Bagian Dua: Revenge
Pagi hari yang cerah dan kuharap dapat membawa keberuntungan bagiku setelah seharian kemarin mengalami nasib buruk yang beruntun. Kecuali dengan masuknya aku ke kelas CI, tentunya.
Aku memperhatikan pantulan diriku di cermin dengan seksama dan mulai menata ulang penampilanku kembali.
Seragam khas? Check. Tas? Check. Kaus kaki putih? Check. Sepatu hitam? Check. Jepit rambut? Well, check.
Aku bersyukur SMA Nusa Bangsa tidak sama dengan SMA lainnya. Mereka tidak melakukan kegiatan MOS--atau apapun itu namanya--yang mewajibkan para siswa baru untuk memakai hal-hal memalukan di hari pertamanya. Paling tidak, SMA Nusa Bangsa hanya melakukan pengenalan lingkungan sekolah dan menyanyikan himne sekolah yang hanya selintas saja. Tidak sampai menghabiskan waktu dua atau bahkan lima hari.
Oke, semua sudah siap!
Aku lantas melangkahkan kakiku pelan. Tak lama, aku tersadarkan oleh suatu hal hingga membuatku menepuk dahiku pelan dan berbalik menuju meja belajarku.
iPhone-ku!
***
Aku turun dari mobil tepat di depan gerbang sekolah baruku. Tatapan kagum masih sangat terlihat jelas dari manik mataku. Aku benar-benar tidak menyangka akan diterima di sekolah elit sekelas Nusa Bangsa ini.
Tanpa membutuhkan waktu lebih lama lagi, aku pun melangkahkan kakiku dengan perlahan dan memasuki sekolah elit ini.
Baru saja aku berjalan dua langkah, tas gendongku ditarik begitu saja yang membuatku terhuyung pelan ke belakang. Aku mencebikkan bibirku pelan begitu mengetahui pelakunya.
"Dasar, idiot! Ngapain lo pake narik-narik tas gue segala?!"
"Ups, sorry! Gue gak maksud. Awalnya gue mau manggil elo, tapi gue gak tau nama lo. Jadi, ya udah!" jawabnya santai seraya melepaskan tangannya dari tasku.
"Mau apa lo sama gue?" tanyaku angkuh dengan dagu yang kuangkat tinggi-tinggi. "Itu dagu biasa aja kalii. Keliatan banget pendeknya," balasnya mengejek yang membuatku semakin kesal.
Orang pendek mana yang sudi disebut pendek?! Lagipula, seratus enam puluh senti itu ideal, kok! Dianya saja yang ketinggian!
"Gue cuma mau kenalan aja sama lo. Gue inget, kemarin kita belum kenalan," lanjutnya lagi dengan sebelah tangannya yang terulur ke arahku. Aku hanya melirik sinis uluran tangannya. Tidak terpikirkan sama sekali untuk membalasnya.
"Nama gue Satya Ryan. Lo bisa panggil gue Ryan. Anak kelas 10 IA-1. Salam kenal!" Ia mulai mengenalkan dirinya dan aku pun menatapnya dengan tatapan terkejut.
IA-1? Dia ada di kelas 10 IA-1? Gimana bisa orang idiot kayak dia masuk kelas setingkat Cerdas Istimewa?!
Seketika, senyum manis tersungging di bibirku juga tanganku yang mulai membalas uluran tangannya. "Hai, Ryan! Nama gue Audi Marissa Nasution. Lo bisa panggil gue Audi. Salam kenal juga!"
"Oke, Audi. Jadi, gimana sama benjol lo?" tanyanya kembali membahas tentang benjolku. "Benjol gue masih ada di tempatnya. Nih!" jawabku asal seraya menunjuk keningku yang tertutupi oleh poniku panjangku.
Ryan sudah akan membalas ucapanku ketika teman lelakinya datang tiba-tiba dan mulai menyeretnya menjauhiku. Teman yang sama saat memanggil Ryan di UKS kemarin.
Ia pun berbalik dan melambaikan tangannya padaku yang kubalas juga dengan lambaian singkat yang disertai oleh senyumku yang termanis. Tanganku lantas mengambil sebungkus permen karet dari saku baju lalu mengunyahnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha ✔
Teen Fiction[NOVEL] | Audi Marissa Nasution hanyalah gadis enam belas tahun biasa yang sangat perfeksionis dan ambisius--juga sedikit diktator. Keinginannya simpel. Dia hanya ingin diterima di SMA Nusa Bangsa. SMA nomor satu di kotanya. Dan ia berhasil. Good lu...