ABIGAIL
Aku keluar dari mobil dan menabrak tubuh seseorang.
"Oh, sial," gerutuku.
"Abigail?"
Jantungku berhenti berdetak, mataku secara spontan menyapu pemandangan di hadapanku.
"Mason?!" Seruku, terkejut. "Kau mengikutiku?"
"Tidak—"
"Aku benar-benar tidak ingin punya urusan denganmu!" Selaku kasar.
"Abigail, kumohon—"
"Pergilah, Mason."
"Tapi—"
"Pergi!"
Aku membanting pintu mobil hingga tertutup, kemudian berderap memasuki restoran tempat aku dan Mom akan bertemu.
Yeah, omong-omong tentang Mom, kami baik-baik saja. Kami selalu seperti ini. Bertengkar mengenai hal bodoh dan selalu berakhir baik-baik saja.
Ketika kakiku hanya berjarak beberapa sentimeter dari pintu restoran, tiba-tiba benda tersebut terbuka dengan sendirinya disertai munculnya seorang pelayan dengan senyum ramah.
"Selamat siang." Sapanya. "Ada yang bisa kubantu?"
"Yeah," mataku mengelilingi restoran sambil berceloteh, "Reservasi tempat atas nama Sybilline Phineas."
Si pelayan mengecek clipboard-nya sesaat sebelum membalas, "Meja nomor 213. Biarkan aku—"
"Tidak perlu," selaku sambil tersenyum sopan setelah mataku menangkap sosok Mom. Aku menunjuk meja Mom kepada si pelayan. "Aku sudah menemukannya. Terima kasih."
"Nikmati siangmu!" Balasnya sambil tersenyum tidak kalah sopan.
Aku berjalan melewati meja-meja yang penuh dengan celotehan serta gurauan para pemiliknya. Kemudian sampailah aku di hadapan Mom. Wanita 51 tahun tersebut berdiri, lalu mengecup pipiku.
"Terima kasih sudah datang," katanya seraya mengisyaratkanku untuk duduk. Kemudian pelayan datang.
"Tidak ada yang bisa menahanku dari makanan gratis," kataku seraya menyeringai dan sambil membaca buku menu.
Mom tergelak. "Well, itu praktis terdengar sepertimu."
"Jadi, bagaimana pekerjaanmu?"
"Oh, darling," matanya berbinar bahagia. "Mereka akan menempatkanku di Dubai selama satu tahun, dan aku tidak bisa lebih bahagia lagi."
Aku mengerti arti Dubai bagi Mom. Tempat itu menyimpan kenangan manis akan masa-masa awal pernikahan Mom dan seorang bajingan yang kusebut Dad. Mereka begitu bahagia, begitu bebas untuk mengeksplor seluruh dunia. Dan sayangnya, Dubai juga menyimpan satu kenangan pahit.
Mom hamil.
Mom hamil di sana. Dan Dad tidak senang.
Di antara banyaknya negara yang pernah mereka kuasai, Dubai merupakan kesukaan Mom. Hanya Dubai. Bahkan ketika Dad mulai bertingkah gila di sana. Dan aku tidak habis pikir.
"Well, satu tahun tidak sebentar, eh?" Godaku, dan Mom tertawa. "Selamat, Mom! Kau pantas mendapatkannya."
"Yeah, hanya saja," ia berhenti sejenak. "Apakah kau akan baik-baik saja?"
"Jangan pikirkan aku!" Sergahku. "Aku akan baik-baik saja."
Mom menatapku khawatir. Ia selalu seperti itu. Memangnya aku ini apa? Bocah berusia lima tahun?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardians
Fanfiction[BAHASA INDONESIA] - [SEBASTIAN STAN] • Di saat dunia fantasi pribadinya membungkusnya rapat dari dunia luar yang kurang ajar, Abigail harus menerima fakta bahwa dunia fantasi tersebut tidak selamanya dapat menjadi pelindungnya. Ia harus keluar, har...