SEBASTIAN
Mengambil posisi nyaman di sofa Abigail, aku mencoba memejamkan mata.
Tidur di apartemen Abigail telah menjadi rutinitas. Aku takut bila mimpi buruk kembali menyerangku, atau lebih buruk lagi adalah rasa sakit yang datang karena aku telah berhenti mengonsumsi narkoba sepenuhnya.
"Selamat malam, Seb," bisik Abigail sekali lagi sebelum menghilang ke kamarnya.
Aku tersenyum dalam hati, lalu mencoba memejamkan mata.
Hal selanjutnya yang kutahu adalah suara Venetia.
•••
"Oh, Sebastian, kau begitu kuat dan menggoda," desah wanita tersebut sambil menggigit bibir bawahnya.
Keringat membasahi seluruh wajah serta tubuh Sebastian, namun wanita itu belum memberinya ampun. Sebastian harus terus memuaskannya, atau hanya Tuhan yang tahu apa yang akan dilakukannya esok hari.
Venetia menyentuh dada Sebastian sembari terus mendesah. Jari-jarinya yang lain bermain dengan tubuhnya sendiri, membuat wajah Sebastian mengernyit jijik.
Sebastian terus memainkan ritmenya. Ia mencoba sebisa mungkin memberikan yang terbaik agar wanita tersebut puas serta lelah. Namun Venetia tak kenal lelah.
Merasa napasnya tidak karuan, Sebastian berhenti di tengah permainan. Venetia mendongak untuk menatap pemuda itu, matanya gelap akan amarah serta nafsu.
Wanita 40 tahun tersebut bangkit dari bawah Sebastian. Ia mengambil tongkat panjang nan kurus, dan mengarahkannya ke punggung Sebastian.
Pemuda itu berteriak kesakitan lalu terkapar di ranjang.
•••
"Brengsek!"
Aku membuka mata dengan wajah serta tubuh penuh keringat. Mataku mencoba menyesuaikan dengan ruangan yang gelap. Aku menyadari bahwa Abigail tidak datang untuk menyelamatkanku.
Bangkit dari sofa, aku berjingkat-jingkat menuju pintu kamar Abigail yang sedikit terbuka. Ketika mengintip ke dalamnya, dapat kulihat ia tidur dengan pulas.
Entah sudah berapa lama aku berdiri dan memandangnya, namun kulihat tubuh mungilnya sedikit bergerak gelisah. Semakin lama gerakannya semakin tidak terkontrol. Ia mencengkeram pinggiran selimutnya dengan mata tertutup, kakinya menendang udara. Lalu aku mendengarnya terisak lemah.
Aku berlari kecil menghampirinya. Kulingkarkan lenganku di sekitar tubuhnya yang menggigil. Dapat kulihat ia hanya mengenakan celana piyama pendek serta kaus tipis. Apa yang dipikirkannya?
Tubuhnya masih bergetar hebat di pelukanku, dan aku mencoba sebisa mungkin membuatnya hangat tanpa membangunkannya. Air matanya menetes mengenai lenganku. Aku tidak mengerti mengapa hatiku terasa seperti diremas melihatnya seperti ini.
Lalu kepalanya mendongak.
Dalam gelap, mata abu-abunya menatapku. Mereka terlihat merah dan berair. Abigail tidak mengatakan sepatah kata pun, namun ia menyandarkan kepalanya pada dadaku.
Napasnya mulai teratur, dan selanjutnya tidak ada gerakan darinya. Mengetahui ia telah tenang dan tertidur, aku pun mencoba memejamkan mata.
Dan sinar matahari pun menembus kelopak mataku.
Aku terbangun dan mengetahui Abigail telah hilang dari sisiku. Kemudian aku mencium aroma roti panggang.
"Selamat pagi," sapa Abigail ketika aku memasuki dapur.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Guardians
Fanfic[BAHASA INDONESIA] - [SEBASTIAN STAN] • Di saat dunia fantasi pribadinya membungkusnya rapat dari dunia luar yang kurang ajar, Abigail harus menerima fakta bahwa dunia fantasi tersebut tidak selamanya dapat menjadi pelindungnya. Ia harus keluar, har...