Bagian Tiga: Double Gotcha
Aku menatap kursi yang tengah diduduki oleh si-idiot-Ryan itu dengan serius sembari membayangkan ekspresi si pemilik kursi itu begitu ia menyadari kehadiran bekas permen karetku di bokongnya. Pasti lucu sekali! Hanya membayangkannya saja sudah mampu membuatku terkikik.
Ya, si-idiot-Ryan itu sudah menduduki tempat duduknya lima menit setelah aku menempelkan permen karet ke kursinya.
Dan seperti yang sudah kuduga, ia tidak menyadari kehadiran permen karetku. Mungkin karena ia mendudukinya dengan terburu-buru sebab seorang guru tiba-tiba masuk ke kelas. Entahlah.
Tak lama setelah ia duduk, seorang guru yang kuyakini wali kelasku dan juga merangkap sebagai guru biologi itu datang dan mengabsen anak muridnya. Lantas, ia menjelaskan panjang lebar mengenai ilmu biologi dan hal-hal sejenis lainnya di depan kelas sebelum akhirnya memerintahkan kami untuk mengerjakan soal yang ia tulis di papan tulis.
Selagi mengerjakan tugasnya, aku bahkan tak dapat berhenti untuk memikirkan si idiot itu walau sedetik pun. Bukan apa-apa, aku hanya terlampau penasaran dengan reaksinya nanti. Namun, pikiranku itu buyar seketika begitu anak-anak kelas berubah rusuh bahkan hingga terbahak.
"WOY!! Itu celana lo kenapa, hah? Cuci dulu kali sebelum dipake!"
"Ih, jorok amat sih lu, Ryan!"
"Itu permen karet napa bisa nempel di sono sih, Yan!"
"Hahaha ... Lawak bener dah lu!"
Aku pun lantas mengalihkan pandanganku dari soal dan ikut tertawa puas begitu melihat Ryan yang tengah shock begitu melihat celana abu di bagian bokongnya terdapat permen karet.
Ia terlihat geram di depan kelas sana. Matanya memancarkan kemarahan hingga akhirnya tatapannya terjatuh padaku. Aku balas menatapnya juga dengan tatapan merendahkan seraya mengirimkan senyum miringku padanya.
Gotcha!
Rasain, lo!
***
Kejadian pagi tadi masih menjadi trending topic di kelas. Bahkan, sudah terdengar ke kelas lain--entah bagaimana caranya--dan aku sangat senang dapat mempermalukan si idiot itu.
Setelah dipermalukan di depan kelas tadi, ia segera melangkah ke luar dan kembali dengan celana abu baru. Kurasa, ia baru saja membeli seragam di koperasi.
Tanpa terasa, bel istirahat makan siang berbunyi. Setelah penutupan dari guru Bahasa Indonesia di depan kelas, aku segera membereskan buku-bukuku dan memasukkannya ke dalam tas. Dari ekor mataku, Ryan menatapku sinis yang membuatku kembali tersenyum miring.
Tanpa memikirkan tatapan sinisnya, aku segera pergi ke kantin dengan Sayla--yang ngotot pergi bersama--di sampingku.
Di kantin, aku mengambil nampan dan mulai meletakkan menu makan siangku di atasnya.
"Eh, Say, gue nyari tempat dulu, ya?" ucapku pada Sayla yang masih memilah-milah menu dan Sayla hanya memberikan tanda oke melalui sebelah tangannya tanpa menatapku. Melihat itu, aku lantas berjalan menjauhinya dan segera mencari tempat yang kosong.
"Thanks!"
Seketika, nampanku beralih tangan ke seorang lelaki yang mengucapkan terima kasih dan berada di hadapanku itu. "Mau lo apaan, sih?!" bentakku kesal padanya. "Gue? Gue mau makan," jawabnya sok polos yang membuatku berdecih.
"Makan, ya, makan aja sono! Tapi, jangan rebut makanan gue!"
"Yaa, itung-itung permintaan maaf lo," balasnya dengan menatapku tajam.
Aku balik menatapnya dengan garang. Dirinya yang lebih tinggi dariku membuatku harus mendongakkan kepala. Seketika, suasana kantin yang riuh berubah menjadi hening saat itu juga. Tak ada yang bersuara. Termasuk aku dan lelaki di hadapanku yang tengah beradu pandang dengan sengitnya.
"Permintaan maaf lo, diterima!" ucapnya kemudian sebelum melepaskan kontak matanya denganku dan berbalik menjauhiku.
"HEI!! PERMINTAAN MAAF ATAS DASAR APA?!"
Aku berteriak tak terima padanya yang telah berada jauh dari hadapanku. Ia berhenti sejenak. Tanpa perlu repot-repot membalikkan badan, ia menjawab dengan nadanya yang dingin, "Atas dasar pencemaran nama baik gue, mungkin?"
"HA! DALAM MIMPI LO! GUE GAK SUDI MINTA MAAF KE ELO!" seruku kesal yang tak dijawab sama sekali olehnya dan malah kembali berjalan menjauhiku.
"LAGIAN, EMANGNYA GUE YANG NEMPELIN PERMEN KARET KE KURSI LO? MANA BUKTINYA?!" Aku kembali berseru kesal padanya yang belum jauh dari tempatku berdiri. Lelaki itu kembali menghentikan langkahnya. Kini, ia membalikkan badannya dan menatapku dingin dari tempatnya berdiri, "Gotcha! Well, apa perlu gue bawain rekaman cctv-nya ke depan muka lo? Gue tau semuanya, Audi Marissa Nasution."
Setelah mengucapkannya, ia kembali berbalik dan melanjutkan langkahnya. Aku menatapnya kesal. Orang-orang di kantin pun rasanya menjadi sangat menyebalkan kali ini.
Semua orang fokus menatapku dengan pandangan yang menyelidik. Membuatku merasa risih karena menjadi bahan sorotan dan tak betah berlama-lama di kantin.
Aku pun kemudian menghentakkan kedua kakiku kesal dan segera menyingkir dari sana dan menuju kelas. Niatku untuk makan siang hari ini harus batal. Nafsu makanku juga hilang seketika.
Sialan!
***
To Be Continued

KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha ✔
Teen Fiction[NOVEL] | Audi Marissa Nasution hanyalah gadis enam belas tahun biasa yang sangat perfeksionis dan ambisius--juga sedikit diktator. Keinginannya simpel. Dia hanya ingin diterima di SMA Nusa Bangsa. SMA nomor satu di kotanya. Dan ia berhasil. Good lu...