Aspuri menarik napas panjang, kembali menguasai diri. Ia sudah menetralisir berbagai gejolak yang ada dalam dirinya. Kali ini bulir bening tak keluar dari sudut matanya. Sekarang, Aspuri masih berdiri di depan pintu kamar kakek.
Dahinya mengernyit, kenapa tiba-tiba kakek menghubungi orang itu? Atau Jangan-jangan orang itu yang menghubungi kakek? Apa ada sesuatu yang terjadi pada orang itu? Atau ada sesuatu yang menimpa kakek? Tapi, kakek tak ingin bercerita pada Aspuri maupun Qila dan lebih memilih menceritakannya pada orang itu.
"Nggak, nggak, nggak mungkin kakek kayak gitu. Ini pasti ada apa-apa sama dia." Aspuri manggut-manggut, berusaha meyakinkan dugaannya.
"Aspuri?!" teriak kakek dari dalam kamar. Aspuri mengerjapkan matanya berulang kali. Ia bingung bercampur heran. Aspuri menatap pintu di sampingnya, kemudian beralih menatap lurus ke depan. Aspuri melakukan hal itu beberapa kali sebelum ia menjawab teriakan kakek.
"I-iya Kek?!" Aspuri balas teriak, karena posisinya cukup jauh dari kakek. Namun gugup menguasai Aspuri. Ia takut, nanti ternyata kakek mengetahui kalau ia habis menguping. Aspuri tak bergerak dari posisinya. Ia tetap berdiri kaku di depan pintu.
"Sini dulu!" Kakek kembali berteriak. Mau tak mau memaksa Aspuri untuk beranjak dari tempatnya berdiri.
Aspuri membuka pintu secara perlahan, sehingga pintu terdorong dengan pelan. Setelah figur kakek dapat terlihat secara sempurna di hadapannya, Aspuri berdeham.
"Kebiasaan ya kamu, kalo dipanggil Kakek tuh langsung samperin. Jangan bales teriak."
Aspuri memejamkan mata sejenak. Lalu menjawab, "Iya iya Kek. Nggak lagi deh."
"Ah kamu mah ngomong terus nggak lagi deh nggak lagi deh. Tapi liat aja nanti dilakuin lagi."
"Yaudah, yang penting sekarang aku udah di sini. Ada perlu apa Kakek manggil aku?"
"Kamu selama ini baik-baik aja kan?"
Aspuri sontak terkekeh, setelah kekehannya reda ia menaikkan salah satu alis. "Nggak ada pertanyaan lain Kek? Pertanyaan kayak gitu masih perlu dijawab?"
Kakek terlihat salah tingkah, ia menggaruk ujung alisnya yang sudah setengah memutih. Lantas segera berdeham pelan.
"Kakek cuma ingin memastikan saja. Kalau kamu dan Qila memang dalam keadaan yang benar-benar baik."
"Bukan karna abis ada yang nelpon kan, Kek?" Pertanyaan penuh nada sarkastik meluncur begitu saja dari mulut Aspuri tanpa bisa ia cegah. Tampaknya Aspuri melupakan eksistensinya yang takut ketauan menguping. Seusai menyadari kecerobohannya, Aspuri menutup mulutnya dengan satu tangan.
Sial! Keceplosan, batin Aspuri.
Wajah kakek langsung terlihat menegang seketika, namun secara cepat kakek kembali mengatur ekspresinya. Ia menatap Aspuri lekat-lekat. "Kamu dengar?"
Duh! Mau jawab apa nih?!
Aspuri menepuk dahinya pelan, merutuki kebodohannya yang tak terkontrol dalam keadaan seperti ini. Ia tidak berani menatap mata kakek, perlahan ia menurunkan pandangan. Aspuri menarik napas, mencoba menetralkan kegelisahannya. Di detik berikutnya ia kembali menengadah, menatap mata kakek. Sebelum membalas pertanyaan kakek, Aspuri meneguk salivanya dengan susah payah.
"Nggak terlalu denger sih, cuma tadi kan aku lewat di depan kamar Kakek. Jadi, otomatis kedengeran sekilas." Kakek mengerutkan alis, nampak tak percaya. "Tapi Kakek tenang aja, aku nggak tau kok siapa yang nelpon Kakek." Aspuri menyergah cepat, sebelum kakek berpikiran yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Panggil Aku Goblok!
Fiksi Remaja[Completed] Dengan finansial seadanya, Qila adalah sosok yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan mampu membuat orang-orang di sekelilingnya tertipu dengan topeng yang selalu ia pamerkan, layaknya remaja kebanyakan yang hanya akan senang dengan hal...