"Steak atau baked salmon?" Kudengar Abigail bertanya.
Sekarang pukul lima sore dan Abigail sedang bersiap untuk membuat makan malam. Aku mengerang, berjalan ke arahnya.
"Ayolah, nonton film saja! Ini masih terlalu sore, Abigail," pintaku sekali lagi.
Ia tetap menggeleng. "Proses memasaknya cukup lama, Seb."
"Well, kalau begitu, jangan membuat kedua menu tersebut." Aku mengerucutkan bibir yang biasanya ampuh untuk Abigail, tapi tidak kali ini.
"Kau tahu, aku ingin steak. Mari buat itu!" Ia berseru semangat sementara aku memutar bola mata.
Abigail berjalan menuju dapurku untuk menyiapkan bahan makanan, dan aku mempunyai ide lain.
Berjalan mendekatinya, aku melingkarkan lenganku di sekitar pinggangnya. Walau sudah terbiasa, Abigail selalu menegang menerima sentuhanku, dan kali ini aku tidak akan berhenti.
Aku mencium setiap lekuk lehernya, memberi beberapa tanda di sana. Ia mendongak untuk memberiku akses lebih sementara tangannya terangkat berada di rambutku. Ia mengeluarkan erangan-erangan lembut yang membuatku gila.
Lalu ia berbalik menghadapku. Matanya gelap dipenuhi hasrat, dan aku yakin mataku pun terlihat seperti itu. Ia menyatukan bibir kami, dan ciuman kali ini jauh berbeda dari sebelumnya. Abigail yang mendominasi, dan aku tertawa dalam hati. Apakah ini efek tubuhku terhadapnya?
Tangannya bermain di rambutku, tanganku berjalan turun menyusuri punggungnya—hingga ke pinggulnya. Aku mengelusnya lembut di sana, membuat erangan Abigail tak terkondisikan.
"Seb..." desahnya.
"Ya, baby?" Balasku masih di sela-sela ciuman.
"Lakukan!"
Aku melepas ciuman kami secara tiba-tiba dan membuatnya mengerang frustasi. "Apa yang harus kulakukan, hm?"
"Aku menginginkanmu." Suaranya begitu menggoda sehingga aku kembali menyatukan bibir kami sekaligus mengangkat tubuh ringannya ke ranjang.
Dan ia begitu sempurna di sana.
•••
Tubuh Abigail melengkung ke atas saat orgasme menghantamnya untuk kesekian kali.
Aku tersenyum lembut, lalu merengkuhnya ke dalam pelukanku. Kepalanya beristirahat pada dadaku, sementara jari-jariku bermain di punggung mulusnya.
Diiringi napas berat, ia berbicara, "Aku tidak akan pernah puas, Seb."
Aku tergelak. "Well, senang bisa mengetahuinya."
"Apakah kau selalu seperti ini dengan perempuan lain?" Tubuhku menegang seketika, dan mata Abigail menemukan milikku. "Apakah aku mengangkat topik yang salah?"
Tersenyum lemah, aku menjawab dengan sabar, "Sebelumnya aku belum pernah melakukan ini, baby."
Matanya menatapku khawatir, lalu keheranan. "Serius?"
"Mengapa kau pikir aku tidak serius?" Kukecup keningnya, lalu turun hingga ke rahangnya.
"Seb," ia berhenti sejenak. "Kau adalah laki-laki yang menarik. Kau sadar itu, bukan? Rasanya salah jika... jika—well, jika kau belum pernah melakukannya."
"Menjalin hubungan? Well, yeah, aku pernah." Pikiranku berlari ke hari-hari bahagia ketika mempunyai pacar pertama. Well, pacar pertama dan satu-satunya pada saat itu—sebelum akhirnya keadaanku memburuk lalu kehilangannya. Abigail menatapku dengan kening berkerut, lalu aku melanjutkan, "Berhubungan seksual? Well, selamat, baby. Kau orang pertama yang memberiku pengalaman ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardians
Fanfiction[BAHASA INDONESIA] - [SEBASTIAN STAN] • Di saat dunia fantasi pribadinya membungkusnya rapat dari dunia luar yang kurang ajar, Abigail harus menerima fakta bahwa dunia fantasi tersebut tidak selamanya dapat menjadi pelindungnya. Ia harus keluar, har...