//05//

203 56 13
                                    

Aspuri bergegas membukakan pintu, ia yakin orang yang mengetuk pintu barusan adalah kakeknya. Dengan rasa khawatir yang masih menyelimuti, Aspuri menarik kenop pintu.

Selang satu detik, pintu pun terbuka. Namun bukan wujud kakek yang dapat matanya tangkap, melainkan wujud seorang cowok yang perawakannya amat familier bagi Aspuri.

Aspuri terhenyak dari tempatnya berdiri, matanya tak lepas memandang sosok yang ada di hadapannya. Melihatnya secara langsung seperti ini, berhasil membangkitkan memori lama yang masih terekam dan tersimpan jelas di balik tempurung kepala Aspuri.

Aspuri menelan ludahnya susah payah, hingga cowok itu melambaikan tangannya tepat di depan wajah Aspuri. Membuat lamunan Aspuri retak dan hancur seketika.

"Hai," sapaan yang terlontar dari mulut cowok itu membuat napas Aspuri tercekat. Hanya sesaat. Aspuri kembali berusaha mengontrol gejolak yang ada dalam dirinya.

Setelah Aspuri merasa gejolak emosinya sudah terkontrol, ia membalas sapaan cowok itu. "Wirya?" Aspuri berujar lirih, selirih angin. Bahkan dirinya pun tak yakin suaranya tadi terdengar oleh Wirya atau tidak.

Wirya tersenyum manis. "Iya, ini gue. Wirya. Long time no see, eh salah kayaknya lebih tepat long time not face to face. Padahal kita satu sekolah." Wah, rupanya Wirya mendengar gumamannya tadi. Pendengaran yang tajam. "Btw, gue ke sini mau nganter kakek lo," lanjutnya.

"Kakek gue—"

"Sebelumnya gue minta maaf, udah buat Kakek lo pulang lama dan udah buat lo ketar-ketir nungguin Kakek lo pulang. Tadi pas mau nganterin barang pesenan pelanggan, ban sepeda Kakek lo bocor terus dia jatoh dan akibatnya badannya luka-luka. Jadi, gue bawa sepedanya ke bengkel. Abis ke bengkel, gue ajak ke klinik buat ngobatin lukanya itu. Sebelum kita ke klinik, sepedanya kita titipin dulu aja di bengkel. Kalo nunggu kan lama.

Pas lukanya udah diobatin, gue nyuruh Kakek nunggu. Soalnya gue mau nganterin pigura-pigura itu ke tangan pelanggan. Karena gue nggak bawa kendaraan apapun, jadinya jalan kaki deh. Makanya lama." Wirya menjelaskan panjang lebar. Ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. "Dan Kakek lo masih aja sama. Yang ngebedain cuma warna rambutnya doang." Wirya terkekeh sejenak. "Tapi kayaknya sekarang dia nggak begitu inget gue."

Kakek muncul dari balik punggung Wirya, tampak meringis dan bersusah payah menyeimbangkan tubuh karena di lutut kaki kanannya terdapat perban akibat luka. Di bagian mata kaki sebelah kiri juga terdapat plaster. Siku tangannya pun memamerkan luka lecet kecil yang tak diplaster dan terdapat pula luka gores yang menciptakan garis panjang dari pergelangan tangan sampai hampir ke siku.

Melihat keadaan kakek sekarang, mampu membuat Aspuri tercengang untuk sepersekian detik. Kedua kelopak matanya membesar dan mulutnya sedikit terbuka.

"Yakin ini cuma jatoh dari sepeda?! Ah, lo kalo mau ngelawak jangan di sini deh. Sumpah ya, nggak lucu!" jerit Aspuri seraya menepuk lengan Wirya dengan keras.

"Adadaw, uh sakit! Nggak gue nggak ngelawak. Beneran kok Kakek lo jatoh dari sepeda. Masih nggak percaya? Yaudeh tanya sendiri noh sama Kakek. Heuh," gerutu Wirya pada Aspuri.

Aspuri pun beralih menatap kakek. "Beneran Kek, Kakek jatoh dari sepeda pas nganterin pigura?" tanya Aspuri sembari mendekati kakek dan menuntunnya.

"Iya Pur," balas kakek sekenanya.

Aspuri menoleh ke arah Wirya dengan cengiran yang timbul di wajahnya. Disambut dengan bibir Wirya yang bergerak seperti mengatakan 'Tuh kan!' dan Aspuri dapat menangkap maksud Wirya.

"Eh, tadi Kakek sebut aku apa?" Aspuri kembali menolehkan kepalanya ke arah kakek.

"Memang Kakek sebut kamu apa?" kakek balik bertanya sambil mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. Sekilas nampak seperti anak kecil yang polos nan lugu.

Jangan Panggil Aku Goblok! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang