Lisa
Bagaimana aku bisa berakhir di pub ini, aku tidak tahu.
Setelah memutuskan sambungan telepon dengan Mikha, aku berusaha melupakan ide gilanya itu. Tidak pernah sekalipun dalam hidupku aku memikirkan akan menyewa seorang escort. Itu bukan hal baru untukku, beberapa kenalanku sering menyewa jasa seorang pria untuk menemaninya, entah saat liburan atau business trip. Bahkan, aku beberapa kali side eyeing perempuan itu. Bagiku, mereka hanya perempuan pathetic yang tidak merasakan cinta di dunia nyata sehingga butuh menciptakan fantasi selama beberapa jam.
Waktu itu, aku hanyalah seorang perempuan bodoh yang tengah dimabuk cinta, tanpa menyadari kalau hidupku pun tak lebih dari sekadar fantasi.
But look at me now. Aku pantas masuk ke dalam golongan perempuan pathetic yang dulu kucaci maki.
Sepanjang hari, Mikha tidak menghubungiku lagi. Dia tidak mendesakku untuk melakukan ide gilanya itu. Namun entah apa racun yang dimiliki email itu, sehingga tidak mau enyah dari kepalaku. Semakin aku berusaha melupakannya, semakin erat dia mencengkeram benakku.
Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mencoba. For once and for the last time. Dia hanya orang asing. Aku hanya akan bertemu dengannya, tiga jam saja, sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Toh aku bisa pergi kapan saja kalau aku merasa tidak nyaman.
Nothing to lose.
Kecuali uang sekian juta yang digelontorkan Mikha.
Here I am now. Sipping my own margaritha at some local pub while watching football on telly. Aku berusaha keras untuk tidak mencuri lihat ke arah pintu, tapi tetap saja aku tidak bisa menahan diri untuk tidak melirik setiap kali lonceng di atas pintu berdentang setiap kali ada yang keluar atau masuk.
Sejujurnya, aku tidak tahu siapa dia. Mikha memesan tempat ini atas nama Daisy, nama bunga favoritku, sekaligus alter ego yang kumiliki.
Malam ini, aku akan menjadi Daisy.
Lonceng kecil itu kembali berbunyi. Berusaha untuk tidak kentara, aku melirik ke arah pintu. Seorang pria tengah membuka coat yang dia pakai dan menentengnya, sembari menyibakkan tetesan air hujan yang menempel di rambut cokelatnya. Dia berbicara dengan waitres. Meski jauh dan tidak bisa mendengar apa yang dia bicarakan, aku bisa membaca gerak bibirnya.
Dia mencari seseorang bernama Daisy.
Ralph
My life is full of lie.
Di siang hari, orang-orang mengenalku sebagai account director yang selalu sukses memenangkan pitching dan memproduksi iklan terbaik. Mereka menghormatiku, menghargai jerih payah yang perlahan kuraih selama lima belas tahun terakhir. Namun mereka tidak pernah tahu kehidupan lain yang kujalani.
I spent my time from one woman to another woman. Tua muda, dari berbagai ras dan latar belakang, semuanya pernah menghabiskan beberapa jam bersamaku. Aku ada untuk perempuan-perempuan itu, mendengarkan keluhan mereka, bersikap manis dan atentif agar mereka merasa dihargai—sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Beberapa menjadi klien tetapku, perempuan kaya yang rela mengeluarkan ribuan dolar demi menghabiskan beberapa jam bersamaku demi memenuhi ilusi yang mereka ciptakan dan untuk sejenak terhindar dari kehidupan nyata yang menyesakkan.
Awalnya aku melakukan ini karena uang. Lily yang mulai putus asa karena karier aktingnya yang berjalan stagnan menawariku cara mudah mencari uang—menjual diri untuk perempuan kesepian. Berbeda dengan Lily yang lebih sering diharapkan untuk having sex dengan kliennya, klienku hanya membutuhkan kehadiranku. Juga telingaku untuk mendengarkan cerita mereka. Dan bibirku yang memproduksi kata-kata manis yang sangat ingin mereka dengarkan. Sesekali kami berakhir di tempat tidur, tapi belakangan aku membatasi diri. Aku hanya ingin having sex dengan klien yang kuinginkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...