"Fokuskan 90% waktumu pada solusi dan hanya 10% pada masalah."
<Anthony J. D'Angelo>
_____
Ruang kepala sekolah lengang sejak lima menit yang lalu. Hanya helaan napas dan bunyi mesin pendingin ruangan yang mendominasi. Suasana masih memanas, namun orang-orang di dalam ruangan menampilkan raut muka lelah.
"Kamu," kepala sekolah menggeram, napasnya tersengal. Sudah muak dengan semua tindak tanduk siswi di hadapannya. "Ini, kamu kasih ke orang tua kamu." Kepala sekolah mengulurkan sebuah kertas yang terlipat. Sesuatu yang tak Aspuri duga.
"Saya udah capek ngomongin kamu. Percuma, masuk kuping kanan keluar kuping kiri." Kepala sekolah memijat pelipisnya, tiba-tiba kepalanya terasa berat.
Aspuri mengernyit memandang kertas tersebut, ia kembali menengadah saat menyadari kertas yang diberikan oleh kepala sekolah tadi adalah sebuah undangan. Aspuri mengembuskan napas kasar, dengan perlahan ia meraih undangan itu.
Dari luar undangan sudah tertera tulisan yang menandakan undangan ini adalah surat panggilan untuk orang tua atau wali murid. Sehingga siapapun yang melihat tak perlu lagi repot-repot membaca isinya. Aspuri datang tepat waktu bisa dihitung dengan jari, mengakibatkan ia langganan keluar masuk BK. Namun baru kali ini Aspuri menerima surat panggilan.
Aspuri berdecak pelan. "Kenapa harus orang tua, Pak?"
"Orang tua kan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas anaknya," sahut kepala sekolah ketus.
Aspuri tertegun, iya juga sih. Bener juga nih kata Pak Plontos, batinnya.
"Tapi kalo orang tua saya berhalangan hadir gimana, Pak?" Aspuri kembali bertanya. Lebih tepatnya sih, nggak bakal bisa dateng selamanya, lanjut Aspuri membatin.
Kepala sekolah menghela napas pendek, lantas membalas, "Yah, keluarga kamu yang lain. Yang bisa datang mewakili orang tua kamu."
"Oh, yaudah. Itu doang Pak yang mau disampein? Atau ada lagi?" Aspuri mengangkat dagu, seolah ingin menantang.
Kepala sekolah menatap tajam pada Aspuri, lalu segera mengibas salah satu tangannya dengan gestur mengusir. Jika lama-lama berurusan dengan gadis itu tensi darahnya akan naik dengan cepat.
Paham dengan maksud kepala sekolah, Aspuri bangkit dari posisi duduknya dan beranjak meninggalkan pria berkepala gundul tersebut.
***
Bel istirahat telah berbunyi lima menit yang lalu, namun Qila dan Rumi masih berada di dalam kelas. Hanya mereka berdua yang tersisa di dalam kelas. Sebagian besar penghuni kelas sudah melesat menuju kantin.
"Kantin yuk Rum.. Rumi, ayolah. Aku laper nih, emang kamu nggak laper?" Qila berusaha membujuk Rumi yang masih sibuk berkutat dengan buku catatannya.
"Kali ini elo ke kantin sendiri aja ya Qil. Gue harus ngelengkapin catetan gue yang masih kosong. Abis jam istirahat ini harus dikumpul."
"Makanya rajin nyatet dong! Kayak aku gini, nih!" seru Qila seraya menepuk dadanya berulang kali, penuh rasa bangga. "Lagian udah tau harus dikumpul, coba dari semalem kamu nyatetnya pasti sekarang udah beres."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Panggil Aku Goblok!
Teen Fiction[Completed] Dengan finansial seadanya, Qila adalah sosok yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan mampu membuat orang-orang di sekelilingnya tertipu dengan topeng yang selalu ia pamerkan, layaknya remaja kebanyakan yang hanya akan senang dengan hal...