Qila membiarkan isaknya pecah seiring kakinya melangkah menjauhi bangunan rumah sakit. Ia berencana buat pergi menemui Rafif agar bisa curhat dan menceritakan semua apa yang terjadi. Kan Rafif selalu welcome, begitu pikirnya. Niatnya sih mau naik ojek online tapi ongkosnya tidak cukup buat pulang pergi. Jadi dia terpikir buat naik angkot. Masalahnya Qila sekarang lagi kabur buat menghindar dari drama yang baru terjadi dan yang paling penting Aspuri pasti lagi mencari keberadaannya.
Kalau angkot belum muncul juga, fiks sih Qila harus lari. Ketauan Aspuri? No. Bisa-bisa Qila bakal diseret buat balik lagi ke rumah sakit. Dan, oh untunglah karena tidak lama kemudian ada angkot yang menepi. Qila otomatis mengusap kelopak matanya yang basah dan merapikan penampilannya sejenak, kemudian naik dan menyebutkan tujuannya.
Dari kaca angkot Qila bisa melihat sosok Aspuri yang berlari sambil teriak-teriak memanggil namanya dan bermaksud mencegah Qila pergi, namun apa daya angkotnya sudah bergerak maju perlahan. Qila menghela napas lalu menyandarkan punggungnya. Merasa lelah, cewek itu memijat pangkal hidungnya perlahan dan melamun dengan kelopak mata yang perlahan meredup.
Sebenarnya ia tak perlu lari. Ia tak perlu menghindar. Sebab selalu begini, dari dulu Qila tak pernah bisa secepat itu untuk menerima. Ia butuh waktu, ia butuh proses. Bukankah semua orang juga begitu? Qila rasa, iya. Cewek itu menipiskan bibir. Angkot terus melaju, sebenarnya Qila ragu untuk memutuskan tujuan. Ia tak tau mau kemana.
Cit!!!
Angkot tiba-tiba berhenti, membuatnya tersentak. Ternyata ada orang yang memberhentikan dan mau naik. Qila hanya melirik sebentar, tak peduli banyak. Hingga akhirnya ekspresi wajah Qila berubah perlahan dengan mata melotot dan kening berkerut serta tubuh yang menegak. Orang itu mendekati Qila, segera membuka pintu angkot dan langsung meraih pergelangan tangannya. Fyi, posisi Qila sekarang tepat berada di samping jendela sehingga mempermudah cowok itu untuk meraihnya.
"Ih apaansih! Kok kamu bisa di sini?! Ini angkotnya belum aku bayar loh...," Qila langsung memerotes ketika kakinya sudah menginjak tanah.
"Udah gue bayar. Selesain dulu masalah yang lo tinggalin," ujar Rafif yang tidak tau dari mana asalnya tiba-tiba datang.
"Dih, nggak mau balik ke sana. Nanti aja, jangan sekarang," ujar Qila menolak malas. Ia mulai melangkahkan kaki meninggalkan Rafif di belakang. Apa-apaan dia seenaknya saja menyuruhnya melakukan hal itu.
"Yaudah, ikut gue yuk!"
"Kemana? Ke sana lagi? Ogah."
"Makanya ikut dulu."
"... oke."
Qila tak punya pilihan lain dalam keadaan begini selain menuruti kemauan Rafif. Lagipula, ia tak tau harus kemana. Mengikuti Rafif adalah satu-satunya jalan. Mereka tak kunjung bicara setelah itu. Hingga akhirnya Qila bosan dan memutuskan untuk bertanya.
"Kita mau kemana sih?"
"Diem aja. Nanti lo bakal tau."
"Ya aku penasaran weh, kalo nggak ya aku nggak nanya!"
"Weh, nyolot."
"Lagian bawa motor kek, biar nggak jalan kaki. Capek tau!"
"Dih, sensi amat."
"Bodo!" Qila berseru sambil memutuskan untuk melangkah lebih dulu. Tapi baru beberapa meter melangkah suara Rafif menghentikannya.
"Sok-sokan jalan duluan, padahal nggak tau arah tujuan."
Qila sontak menoleh dan dibuat melotot karenanya.
"Yeu, songong lu."
"Duh, udah bisa ngeledek nih ye."

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Panggil Aku Goblok!
Novela Juvenil[Completed] Dengan finansial seadanya, Qila adalah sosok yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan mampu membuat orang-orang di sekelilingnya tertipu dengan topeng yang selalu ia pamerkan, layaknya remaja kebanyakan yang hanya akan senang dengan hal...