Lisa
What am I doing here?
Aku menurut begitu saja ketika Ralph membimbing tanganku menuju kasir Grand Lucky. Seakan masih berada di antara sadar dan tidak, tahu-tahu saja dia sudah membayar belanjaanku dan menggandeng tanganku menuju apartemennya yang tepat berada di sebelah Grand Lucky.
"I'll cook for you. Just enjoy yourself," ujar Ralph seraya menggulung lengan bajunya dan menuju dapur.
Aku memandang berkeliling. Suasananya tidak jauh berbeda seperti ketika terakhir kali aku ke sini, dingin dan kosong, seakan-akan tidak ada kehidupan di sini. Meski buku yang terbuka di atas karpet dan TV yang dibiarkan menyala meski tanpa suara menandakan ada yang tinggal di sini, tapi tidak ada kehangatan yang kurasakan.
Mataku terpaku pada sosok Ralph yang tengah berkutat di dapur. Sebaris senyum mencuri keluar dari bibirku ketika mendapati dirinya yang sedang memotong bawang. Sosoknya yang masih rapi meski tidak lagi memakai jas, tampak kontras dengan peralatan dan bahan masakan yang ada di sana.
Mungkin ini kali pertama aku melihat pria memasak, apalagi memasak untukku. Saat masih tinggal di rumah, papa sangat anti masuk dapur. Bahkan untuk sekadar membuat teh manis atau kopi saja, dia memintaku atau mama untuk membuatkannya. Seolah-olah beliau merasa kejantanannya berkurang saat berada di dapur.
Sementara Si Brengsek juga sama saja. Kami lebih sering memesan makanan takeaway karena kemampuanku dan dia yang sama-sama parah dalam hal mengolah makanan.
Perlahan, aku menghampiri Ralph.
"Do you need help?" tanyaku, setelah berdehem. Setidaknya aku bisa menawarkan bantuan dan membuat diriku sedikit berguna.
Ralph melirik dari balik pundaknya dan menggeleng. "Just wait a little bit."
Aku berdiri bersandar di kitchen island di belakangnya. "At least, let me do something."
Ralph tergelak. Dengan ujung dagu dia menunjuk kulkas yang ada di sisi kiri dapur. "Why don't you prepare something to drink? Wine, maybe?"
Aku menoleh ke arah yang dia tunjuk dan menyeret tubuhku ke sana.
Kulkas milik Ralph sangat berbanding terbalik dengan kulkas di rumahku. Isinya tampak rapi, disusun sesuai fungsi dan dalam kotak yang mudah dijangkau jika membutuhkan sesuatu. Sementara kulkasku sangat berantakan, dan butuh sekian menit hanya untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan, saking banyaknya isinya. Ketika hari beres-beres tiba, aku baru menyadari sudah banyak makanan kedaluwarsa yang tersimpan di sana dan berjanji bulan depan akan lebih peduli lagi dengan isi kulkasku. Namun kenyataannya, bulan berikutnya aku masih melakukan hal yang sama, juga bulan-bulan setelahnya.
Aku mengambil sebotol wine. Oke, tidak ada salahnya minum segelas dua gelas malam ini.
"Do you have glass?"
Ralph menunjuk kabinet di sisi kanan kulkas. "Over there."
Aku membuka kabinet ini dan lagi-lagi terpana dengan kerapian yang terpampang di sana. Mataku melirik seluruh isi apartemen dan menyadari semua barang terletak di tempat seharusnya, kecuali sebuah buku yang tergeletak di karpet. Mungkin Ralph sedang membacanya dan lupa menaruhnya kembali ke rak buku.
"Alright, this is it."
Aku mengambil dua buah gelas dan membawanya bersama botol wine ke kitchen island yang menjadi pembatas antara dapur dan ruang tamu. Melihat apartemen Ralph, sulit untuk menahan diri untuk tidak memuji hasil karyaku.
Sama seperti perabotan lain di apartemen ini, kitchen island tersebut juga berwarna putih, dengan dua buah bar stool hitam yang diletakkan bersisian. Di atasnya ada dua piring berisi spaghetti. Aku meletakkan wine di dekat piring spaghetti.

KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...