//15//

97 17 6
                                    

"Hindari marah dari kecewa"

____

"Kek, kita beneran pulang?" Lagi-lagi Qila menanyakan hal yang sama, entah sudah yang keberapa kali dalam satu jam terakhir.

"Iya, kita pulang." Dan entah yang keberapa kali pula, Kakek menjawab pendek.

"Serius Kek?" Qila kembali bertanya, memastikan.

Kakek mengangguk.

"Terus Kak Aspuri gimana?"

"Dia butuh waktu sendiri buat menyadari kesalahannya Qil. Lagipula, Kakek perlu ngambil baju ganti untuk beberapa hari ke depan," jelas kakek, kali ini lebih panjang.

"Oh iya ya, aku nggak ikut nginep di rumah sakit deh. Nanti abis pulang sekolah aku mampir bentar ke rumah sakit."

"Kok cuma bentar?" Dahi kakek berlipat.

Qila garuk-garuk kepala, bingung harus jawab apa. Pasalnya seusai jam pelajaran di sekolah berakhir, Qila harus melaksanakan kewajibannya, kerja part time. "Ehm ... soalnya aku mau ngerjain PR, Kek. Biasanya hari rabu tuh banyak PR." Qila nyengir mengakhiri kalimatnya.

"Ya ampun! Kakek lupa." Kakek menepuk keningnya.

"Lupa apa Kek? Ada yang ketinggalan?" selidik Qila.

Kakek dan Qila sedang berjalan di trotoar, berniat mencari angkot. Jam pulang kerja, jalanan padat dipenuhi oleh beragam kendaraan. Metromini, mobil, motor, sepeda, becak, bajaj, bus semacam Transjakarta, truk, dan lain sebagainya. Namun sayang, angkot jurusan daerah tempat tinggalnya belum muncul juga.

"Pigura pesenan orang belum Kakek anter."

"Ah gampang. Nanti biar Qila yang nganter," sahut Qila, enteng.

"Emang kamu tau alamatnya di mana?"

Qila nyengir. "Nggak, hehe. Tapi kan kalo udah sampe rumah bisa dicatet, Kakek sebutin aja alamatnya di mana."

"Oke. Abis itu Kakek langsung ke rumah sakit ya. Takutnya Kakakmu kenapa-napa."

Bersamaan dengan itu, batang hidung angkot yang mereka tunggu-tunggu sejak setengah jam yang lalu tengah melaju ke arah mereka. Namun tidak mudah untuk membuat angkot itu bergerak cepat dan berhenti tepat di depan mereka karena jalanan yang masih padat merayap.

"Sini!" seru Qila seraya melambaikan tangan agar angkot itu menghampiri mereka.

Kernet angkot langsung berseru pada sang supir untuk segera menepi. Sang supir pun menekan pedal rem. Genap sudah, angkot telah berhenti. Tetapi tidak sampai tepat di hadapan kakek dan Qila. Akhirnya mereka memilih jalan sedikit untuk menghampiri angkot tersebut. Para pengendara di belakang angkot, sebagian besar tak sabaran, mereka menekan klakson beberapa kali hingga memekakkan telinga.

Kakek dan Qila tergesa, mempercepat langkah. Sebaiknya begitu daripada mereka terkena amuk massa. Tak butuh waktu lama, kakek dan Qila sudah duduk manis di dalam angkot. Meski mereka duduk terpisah karena kebanyakan bangku sudah terisi.

***

"Rafif! Woe, cepet turun! Jangan nge-game mulu! Lo disuruh makan tuh sama Mama Papa." Melan-kakak perempuan Rafif-menyuruh adik bungsunya agar segera turun ke lantai bawah.

Jangan Panggil Aku Goblok! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang