//01//

575 87 56
                                    

"Kek, Qila berangkat sekolah dulu ya."

Qila Amikha, siswi yang baru menginjak kelas sepuluh. Berprestasi namun sering dipanggil kakaknya goblok. Tinggal bersama seorang kakek dan seorang kakak perempuan. Termasuk orang yang biasa-biasa saja dalam keadaan ekonomi. Tidak kaya, tapi setidaknya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Sederhana. Kata itulah yang mungkin tepat untuknya.

"Ini masih pagi, Nak. Kenapa buru-buru? Memangnya kamu sudah sarapan?" Kakeknya menyahut, masih terlihat nyaman berbaring di ranjang.

"Eh, soalnya nanti lama nunggu angkotnya Kek. Jadi berangkatnya juga harus lebih pagi. Qila udah sarapan, di meja masih ada makanan buat sarapan Kakek. Tadi Qila yang nyiapin. Jangan lupa makan ya, Kek." Qila tersenyum menatap kakek. Qila memandang kakek cukup lama. Hingga akhirnya, ia memutuskan mengambil tas yang sempat ia letakkan di atas nakas. Tak lupa menyalimi tangan ringkih kakeknya.

"Assalamualaikum." Qila mengucap salam seraya membuka pintu kamar.

"Waalaikumsalam, hati-hati ya. Belajar yang benar di sekolah." Kakek mengulum senyum, memandang penuh pengharapan terhadap cucunya yang satu ini.

***

Sebelum Qila benar-benar berangkat, ia menemukan Aspuri tengah sarapan. Aspuri nampak seperti orang yang belum makan selama tiga hari. Terlihat bagaimana lahapnya dia makan.

Tapi, tunggu dulu. Qila tercenung sesaat, sebelum kemudian menyadari satu hal. Makanan yang ia siapkan untuk sarapan kakek, telah ludas dimakan Aspuri. Qila menepuk dahinya. Ia merutuki kebodohannya. Kenapa juga ia harus lupa menyiapkan sarapan untuk Aspuri?

"Aduh Kak, sebenernya itu sarapan buat Kakek." Qila meringis melihat Aspuri. Kasihan juga sih melihat kakaknya.

"Bodo amat. Salah siapa naro makanan di sini. Ya udah, mumpung nganggur gue sikat aja." Aspuri berbicara dengan santai, seraya tersenyum miring. "Lagian nih ya, emangnya lo lupa yang tinggal di sini itu bukan kakek aja, tapi gue juga, kakak lo. Kecuali ya kalo misalkan lo udah nggak nganggep gue lagi sebagai seorang kakak." Aspuri menekankan kata 'kakak' pada ucapannya.

"Tapi, kayaknya lo emang udah bener-bener lupa gue ini siapa lo. Hmm... susah emang yaa ngomong sama orang goblok." Nada bicara Aspuri berubah ketus, jelas tersirat makna yang tidak bersahabat.

Qila tersentak mendengar kalimat Aspuri. "Ck, kakak mah negatif thinking mulu. Aku nggak bermaksud kayak gitu, Kak."

"Jadi maksudnya apa? Hah?" Aspuri mulai berdiri, menyampirkan tas di pundaknya. Ia berjalan mendekati Qila dengan mata memicing. "Udahlah gue muak. Dari dulu lo emang nggak berubah. Menurut gue lo itu parasit di hidup gue." Sekarang Aspuri menjelma menjadi sosok yang dingin, terlampau dingin bagi Qila.

***

Qila berjalan menyusuri trotoar, kemudian berbelok ke kiri. Saatnya menunggu angkot. Pukul 06.45, Qila melihat jam tangannya. Lima belas menit lagi, pukul tujuh tepat. Ini hari senin, malapetaka bagi Qila jika ia terlambat.

Ia sudah menunggu selama lima menit, waktu terus berputar. Sekarang pukul 06.50, tapi ia tidak kunjung menemukan angkot. Ada satu angkot sih tadi, tapi sudah tidak ada kursi yang tersisa untuk ia duduki alias sudah full. Sepuluh menit lagi pintu gerbang ditutup oleh Pak Junaedi. Argh, mengingat orangnya saja membuat ia meringis. Bagaimana tidak, dulu waktu masih MOS Qila telat satu detik kata Pak Juned alias kependekan dari nama Pak Junaedi. Tapi, kata beliau satu detik itu sangat berharga. Sehingga Qila dilaporkan ke guru BK sebagai siswi baru yang melanggar aturannya. Jadilah ia dihukum hormat tiang bendera sampai jam istirahat selesai. Waktu itu, ia belum terlalu akrab dengan teman sekelasnya. Hingga ada seseorang yang mengajaknya berteman. Orang itu adalah...

Jangan Panggil Aku Goblok! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang