayakah kau bahwa kami tidak berbicara kepada satu sama lain selama tiga tahun? Aku bahkan ragu putriku tersebut tahu aku ada di London. Kehadiran singkatku di pembukaan klub waktu itu rupanya tidak cukup untuk menarik perhatiannya."

Aku menatapnya penuh kebencian serta rasa jijik. Sudah kuduga, Venetia memang tidak tahu bagaimana menjadi seorang ibu. Ia bahkan tidak repot-repot mengurus putrinya walaupun Valerie sendiri telah terbiasa tanpa sosok ibu. Mungkin.

"Kau gila." Desisku tajam.

"Berlarilah sesukamu, sayang, dan aku akan tetap menemukanmu!"

Dan itulah kalimat terakhir yang kudengar dari Venetia sebelum aku keluar dari butiknya.

•••

Aku kembali ke Marvelous Theatre Home dan disambut oleh beberapa murid dari kelasku.

"Knox!" Seruku, memanggil salah satu anak. Senyumnya merekah lebar menampakkan beberapa giginya. "Hey, apa yang kalian lakukan di luar sini?"

"Kami bosan, Mr. Stan," jawab Tom—salah satu anak yang lain—sambil mengerucutkan bibir. "Bisakah kita belajar di taman?"

The GuardiansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang