《07》 Love Story

6K 845 461
                                    

AKU SENYUM SENYUM SENDIRI BACA KOMEN KALIAN :( maaf ga bisa bales satu-satu, aku bingung gimana balesnya :( tapi komen kalian mood-booster banget deh sumpah 😂

"Marry me, Juliet? You'll never have to be alone.
I love you, and that's all I really know
I talked to your Dad, go pick out a white dress
It's a love story, baby just say yes" — T. Swift, Love Story

𝕽𝖊𝖕𝖚𝖙𝖆𝖙𝖎𝖔𝖓

Dulu, pada masa awal debutnya, Jihoon terkenal sebagai seorang pemimpi.

Hal ini bukan tanpa alasan. Hampir semua lirik lagu yang Jihoon tulis sendiri mengisahkan tentang kisah cinta khayalannya, berisi dialog-dialog romantis yang Ia harapkan diucapkan oleh sang pujaan hatinya.

Yang paling Jihoon ingat di saat seperti ini adalah Love Story. Ia ingat Ia hanya butuh waktu 20 menit untuk menulis lagu itu, ketika orang tuanya tidak menyetujui hubungannya dengan—ehem, dia, karena menurut orang tuanya dia memberi pengaruh buruk bagi Jihoon dengan terus mengajaknya untuk mengejar mimpinya.

Saat itu Jihoon merasa sangat marah pada orang tuanya yang melarangnya bersama dengan lelaki yang Ia sayangi dengan alasan "dia bukanlah lelaki yang baik untuk dijadikan kekasih, Jihoon"—yang ternyata benar.

Ia ingat, Ia mengibaratkan kisahnya bagaikan kisah cinta tragis Romeo dan Juliet, hanya saja dengan ending yang lebih baik, dimana sang karakter utama melamarnya setelah dengan berani berbicara pada orang tuanya yang menentang hubungan mereka.

Itulah harapan Jihoon. Sebuah kisah cinta yang ideal dan romantis baginya. Alur yang jujur saja, masih Ia harapkan sampai sekarang, meskipun semakin Ia dewasa, Ia tahu bahwa kisah cinta romantis dengan akhir yang manis hanya ada di dalam cerita dongeng.

Kenyataannya?

Tidak. Guanlin sama sekali tidak membuatnya menunggu seperti di lagunya Love Story.

Tidak pula berjuang demi cintanya dengan cara diam-diam menemuinya di pinggiran kota di malam hari.

Tidak juga melamarnya dengan mengatakan hal romantis seperti "I love you, and that's all I really know"

Dan yang terpenting, Guanlin tidak mencintainya, dan Ia tidak mencintai Guanlin. Mereka membenci satu sama lain.

Ia tidak ingin berdansa dengan Guanlin di tengah badai dengan pakaian terbaiknya seperti di lagunya, fearless.

Tidak pula merasa seluruh dunia ini monokrom kecuali dirinya dan Guanlin seperti di lagunya, Out Of the Woods.

Jihoon tersenyum miris pada bayangan dirinya yang mengenakan tuxedo putih pada cermin besar di hadapannya. "Yah, memang pada dasarnya kenyataan tidak pernah sejalan dengan harapanmu, kan?" Lirihnya.

Meskipun jauh di lubuk hatinya, Ia masih mengharapkan semua itu. Ia masih berharap kisah cinta romantis bagai di negeri dongeng, Ia masih berharap diperlakukan layaknya putri-putri di kisah romantis, Ia masih berharap akan dilamar layaknya yang Ia tulis pada lagu-lagunya di era awal debutnya.

Jihoon nyaris tersentak saat tiba-tiba tirai di belakangnya terbuka, menampakkan Guanlin yang seharusnya mengenakan setelan yang sama dengannya, hanya berbeda warna, tapi entah di mana pria itu membuang jas-nya. Ia hanya mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung sampai siku, dan celana bahan berwarna hitam. "Oh, ayolah, kau sudah terlihat cantik, Jihoon" ujarnya, berusaha keras untuk tidak terdengar sarkas.

Jihoon memutar bola matanya malas. "Ini cuma fitting, Guanlin. Aku tidak harus terlihat cantik untuk ini" jawabnya. Ia merendahkan nada suaranya agar tidak terdengar oleh orang lain. "Aku bahkan merasa tidak perlu terlihat cantik hanya untuk menikah denganmu"

Reputation // pjh+lglTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang