Bagian Satu: Hancur
Gak ada yang lebih membahagiakan daripada masuk ke SMA idaman. Aku bener, 'kan? Well, mungkin itu bagi sebagian orang. Bukan bagiku.
Namaku Audi Marissa Nasution. Anak satu-satunya dari pasangan keluarga bahagia bernama Pak Anas Nasution dan Ibu Ida Kurniasih--percayalah, ini sarkasme. Dan aku bukan salah satu dari kalian semua yang akan bahagia karena bisa masuk ke SMA idaman. Tapi bagiku, suatu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri saat kalian bisa masuk ke SMA favorit karena usaha kalian sendiri.
See? Liat perbedaannya, guys!
Masuk SMA idaman dengan masuk SMA favorit. Itu dua hal yang berbeda! Dan kabar baiknya, aku berhasil.
Aku berhasil masuk SMA favorit!
Hal yang sedari dulu kuimpikan. Dan kini, aku berhasil berdiri di depan gerbang SMA Nusa Bangsa yang gagah ini.
SMA Nusa Bangsa adalah SMA pertama yang dibangun di kotaku. Juga SMA yang telah terakreditasi 'A' selama puluhan tahun karena fasilitasnya yang lebih dari cukup juga menghasilkan alumnus yang tidak pernah gagal dari tahun ke tahun.
Keren, 'kan?
Aku masih saja menatap takjub gerbang tinggi di hadapanku ini dengan senyum merekah indah terlukis di wajah. Masih tidak menyangka dengan semua ini. Dan bahkan masih terasa seperti mimpi. Mimpi yang terlampau indah.
Bukan hal yang mudah untuk bisa masuk ke SMA favorit yang satu ini. Di sini, kita tidak masuk berdasarkan hasil nem ujian nasional, tapi kita di tes kembali dengan soal-soal yang lebih sulit daripada soal ujian.
Dan agar bisa lolos, aku harus belajar dengan giat dari setahun sebelumnya. Tidak terbayang sama sekali rasa sulitnya.
Tapi akhirnya?
Waktu setahun mengunci diri di dalam kamar dan terus menerus berkutat dengan buku sepanjang hari tanpa sentuhan lembut bernama refreshing itu terbayar sudah dengan diterimanya aku di Nusa Bangsa ini. Itu adalah hal yang sangat membahagiakan dalam hidupku. Mengalahkan rasa bahagiaku yang lainnya.
Namun kemudian, segala lamunan kilas balikku tentang itu semua buyar karena seseorang menabrakku dari arah belakang hingga menyebabkanku hampir saja terjatuh.
Aku menggeram kesal dan lantas membalikkan tubuhku hingga sorot mataku berhasil menangkap sesosok lelaki yang dipastikan baru saja menabrakku.
"Heh! Lo punya mata gak, sih?! Gak liat kalo di sini ada orang?!" semburku kesal dengan telunjuk kananku yang teracung di depan wajahnya. Sedangkan lelaki yang kumarahi itu hanya menatapku dengan tampang idiotnya.
Kesal tak ditanggapi, aku akhirnya memilih untuk pergi dari hadapannya. Hari pertamaku masuk SMA dengan indah, hancur karena tabrakan kecil di depan gerbang sekolah.
Well, semoga kita gak bertemu lagi, se.la.ma.nya, idiot!
***
Aku melangkahkan kaki menuju lapangan yang begitu luas dengan muka tertekuk. Masih merasa kesal dengan lelaki idiot yang menabrakku tadi.
Di antara banyaknya kesempatan, mengapa harus hari ini dia menabrakku? Mungkin, bila hari ini bukan termasuk 'saat-saat yang aku sakralkan', aku tidak akan sekesal ini. Tapi masalahnya, ia menabrakku di waktu yang seharusnya tidak ada satu pun yang bisa menggangguku. Walau sedikit gangguan dari semut sekalipun!
Dan lebih menyebalkannya lagi, ia bahkan tidak mengucapkan kata sakral beribu makna itu. Maaf.
Ia tidak meminta maaf!
KAMU SEDANG MEMBACA
Matcha ✔
Fiksi Remaja[NOVEL] | Audi Marissa Nasution hanyalah gadis enam belas tahun biasa yang sangat perfeksionis dan ambisius--juga sedikit diktator. Keinginannya simpel. Dia hanya ingin diterima di SMA Nusa Bangsa. SMA nomor satu di kotanya. Dan ia berhasil. Good lu...