The Guardians - #30

592 62 11
                                    

SEBASTIAN

Darahku seakan mendidih ketika melihat Quincy keluar dari mobil diikuti oleh Abigail.

Gadisku menutup mulutnya untuk menahan isakan yang bisa saja lolos dari mulutnya, sedangkan kulihat air mata mengucur dari matanya yang dirias cantik. Hatiku serasa diremas melihat keadaannya.

"Pion kecilmu berpikir kau yang akan menikah," celetuk Venetia di sampingku. Walaupun aku tidak mengindahkan ucapannya, ia tetap melanjutkan, "Well, aku senang Quincy melakukan tugasnya dengan benar."

Seketika kepalaku tersentak menoleh ke arahnya. Quincy? Venetia mengenal Quincy?

"Kau kenal bajingan itu?"

Venetia tertawa renyah. "Lalu menurutmu, bagaimana caranya Quincy bisa masuk ke sini? Mengingat Jonas mengenalku sebagai desainernya, ia memberiku dua undangan secara cuma-cuma."

"Bajingan," desisku tertahan.

Venetia melingkarkan jari-jarinya pada lenganku, senyumnya merekah rupawan bak ibu peri. Aku mengernyit memikirkan fakta bahwa Jonas tidak tahu siapa Venetia yang sebenarnya, ditambah lagi aku belum sempat bertemu dengannya.

Seperti layaknya sihir, aku melihat sosok Jonas berada di balik panggung bersama sang pastur. Meskipun situasi di antara kami sedang rumit, aku tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa mantan majikan seksku sedang bermain api di pernikahannya. Selain demi hubunganku bersama Abigail, aku harus memberitahu Jonas demi kelancaran pernikahannya juga.

Melepaskan diri dari Venetia, aku segera berjalan cepat menuju Jonas. Matanya membelalak terkejut melihatku, lalu ekspresinya berubah garang.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Desisnya, hampir meledak oleh amarah.

"Jo, kau harus mendengarku," Jonas telah membuka mulutnya untuk menjawab, namun kuangkat tanganku untuk mencegahnya. Ini bisa saja merupakan kesempatan terakhirku. "Kau harus percaya bahwa aku mengatakan hal yang sejujurnya. Pemilik butik waktu itu—tempat kalian memesan gaun dan sebagainya—adalah Venetia. Kau ingat dia, Jo? Venetia yang menyiksaku? Venetia yang—"

"Kau gila." Semburnya. "Aku melihatmu datang bersamanya, Seb. Kau tidak mungkin sebodoh itu dengan cara datang bersama mantanmu yang tidak waras!"

"Jo—"

"Seb," selanya sekali lagi. "Aku tidak tahu permainan apa yang sedang kau lakukan, tapi tolong jangan merusak di sini—"

"Itu sebabnya aku memberitahumu!" Bentakku, sang pastur melihat ke arah kami. "Jo, aku tidak bisa memberitahumu di butik karena dia mengancamku! Kau pikir mengapa aku mau datang bersamanya? Karena dia tahu Abigail akan datang, dan dia ingin menghancurkan gadisku!"

Jonas menatapku untuk waktu yang lama. Aku tidak dapat membaca ekspresinya, atau pun matanya. Dalam hati aku sangat berharap Jonas memercayaiku, karena dia adalah satu-satunya harapanku. Aku tidak peduli apakah Venetia akan menyakitiku setelah ini, namun Jonas harus tahu agar dapat menolong Abigail.

Bicara tentang Abigail, aku pun melanjutkan, "Abigail datang bersama Quincy. Kau ingat dia, bukan? Quincy bekerja sama dengan Venetia, itu artinya mereka telah merencanakan ini sejak lama. Mereka sengaja ingin menghancurkanku, Jo, dan aku tidak ingin Abigail terlibat!"

Jonas tetap menatapku tanpa ekspresi, dan pertahananku pun runtuh. Aku menangis di hadapan Jonas. Aku tidak tahan memikirkan apa yang akan terjadi dengan Abigail—aku bahkan tidak tahan jika Abigail melihatku bersama Venetia. Itu akan sangat cukup untuk menghancurkannya. Menyakiti Abigail merupakan hal terakhir yang ingin kulakukan.

The GuardiansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang