Lisa
Williams mendorong tubuhku ke dinding sembari terus menciumku. Tangannya terasa hangat saat membelai punggungku, sementara tangannya yang lain merengkuh daguku, membuatku tidak bisa mengalihkan wajah selain menikmati ciumannya.
Erangan pelan mencuri keluar dari bibirku ketika Williams melepaskan ciumannya. Hanya berselang satu helaan napas, dia kembali mengunci bibirku dengan bibirnya, sementara aku menenggelamkan tanganku di rambut cokelat tebalnya.
Dengan satu entakan, Williams mengangkat tubuhku hingga berada di atasnya. Saat ini, akulah yang memegang kendali, dan tidak sedikitpun aku melepaskan bibirku darinya. Aku pun melingkarkan kaki di pinggangnya. Seolah aku bukanlah perempuan dewasa, dengan mudahnya Williams menggendongku dan merebahkan tubuhku di sofa kamar hotel yang kusewa.
What are you doing, Lisa?
Oh, shut up!
Aku memejamkan mata sembari memarahi pemikiran rasional yang melintasi benakku. Kupejamkan mata sementara Williams mulai mengarahkan ciumannya ke leherku sembari tangannya berusaha melepaskan kancing bajuku.
Suhu ruangan yang dingin menggigit kulitku ketika bajuku terlepas, meninggalkanku dalam balutan bra hitam di hadapan pria asing yang baru kutemui beberapa jam lalu. Williams menurunkan bibirnya hingga ke belahan dadaku. Dia menenggelamkan wajahnya di antara kedua bongkahan payudaraku, sementara kedua tangannya membelai payudaraku.
I'm craving for this.
Kembali pikiran rasional memenuhi benakku, menyuruhku untuk mengakhiri semua kegilaan ini. Namun tubuhku menginginkan hal lain.
I want him to touch me like I am the most beautiful woman in the world. I want him to touch all over my body like there's no tomorrow for me.
Setelah si Brengsek yang memperlakukanku seolah aku sampah tak berharga yang bisa dibuang seenaknya ketika dia merasa aku tidak lagi indah dan pantas untuk berada di hidupnya, aku ingin seseorang memperlakukanku seperti berlian berharga yang pantas dipertahankan.
Setidaknya untuk beberapa jam saja.
I deserve it, am I right?
"Of course you are."
Ucapan pelan Williams membuatku terpaku. Tanpa sadar aku menyuarakan keinginanku.
Aku membuka mata dan menatap nyalang ke langit-langit kamar hotel yang membentang di atasku. Seharusnya aku di sini bersama si Brengsek, memadu kasih bersama. Bukan bersama pria asing yang dalam beberapa jam tidak akan kutemui lagi setelah memberikan beberapa lembar dolar kepadanya.
Tanpa bisa dicegah, aku menangis.
You are pathetic loser, Lisa Ariana.
Ralph
Suara isakan membuatku berhenti menyentuh Daisy. Aku terdiam dan menajamkan pendengaran, sekadar memastikan bahwa aku tidak salah dengar. Namun, suara isakan itu terdengar jelas, dan di bawahku, tubuh Daisy terasa bergetar.
Aku mengangkat tubuh hingga bisa menatap perempuan itu. Matanya terpejam, tapi wajahnya menampakkan luka. Air mata mengalir di pipinya dengan isakan yang keluar dari bibirnya.
Luka itu sulit untuk kupahami, tapi entah mengapa, aku bisa merasakannya. Seakan-akan, aku juga terluka seperti dia.
Perlahan, aku bangkit duduk tanpa mengalihkan pandangan darinya.
"Are you okay?"
Pertanyaan bodoh. Bagaimana mungkin wajah yang tampak putus asa itu akan baik-baik saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...