Bagian Sebelas

178 21 0
                                    

Bagian Sebelas: Second Date

Berita mengenai aku yang kini merupakan pacar dari Ryan seketika beredar dengan sangat cepat di sekolah. Hanya selang satu hari dan semua orang mengetahui statusku yang kini berubah menjadi 'pacar Ryan'. Entah bagaimana caranya? Dan itu membuatku kembali menjadi pusat perhatian.

Sigh! Kalau tahu akan begini jadinya, lebih baik aku menolaknya lagi!

Omong-omong, setelah apa yang terjadi padaku akhir-akhir ini, aku mampu melihat sisi lain dari Nusa Bangsa yang ... gila. Benar-benar gila.

"Audi!" panggil seseorang di belakangku yang membuatku menengok ke arahnya. "Lo udah resmi jadian sama Ryan?"

Aku memutarkan kedua bola mataku jengah begitu mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Sayla. Pernyataan itu masih terdengar konyol di telingaku apalagi bila harus mendengarnya dari orang lain walau semalam—kuakui—kami sudah pergi berkencan untuk yang pertama kalinya. Pantaskah aku menyebutnya sebagai kencan?

"Well, kayaknya bener. Congrats, ya! By the way, gak akan ada pajak jadiannya gitu?" ucapnya lagi dengan kedipan jail.

"Ugh! Minta aja sono sama yang nembak gue! Dia yang pegang pajak jadian buat lo!" seruku geram menyampaikan pesan tersirat dari Ryan dan kemudian berlalu dari hadapannya untuk menuju kelas.

"LANGGENG YA AURYN! AUDI-RYAN!" teriaknya memenuhi koridor yang membuatku menunduk malu.

Sesampainya di kelas, aku malah mendapati Ryan tengah terduduk di kursiku. "Minggir," usirku ketus. Ia tak menghiraukannya dan malah menyapaku dengan kedipan jail miliknya yang sangat tidak tahu malu. "Pagi, pacar!"

Aku mendengus kasar sebelum akhirnya mendorongnya agar pergi dari kursiku. "Duh! Apaan sih, ay? Dorong-dorong gini?!" serunya kesal. Tak urung, ia bangkit juga dari kursiku. Aku pun segera menduduki kursiku dan menyimpan ranselku di atas meja.

"By the way, kamu kok pagi ini cantik banget sih, ay? Eh, enggak, deng! Kamu tiap hari juga cantik!" gombalnya. Aku memutar kedua bola mataku malas mendengarnya. "Udah, ah! Sana pergi! Jangan ganggu!"

"Kenapa, sih?" tanyanya bingung. "Kalo tau gue bakal diliatin dari atas sampai bawah sama fans elo itu, gak bakal gue terima elo! Mereka sama aja kayak fans-nya si Alvian!" dumalku kesal. Ryan terkekeh pelan sembari mengacak rambutku pelan. Membuatku lagi-lagi mendumal kesal.

"Gak sama kali... Fans aku mana ada yang beringas?" ucapnya seraya berbalik. Namun tak lama, ia kembali dan mengelus pelan sebelah pipiku sebelum mengecupnya lembut. "Morning kiss?"

Sialan! Untung saja tidak ada yang melihat!

***

"Lo pacaran sama si Ryan?!" Alvian langsung saja berkata to the point begitu aku baru saja mendatanginya di parkiran sepulang sekolah. Seperti biasanya.

"Iya, gue pacaran sama dia. Kenapa?" Aku balik bertanya dengan polosnya yang membuat kedua tangannya menjenggut rambut hitam legam yang berjambul itu.

"Terus, kenapa gak minta anterin pacar lo aja? Kenapa malah ke sini?" tanyanya ketus. Kini, tangannya itu tak lagi menjenggut jambulnya.

"Gue ke sini bukannya mau minta balik bareng sama lo. Jangan kegeeran! Ryan kebetulan lagi ada kumpulan Klub OSN Matematika. Dan tiba-tiba gue keinget sama lo. Jadi, gue ke sini aja buat bilang kalo lo gak perlu anter gue balik lagi mulai hari ini," jawabku jujur.

Sebelumnya, Ryan memang mengatakan padaku bahwa ia akan kumpulan klub OSN-nya terlebih dahulu untuk membahas satu-dua hal dan aku dimintanya untuk menunggu sebentar setelah aku bilang akan pulang bersama Alvian.

"Mulai hari ini?" tanya Alvian lagi yang kujawab dengan anggukan.

"Oke. Terserah!" balasnya ketus dan kemudian mendudukkan dirinya ke atas jok ninja merahnya dan melaju sesaat kemudian.

Aku terdiam menatap kepergiannya. Cukup lama hingga seseorang menepuk pundakku pelan. "Yuk, balik!"

Itu Ryan.

Aku lantas mengekorinya yang telah berjalan lebih dulu. Ryan kemudian berbalik dengan tiba-tiba dan membuatku yang berada tepat di belakangnya terkejut. Kemudian, ia memasangkanku helm yang telah berada di genggamannya sebelum dirinya duduk di atas motornya.

Bukan motor ninja seperti kepunyaan Alvian. Dia masih memakai motor matic pink kepunyaan kakaknya itu yang membuatku lagi-lagi bersusah payah menahan tawa geli.

"Kenapa? Masih karena warnanya?" tanyanya yang mendapatiku tengah menahan tertawa.

Aku menganggukkan kepalaku pelan. Sedikit ragu. "Pink. Cucok!" ejekku kemudian. Ia mendengus mendengar ejekanku. Berusaha tenang karena semalam, ia yang bilang bahwa aku bebas mengolok-oloknya tentang motor itu.

"Yang penting bisa buat anter lo balik!" jawabnya sedikit ketus dan aku pun segera duduk di belakangnya.

"Udah siap?" tanyanya. "Ready, captain!"

Dan ia pun mulai melajukan motor pink-nya menembus kota.

Well, ini Ryan. Bukan Alvian. Jadi mungkin, karena itulah aku merasa nyaman.

Tapi-tunggu!

Apa hubungannya?

***

Malam ini, Ryan lagi-lagi menjemputku. Kali ini, ia datang tepat setengah jam setelah makan malam.

Masih dengan membunyikan klakson motor matic pink kakaknya, ia mengajakku keluar untuk yang kedua kalinya. Aku tidak perlu repot-repot mengajaknya masuk terlebih dahulu untuk meminta izin atau semacamnya. Karena aku tahu dan dia juga tahu bahwa rumahku selalu kosong tiap waktu.

Yah, dia mengetahuiku sebanyak yang tidak aku ketahui.

Aku penasaran, mengapa ia bisa tahu diriku serinci itu. Tapi, setiap aku menanyakannya, dia akan menjawab, "Aku cuma tau."

Jawaban bodoh, tapi aku hanya terdiam. Tahu pasti bahwa Ryan tidak ingin aku membahasnya lebih lanjut.

Malam ini, ia membawaku ke Cinema 21. Ya, bioskop. Dan pilihanku terjatuh pada film Dilan. Bukan apa-apa, hanya saja, itu lebih baik dibanding film horor di malam Jumat. Aku selalu tidak bisa tidur tiap habis menontonnya.

Tidak banyak yang kami lakukan. Hanya menonton dengan diam sembari mengunyah popcorn dan cola dalam genggaman. Jangan harap ada adegan romantis di antara kita. Karena kenyataannya, tidak ada sama sekali! Yah, apa yang kalian harapkan?

Setelah menonton, kami memutuskan untuk pulang. Sudah. Cerita malam itu sudah habis. Kecuali bila beberapa menit sebelum aku tidur, ia tiba-tiba meneleponku dan bilang, "Audi, gimana ini? Belum apa-apa, tapi aku sudah rindu."

Setelahnya, aku yakin bahwa malam itu, tidurku sangat nyenyak.

***

To Be Continued

Matcha ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang