Lisa
Mendapati pintu lift tertutup di depan mata setelah lari-larian tentu bukan cara terbaik untuk mengawali hari. Dengan bibir terkatup, aku menelan mentah-mentah umpatan yang siap untuk kutumpahkan.
"Miss?"
Aku berbalik dan mendapati pintu lift kembali terbuka.
Tidak jadi mengumpat, aku memasuki lift itu dengan senyum lebar. Ternyata dewi keberuntungan masih bersamaku pagi ini.
"Makasih," ujarku kepada si penyelamat di dalam lift.
"You're welcome."
Aku berjalan mundur ke sudut lift, tempat favoritku. Namun, saat itulah aku tidak sengaja melirik sosok yang membukakan pintu lift untukku. Detik itu juga aku lupa caranya bernapas.
Dia lagi.
Si Bule yang membuatku merasa pernah mengenalnya yang kulihat kemarin sore.
Dia terang-terangan menatapku, bahkan tersenyum lebar. Well, meskipun aku sudah mati rasa, aku tidak bisa memungkiri bahwa dia memiliki senyum yang sangat manis.
Tiba-tiba aku dilanda rasa awkward, karena hanya ada aku dan dia di dalam lift ini. Mungkin aku tidak akan merasa seperti ini jika aku tidak merasa mengenalnya tapi aku tidak mampu mengingat dia siapa.
"Do I know you?" Perlahan, kalimat itu meluncur dari bibirku.
Sekilas, aku melihat dia mengangguk.
Mulutku sudah terbuka untuk mengajukan pertanyaan lain ketika pintu lift terbuka. Aku merasa senang karena terbebas dari rasa awkward ini, tapi di sisi lain aku merasa terbebani dengan rasa penasaran.
Pintu lift sudah hampir menutup, tapi aku terlanjur menahannya dan tergesa-gesa keluar dari sana. Lama aku terdiam di depan lift, menatap pintu itu menutup dan membuatnya menghilang dari hadapanku.
Di mana aku pernah melihatnya?
Aku tidak tahu berapa lama aku termenung di depan lift, sampai tidak menyadari Donny sudah berada di sampingku.
"Pagi, Don."
Donny menatapku dengan dahi berkerut, tapi aku sudah memutar tubuh dan mendahuluinya memasuki kantor.
Suasana kantor pagi ini masih sepi. Jarum jam belum menunjukkan pukul sembilan, dan bukan hal yang aneh jika jam segini baru ada resepsionis saja. Kantor desain interior ini lebih hidup di malam hari ketimbang pagi seperti ini.
"Sa."
Aku baru saja duduk di mejaku ketika Donny berdiri di hadapanku. Dia menarik kursi Mikha sehingga kami duduk berhadap-hadapan. Oh no, nyawaku belum terkumpul sepenuhnya. Aku belum mendapat jatah kopi pagiku. Bisa-bisanya Donny mengajakku diskusi soal pekerjaan sepagi ini?
Tentu saja. He's the boss!
"Soal Bu Maria."
Sebuah erangan keluar dari bibirku tanpa bisa kucegah. She's like pain in the ass. Enggak habis-habis menimbulkan masalah.
"Jangan defensif dulu." Donny tergelak. "Gue malah mau nawarin buat take over kerjaan itu dari lo."
Sontak tubuhku menegang begitu mendengar ucapan Donny. "Like, seriously?"
Donny mengangguk mantap.
Aku bersorak kegirangan, merayakan kebebasanku dari duri bernama Bu Maria.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...