Kakek sudah menunggu di ruang kepala sekolah selama lima belas menit, namun Aspuri tak kunjung kembali. Akhirnya kakek memutuskan untuk mencari Aspuri. Kepala sekolah sempat menawarkan untuk mencari Aspuri bersama-sama. Tetapi kakek menolak dengan alasan ingin bicara empat mata bersama Aspuri.
Dan di sinilah kakek sekarang, berjalan tak tentu arah dari satu koridor ke koridor lain. Sesekali bertanya pada siswa maupun siswi yang berlalu-lalang apakah mereka mengetahui keberadaan Aspuri atau tidak. Matanya tak berhenti menjelajah ke setiap sisi. Ketika matanya menangkap dua orang berlawanan jenis tengah berbincang-bincang membicarakan hal kecil, mata kakek berhenti menjelajah.
Kemudian salah satu dari kedua orang itu menghentikan langkah, alhasil orang satunya pun melakukan hal sama. Mereka memerhatikan kakek cukup lama, sampai akhirnya mereka kembali berjalan dengan langkah lebih panjang.
Rupanya mereka ingin menghampiri kakek. Semakin mendekat kakek baru menyadari bahwa salah satu dari dua orang itu adalah cucunya.
"Kakek?!" Qila terpekik. Jelas menunjukkan keterkejutan. "Ngapain di sini, Kek?"
Orang di sebelah Qila juga ikut bertanya. "Kakek nyariin saya?"
Jika sebelumnya kakek menatap Qila, sekarang beliau beralih menatap ....
"Wir—ya?" tanya Kakek terputus.
"Iya, kenapa Kek? Kakek beneran nyariin saya?" Wirya cengar-cengir.
Alis Qila bertaut, ia kelihatan bingung. Sebelum kakek membalas pertanyaan Wirya, Qila langsung cepat-cepat menyergah.
"Eh tunggu dulu," sergah Qila. "Aku bingung, Kakek tau nama dia?" Qila menunjuk Wirya menggunakan dagunya.
"Ya iyalah Qil, waktu itu kan udah Kakek ceritain kalo dia itu orang yang pernah nolongin Kakek."
"Ck, aku juga tau kalo dia orang yang nolongin Kakek. Tapi Kakek kan nggak ngasih tau namanya."
"Ya ampun, jadi selama ini kamu belum tau nama dia?"
Qila menggeleng sebanyak tiga kali.
Kakek menepuk dahinya pelan. "Kakek sengaja nggak ngasih tau namanya karena Kakek kira kamu udah kenal. Eh rupanya belum, padahal kalian satu sekolah lho."
Wirya bersedekap dada. "Kalo saya mah udah kenal sama Qila, Kek."
Qila melotot ke arah Wirya. "Kenal? Huh, sejak kapan? Cuma sebatas tau nama doang kali."
"Oke, terserah."
Qila tak melanjutkan, hanya membalas dengan cibiran tanpa suara. Lalu kembali menatap kakek.
"Kakek belum jawab pertanyaan aku. Ngapain Kakek di sini?"
"Kakek diundang kepala sekolah buat menyelesaikan masalah Kakak kamu."
***
"Tuh orang pake acara tiba-tiba nongol segala lagi, menurut dia gue bakal takjub gitu? Helawww gue tuh nggak mempan pake cara begituan. Muka udah secetar Kendall Jenner gini disamain sama banteng bertanduk tiga katanya. Hm... yang bener aja. Ah udahlah, kenapa ribet? Mungkin dia gengsi mau bilang gue cantik." Aspuri menggerutu sebal meninggalkan halaman belakang sekolah. Tujuannya saat ini adalah perpustakaan, mengabaikan demo di dalam perutnya.
Aspuri tak melupakan fakta bahwa perutnya sama sekali belum diisi sejak tadi pagi, serta perutnya yang kerap kali terasa sakit saat ia tidak makan dalam waktu yang lama. Dan ya, penyebabnya karena ia menderita sakit maag. Namun bukan Aspuri namanya kalau ia mempermasalahkan hal tersebut. Menurut Aspuri, maag adalah penyakit sepele yang tidak perlu dipermasalahkan. Lagipula Aspuri sering mengabaikan rasa laparnya dan kemudian tidak terjadi apa-apa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Jangan Panggil Aku Goblok!
Genç Kurgu[Completed] Dengan finansial seadanya, Qila adalah sosok yang menjunjung tinggi kesederhanaan dan mampu membuat orang-orang di sekelilingnya tertipu dengan topeng yang selalu ia pamerkan, layaknya remaja kebanyakan yang hanya akan senang dengan hal...