Bagian Enam Belas: Kabar Di Tengah Malam
Dua motor ninja itu terdengar saling menggerung-gerungkan mesinnya. Seolah menujukkan kelihaian mesinnya masing-masing dalam menaklukkan segala macam rintangan di depan mereka nantinya.
Motor ninja itu masing-masing berwarna merah dan hitam. Hitam milik Sang leader dari Geng Bunian. Geng motor terkenal se-antero kota dan disegani oleh para geng motor lainnya. Dan yang satunya lagi adalah leader dari geng Labuda. Rival Geng Bunian dalam setahun belakangan.
Mereka sama-sama kuat, tangguh dan ditakuti. Tapi kemenangan, selalu memihak pada Bunian. Tak sekali pun Labuda dapat mencicipi manisnya kemenangan itu. Mungkin, itu karena Tuhan tahu mana yang terbaik di antara yang paling baik. Setidaknya, begitulah yang selalu Ryan lafalkan tiap pertemuan malam rutin yang dijadwalkan antara ia dengan anak-anak satu gengnya.
Mereka berdua sama-sama angkuh, keras kepala, tak bisa diatur dan mesti yang mengatur. Tapi setidaknya, Ryan tidak pernah bermain curang. Tidak juga pada anak-anak gengnya. Ryan tidak pernah mengajarkan mereka untuk bermain curang hingga mereka juga tidak pernah curang. Dalam hal apapun. Tidak seperti Geng Labuda yang mempunyai seribu satu cara licik. Dan lagi-lagi, mungkin itu alasan yang lainnya hingga Bunian selalu menang. Begitulah menurut Ryan.
Dua orang wanita berpakaian minim yang sedari tadi terus saja menempeli dua jagoan itu telah menyingkir ke sisi jalan. Bendera kotak-kotak berwarna hitam-putih itu berputar meliuk-liuk di hadapan mereka berdua. Cukup satu sempritan panjang saja sudah mampu membuat mereka berdua menembus gelapnya malam dengan dinginnya yang menusuk tulang sisa hujan tadi petang dengan kecepatan yang secepat kilatan cahaya.
Dan akhirnya, sempritan itu datang juga. Tanpa menunggu lebih banyak waktu lagi, dua pemimpin geng besar itu melajukan motor kebesarannya masing-masing dengan sangat cepat.
Jalanan yang berkelok bukanlah apa-apa bagi keduanya. Lampu merah dapat mereka lewati dengan sangat mudah. Membuat para supir truk mengumpat untuk ke sekian kalinya pada mereka yang tak satupun terdengar di telinga mereka.
Dua helikopter di atas sana terlihat tengah memantau keadaan jalan raya lewat udara. Helikopter itulah yang nantinya akan memberitahukan dua orang yang tengah kesetanan di jalanan itu kalau-kalau ada razia polisi mendadak atau hal semacamnya.
Seratus, seratus lima puluh, dan terus saja bertambah kecepatan kendaraan yang mereka pacu untuk tiap detiknya.
Garis finish tinggal beberapa kilometer lagi di depan sana. Dan mereka berdua tengah saling salip-menyalip dengan sangat lihainya. Meliuk ke kiri dan ke kanan. Menghalangi laju musuh agar tak dapat menyalip dengan mudah.
Namun tiba-tiba, earphone yang mereka pakai mengeluarkan suara rusuh. Teriakan-teriakan banyak orang terdengar di seberang sana. Lamat-lamat, mereka mendengar seseorang berkata dengan nada yang sangat cepat, tapi masih bisa mereka tangkap artinya.
Razia dadakan.
Begitulah intinya. Satu hal yang membuat arena perang rusuh seketika.
Tempat mereka memulai balapan kini dikepung aparat kepolisian. Kabar terbaru dari atas helikopter mengatakan bahwa tepat lima ratus meter di hadapan mereka, para aparat penegak hukum tengah menunggu.
Mendengar itu, secepat kilat mereka berdua berbalik arah. Melupakan tujuan awal mereka untuk memenangkan balapan.
Namun di tengah pelarian, seberkas cahaya lampu menyilaukan pandangan mereka dan tabrakan tak bisa lagi dihindari.
Malam itu, jalanan yang licin sisa hujan petang tadi ditambah dengan rem motor yang blong, sukses membuat tabrakan yang terjadi itu semakin parah.
***
Malam itu, jarum jam masih menunjukkan angka dua belas, namun tidur Audi terganggu. Ia terbangun dari tidurnya dan merasa tidak tenang. Hatinya gelisah, entah untuk apa. Rasanya ... ganjil. Seperti ada yang hilang dari hidupnya.
Hingga satu panggilan telepon terdengar dari ponselnya. Dengan panik yang menguasainya tiba-tiba, ia mengangkat panggilan itu. Dari Ryan.
Mulutnya terbuka lebar yang kemudian segera ditutupnya dengan sebelah tangan. Air mata meluruh di atas pipinya begitu saja dengan sangat cepat begitu mendengar kabar yang disampaikan oleh orang di sambungan ponselnya.
Orang itu bukan Ryan. Dan orang itu mengabarkan padanya bahwa Ryan kecelakaan. Cukup parah. Dan di tengah malam. Sedang apa ia mengemudi di tengah malam begini hingga lukanya parah?
Audi tidak mampu berpikir kembali.
***
To Be Continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha ✔
Teen Fiction[NOVEL] | Audi Marissa Nasution hanyalah gadis enam belas tahun biasa yang sangat perfeksionis dan ambisius--juga sedikit diktator. Keinginannya simpel. Dia hanya ingin diterima di SMA Nusa Bangsa. SMA nomor satu di kotanya. Dan ia berhasil. Good lu...