PS: Sorry karena part ini banyakan Lisa. Enjoy!
Lisa
"Temenin gue, please?"
Aku memutar kursi hingga menatap Mikhayla. "Kan baru meeting pertama, biasanya lo bisa sendiri."
"Gue enggak pede."
"Hah?"
Mikhayla meraih laptopnya dan meletakkannya di mejaku. Di sana terpampang halaman website majalah yang memajang profil Denira Soediro. Mikha menunjuk foto Denira di website itu sambil menatapku malas.
"Gue enggak yakin sanggup ngadepin dia sendirian."
Aku menatapnya dengan wajah bingung. "Memang dia siapa?"
Pertanyaanku membuat Mikha terbelalak. "Where have you been? Tinggal di goa atau terlalu asyik sama bule lo itu?"
Kali ini pertanyaannya itulah yang sukses membuatku membelalakkan mata. Bagaimana dia bisa tahu?
"Kenapa? Heran gue tahu dari mana?"
Aku mengangguk seperti orang bodoh di depannya.
"Percuma lo sembunyi-sembunyi dari gue. Bahkan dinding kantor ini aja bisa ngomong." Mikha terkekeh, tapi langsung diam begitu dia menyadari aku menatapnya serius dan sedang tidak ingin bercanda. "Itu bule sejak dia dateng ke sini sudah jadi hot topic anak-anak gedung ini tiap ngerokok sore. Lo sih gue ajakin nongkrong enggak mau."
"Kan gue enggak tahan asap rokok." Aku mendengus.
Mikha melambaikan tangannya di depanku dan kembali menunjuk sosok Denira yang ada di laptopnya. "Dia terkenal karena dari keluarga konglomerat gitu, deh. Tapi songongnya minta ampun. Terbiasa mandi duit jadi manner rada minus. Nah, dia pengin minta desain buat rumahnya, tapi katanya masih mau pitching dulu. Gila enggak tuh orang."
"Jadi, belum pasti dia make jasa kita?"
Mikha menggeleng. "Dia mau tes ombak sama beberapa desainer dulu katanya. Dari hal ini aja udah kebayang ribetnya kayak apa, tapi kata Donny ini ikan gede, jadi harus dicoba."
"Donny bener, sih."
"Nah, makanya lo temenin gue ya." Mikha memotong ucapanku, bahkan sebelum aku sempat menyelesaikannya.
Dia mengangkat laptopnya dan menggeser kursinya menjauh dari mejaku. "Jam 4 sore ini di Paul. Gue traktir lo kopi besok pagi."
"Kopi seminggu."
Mikha mendengus. Dia menatapku kesal, sambil memainkan bullpen di tangannya, seakan-akan ingin memakai bullpen itu sebagai senjata untuk membunuhku karena berani-beraninya memeras.
"Tiga hari. Deal."
Mikha boleh masih muda dariku, tapi jika dia sudah memutuskan sesuatu, tidak ada yang bisa melawannya. Sekalipun aku memberikan seribu alasan untuk menolak ajakannya sore ini, aku yakin Mikha pasti berhasil mematahkannya. Jadi, aku memutuskan untuk menyimpan energi dan mengiyakan ajakannya.
**
Aku mengikuti arah telunjuk Mikha dan mendapati seorang perempuan berjalan memasuki Paul. Dia membuka kacamata hitamnya dan menatap ke sekeliling sebelum menyadari lambaian Mikha. Langkahnya tampak anggun sekaligus angkuh, seolah-olah menunjukkan kalau dia sosok super penting di sini.
Dia sudah telat hampir setengah jam, dan dia sepertinya sama sekali tidak menyadari kesalahannya. Aku sering bertemu orang seperti ini, yang menganggap dirinya sangat penting dan orang yang berjanji dengannya kalah penting, sehingga sengaja menelatkan diri untuk memperkuat kesan sok penting itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/146704156-288-k363788.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomansaRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...